Kisah
Beranda » Berita » Kisah Ja’far bin Abi Thalib, Sang Singa Berani

Kisah Ja’far bin Abi Thalib, Sang Singa Berani

Ilustrasi by Meta AI.

SURAU.CO – Dalam sejarah Islam, Ja’far bin Abi Thalib adalah salah satu sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat istimewa. Ia dikenal karena keberaniannya, ketulusan imannya, dan pengorbanannya yang luar biasa di jalan Allah. Kematiannya yang heroik di medan perang Mu’tah menyebabkan ia mendapatkan gelar mulia. Allah SWT mengganti kedua tangannya yang putus dengan dua sayap di surga. Kisah ini bukan hanya tentang kepahlawanan, melainkan juga tentang keteguhan iman dan janji mulia dari Allah SWT.

Mengenal Ja’far bin Abi Thalib: Profil Sang Ksatria

Nama lengkapnya adalah Ja’far bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah paman Nabi Muhammad SAW. Ja’far merupakan kakak kandung dari Ali bin Abi Thalib. Mereka berdua adalah putra dari Abu Thalib, paman dan pelindung Nabi. Ja’far lahir sepuluh tahun sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus menjadi Nabi.

Ja’far masuk Islam pada masa-masa awal dakwah Nabi di Makkah. Ia termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang pertama kali memeluk Islam). Ja’far dikenal karena kemiripannya dengan Nabi. Tidak hanya itu, ia juga memiliki akhlak yang mulia. Ia sangat dermawan dan selalu menolong orang yang membutuhkan.

Pemimpin Hijrah ke Habasyah: Pelindung Muslimin Awal

Ketika penganiayaan kaum kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin di Makkah mencapai puncaknya, Nabi Muhammad SAW memerintahkan sebagian sahabat untuk berhijrah. Tujuannya adalah mencari perlindungan di negeri Habasyah (Ethiopia). Ja’far bin Abi Thalib ditunjuk oleh Nabi sebagai pemimpin rombongan hijrah ini.

Ja’far memimpin 83 laki-laki dan 18 wanita Muslim menuju Habasyah. Ini adalah hijrah kedua, yang lebih besar dari yang pertama. Di Habasyah, mereka mendapat perlindungan dari Raja Najasyi, seorang raja yang adil.

Kisah Amr bin Al-Ash Mantan Musuh Nabi

Diplomasi Ja’far di Hadapan Najasyi

Kaum kafir Quraisy tidak tinggal diam. Mereka mengutus Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk mempengaruhi Najasyi. Mereka ingin Najasyi mengembalikan kaum Muslimin ke Makkah. Namun, Ja’far bin Abi Thalib tampil sebagai juru bicara kaum Muslimin. Ia menyampaikan pidato yang sangat menyentuh hati Raja Najasyi.

Ja’far menjelaskan ajaran Islam secara gamblang. Ia memaparkan bagaimana Islam mengubah kehidupan jahiliyah yang penuh kezaliman menjadi kebaikan. “Wahai Tuan Raja,” kata Ja’far, “Dulu kami memeluk agama jahiliyah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat mesum, memutus persaudaraan, menyakiti tetangga dan yang kuat menzalimi yang lemah. Lalu Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan kami sendiri yang kami ketahui nasab, kejujuran, amanah dan kesucian dirinya.”

Setelah itu, Ja’far membacakan ayat-ayat awal Surat Maryam. Najasyi menangis mendengar lantunan ayat suci itu. “Sesungguhnya ini dan yang dibawa Isa benar-benar keluar dari satu cahaya yang sama,” ucap Najasyi. Amr bin Ash berusaha lagi memprovokasi. Ia mengatakan Nabi Muhammad menghina Isa. Namun, Ja’far dengan tegas menjawab, “Wahai Tuan Raja, kami katakan seperti yang dikatakan Nabi kami bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci.”

Kesaksian Ja’far dan keadilan Raja Najasyi menyelamatkan kaum Muslimin. Mereka dapat tinggal dengan aman di Habasyah selama bertahun-tahun. Ini menunjukkan kepiawaian Ja’far dalam berdiplomasi dan kekuatan kebenaran Islam.

Kembali ke Madinah: Berjuang Bersama Nabi

Setelah beberapa tahun berada di Habasyah, Ja’far bin Abi Thalib dan rombongan hijrah kembali ke Madinah. Mereka tiba di Madinah setelah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat lainnya berhasil menaklukkan Khaibar. Rasulullah menyambut kedatangan Ja’far dengan suka cita. “Demi Allah,” sabda beliau, “aku tidak tahu manakah di antara keduanya yang membuatku bergembira; penaklukan Khaibar atau kedatangan Ja’far.”

Mengenal Khawla binti Tsa’labah: Juru Bicara Wanita yang Mengubah Hukum Islam

Kehadiran Ja’far dan para sahabat dari Habasyah menambah kekuatan bagi komunitas Muslim di Madinah. Mereka telah melewati masa sulit di pengasingan. Mereka kembali dengan iman yang semakin kuat dan pengalaman yang berharga.

Syahid di Perang Mu’tah: Meraih Dua Sayap di Surga

Ja’far bin Abi Thalib dikenal sebagai salah satu komandan perang yang pemberani. Pada tahun ke-8 Hijriyah, Rasulullah SAW mengirim pasukan ke Mu’tah. Mereka harus menghadapi pasukan Romawi yang jauh lebih besar. Ini adalah salah satu pertempuran paling berat dalam sejarah awal Islam.

Nabi Muhammad SAW menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan. Jika Zaid gugur, maka Ja’far bin Abi Thalib akan mengambil alih kepemimpinan. Jika Ja’far gugur, maka Abdullah bin Rawahah akan menjadi komandan.

Keberanian di Medan Perang

Di medan perang Mu’tah, Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid pertama. Selanjutnya, Ja’far bin Abi Thalib mengambil alih bendera komando. Ia bertempur dengan gagah berani. Ja’far melihat pasukan Muslim terdesak. Ia pun melompat dari kudanya. Ia menerjang musuh dengan pedang di satu tangan dan bendera di tangan yang lain.

Satu tangan Ja’far putus. Namun demikian, ia tidak menyerah. Ia memegang bendera dengan tangan yang lain. Ketika tangan keduanya juga putus, ia tidak menyerah. Ja’far memeluk bendera dengan kedua lengannya yang tersisa. Ia terus bertempur dengan gigih. Ia melambai-lambaikan bendera sambil terus berteriak, “Wahai surga! Alangkah dekatnya engkau kepadaku!”

Fudail bin Iyadh: Kisah Mantan Perampok yang Hatinya Dipeluk Hidayah

Setelah itu, ia diserang dan gugur sebagai syahid. Tubuhnya penuh dengan luka panah, tombak, dan pedang. Para sahabat menemukan lebih dari 50 luka pada tubuhnya. Hanya bagian depan tubuhnya yang penuh luka. Ini menunjukkan keberaniannya dalam maju menyerang musuh.

Gelar “Dzul Janahain” (Pemilik Dua Sayap)

Kabar gugurnya Ja’far bin Abi Thalib sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau sangat sedih. Nabi menyebutkan bahwa Allah SWT telah mengganti kedua tangan Ja’far yang putus dengan dua sayap di surga. Ja’far dapat terbang bebas di surga ke mana pun ia kehendaki. Karena itulah, Ja’far bin Abi Thalib dikenal dengan gelar “Dzul Janahain” (Pemilik Dua Sayap). Gelar ini menjadi simbol kemuliaan dan pengorbanannya di jalan Allah.

Hikmah dan Pelajaran dari Kisah Ja’far bin Abi Thalib

Kisah Ja’far bin Abi Thalib memberikan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Muslim.

  1. Pengorbanan Demi Agama: Ja’far menunjukkan pengorbanan tertinggi demi Islam. Ia rela meninggalkan kampung halaman, berdiplomasi, dan gugur di medan perang.

  2. Keberanian dan Keteguhan Iman: Keberaniannya di perang Mu’tah, bahkan ketika kedua tangannya putus, adalah teladan keteguhan iman.

  3. Keterampilan Diplomasi: Kemampuan Ja’far berdiplomasi di Habasyah menyelamatkan kaum Muslimin dari penganiayaan. Ini menunjukkan pentingnya kecerdasan dan retorika.

  4. Kedudukan Syahid di Sisi Allah: Gelar “Dzul Janahain” menegaskan kedudukan mulia para syuhada di sisi Allah SWT. Mereka mendapatkan balasan yang tak terhingga.

  5. Cinta Nabi kepada Sahabat: Nabi sangat mencintai Ja’far. Beliau berduka atas wafatnya dan memberikan kabar gembira tentang sayap di surga.

  6. Pentingnya Ketaatan: Ja’far selalu patuh pada perintah Nabi, baik saat hijrah maupun saat memimpin perang.

Dengan demikian, kisah Ja’far bin Abi Thalib adalah cerminan dari iman yang kokoh, keberanian tanpa batas, dan janji abadi dari Allah SWT bagi hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement