SURAU.CO – Dalam khazanah sejarah Islam, kisah-kisah taubat atau pertobatan selalu menginspirasi. Salah satunya adalah kisah Fudail bin Iyadh. Ia dulunya dikenal sebagai perampok jalanan yang sangat ditakuti. Namun demikian, melalui hidayah Ilahi, Fudail bertransformasi secara drastis. Ia meninggalkan masa lalunya yang kelam dan menjadi seorang ulama besar. Bahkan, ia menjadi ahli ibadah dan sufi terkemuka. Kisahnya adalah bukti nyata bahwa Allah SWT senantiasa membuka pintu ampunan bagi siapa saja yang tulus kembali kepada-Nya.
Dari Kegelapan Perampok Menuju Cahaya Takwa
Fudail bin Iyadh pada awalnya adalah seorang perampok dan kepala geng yang sangat kejam. Ia beroperasi di jalur-jalur perdagangan antara Samarqand dan Abiward. Banyak kafilah dan musafir yang menjadi korban kebrutalannya. Ia menebar teror di seluruh wilayah tersebut. Namanya begitu ditakuti, sehingga orang-orang memilih jalur memutar demi menghindari daerah kekuasaannya.
Namun, takdir Allah memiliki jalan yang tak terduga. Fudail jatuh cinta kepada seorang gadis. Di suatu malam, Fudail berniat menyusup ke rumah gadis tersebut. Ia memanjat tembok untuk bisa bertemu dengannya. Pada saat itu, ia mendengar sebuah suara. Suara itu melantunkan ayat Al-Qur’an dengan merdu. Ayat yang ia dengar adalah Surat Al-Hadid ayat 16 yang artinya:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (QS. Al-Hadid: 16)
Ayat ini menghantam relung hati Fudail dengan sangat kuat. Ia merasa seolah-olah ayat itu berbicara langsung kepadanya. “Benar! Ya Allah, sekaranglah saatnya!” ia berbisik. Air matanya pun tumpah membasahi pipi. Saat itu juga, ia menyadari betapa besar dosa-dosanya. Hatinya yang keras seketika melunak. Malam itu juga, Fudail mengumumkan taubat nasuha-nya. Ini adalah titik balik yang mengubah seluruh hidupnya.
Transformasi Total: Dari Preman Menjadi Sufi Terkemuka
Setelah peristiwa taubatnya yang mengguncang jiwa itu, Fudail bin Iyadh benar-benar meninggalkan dunia hitamnya. Ia memutuskan untuk menempuh jalan yang berbeda sama sekali. Ia memilih jalan ilmu dan ibadah. Secara cepat, ia belajar dari para ulama besar pada masanya. Salah satunya adalah Sufyan Ats-Tsauri, seorang ahli hadis dan faqih terkemuka.
Fudail tidak hanya berhenti pada ilmu. Ia mempraktikkan hidup zuhud dan menjauhi kemewahan dunia. Ia dikenal sebagai seorang zahid (ahli zuhud) yang sangat warak. Selain itu, ia juga seorang abid (ahli ibadah) yang rajin shalat malam dan berzikir. Ia mendedikasikan sisa hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mengabdi di Tanah Suci: Makkah dan Perannya sebagai Guru
Setelah beberapa waktu, Fudail bin Iyadh memutuskan untuk hijrah ke Makkah. Ia tinggal di dekat Ka’bah, Baitullah. Di sana, ia melanjutkan pengabdiannya dalam menuntut ilmu dan beribadah. Ia dikenal sebagai salah satu guru besar di Makkah. Banyak orang datang untuk belajar darinya. Ia mengajarkan tentang keikhlasan (ikhlas), kesucian jiwa, dan pentingnya menjauhi segala bentuk riya’ (pamer) dalam beribadah.
Nasihat-nasihatnya sangat menyentuh hati. Ia seringkali mengingatkan murid-muridnya tentang bahaya kemunafikan dan pentingnya kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap tindakan. Misalnya, ia pernah berkata, “Siapa saja yang mencintai seorang hamba, maka cinta itu akan muncul pada hatinya.” Ini adalah filosofi hidupnya yang menekankan pentingnya cinta kepada Allah.
Pandangan Ulama tentang Fudail bin Iyadh
Para ulama dan sejarawan Islam sangat menghormati Fudail bin Iyadh. Mereka mengakui kedudukan tingginya dalam ilmu dan ibadah.
Sufyan Ats-Tsauri: Kesaksian dari Guru
Sufyan Ats-Tsauri, gurunya sendiri, pernah berkata, “Demi Allah, seandainya Fudail mau, niscaya ia akan menjadi imam bagi seluruh manusia.” Pernyataan ini menunjukkan pengakuan Sufyan Ats-Tsauri terhadap keilmuan dan kapasitas kepemimpinan Fudail. Itu juga menunjukkan kualitas spiritual Fudail.
Abdul Wahhab bin Ishaq: Membandingkan dengan Hasan Al-Bashri
Abdul Wahhab bin Ishaq bahkan pernah membandingkan Fudail dengan Hasan Al-Bashri, seorang ulama besar dari generasi tabi’in. “Fudail bin Iyadh adalah Hasan Al-Bashri pada zamannya,” kata Abdul Wahhab. Ini adalah pujian yang sangat tinggi, mengingat kedudukan Hasan Al-Bashri sebagai salah satu tokoh spiritual dan intelektual terkemuka dalam sejarah Islam. Perbandingan ini menegaskan kualitas Fudail yang luar biasa.
Akhir Hidup Fudail bin Iyadh: Wafat di Tanah Suci
Fudail bin Iyadh meninggal dunia di Makkah. Ia wafat pada tahun 187 Hijriyah. Jenazahnya dimakamkan di kota suci tersebut. Ia meninggalkan warisan ilmu, hikmah, dan teladan taubat yang terus menginspirasi umat Islam hingga kini. Kehidupan Fudail bin Iyadh adalah bukti nyata bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni Allah. Asalkan, seseorang bertaubat dengan tulus.
Hikmah dan Pelajaran dari Kisah Fudail bin Iyadh
Kisah Fudail bin Iyadh memberikan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Muslim.
-
Pintu Taubat Selalu Terbuka: Kisah ini menegaskan bahwa pintu taubat selalu terbuka lebar bagi siapa saja. Tidak peduli seberapa besar dosa yang telah diperbuat.
-
Kekuatan Ayat Al-Qur’an: Satu ayat Al-Qur’an mampu menembus hati yang paling keras sekalipun. Ini menunjukkan keagungan Kalamullah.
-
Transformasi Sejati: Perubahan Fudail adalah transformasi sejati. Ia meninggalkan masa lalu sepenuhnya dan mendedikasikan hidupnya untuk Allah.
-
Zuhud dan Ikhlas: Fudail menjadi teladan dalam zuhud (menjauhi dunia) dan ikhlas (ketulusan). Ini adalah nilai-nilai inti dalam Islam.
-
Harapan dan Motivasi: Kisah ini memberikan harapan dan motivasi. Setiap Muslim dapat berubah menjadi lebih baik.
-
Kedudukan Ulama: Fudail menunjukkan bahwa seorang ulama tidak hanya berilmu. Kemudian ia juga memiliki kedalaman spiritual dan ketaatan yang kuat.
Dengan demikian, Fudail bin Iyadh adalah cerminan dari kekuatan iman, ketulusan taubat, dan janji ampunan dari Allah SWT. Kisahnya terus hidup sebagai pengingat akan rahmat-Nya yang tak terbatas.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
