SURAU.CO – Dalam lingkaran keluarga Rasulullah Muhammad SAW, Al-Abbas bin Abdul Muthalib menempati posisi yang sangat istimewa. Ia adalah paman Nabi, sosok yang dicintai dan dihormati. Kisah keislamannya yang unik, diiringi peran strategisnya, menjadi salah satu babak penting dalam sejarah dakwah Islam. Meskipun memeluk Islam di fase akhir perjuangan Nabi di Makkah, dukungan Abbas sangat berarti. Ia menjadi perisai dan mata-mata penting bagi Rasulullah.
Mengenal Al-Abbas: Sang Paman dan Sosok Terpandang
Nama lengkapnya adalah Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Ia merupakan paman kandung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari jalur ayah. Abbas lahir tiga tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ini berarti ia lebih tua tiga tahun dari keponakannya. Abbas berasal dari kabilah Bani Hasyim, kabilah yang sama dengan Nabi.
Di masa Jahiliyah, Abbas adalah seorang pedagang yang sukses dan memiliki harta yang melimpah. Profesi ini memberikan pengaruh besar baginya di Makkah. Sebagai salah satu tokoh Bani Hasyim, Abbas memiliki kedudukan terpandang di kalangan Quraisy. Semua hal ini menjadikannya figur penting dalam masyarakat Makkah pada saat itu.
Dukungan Sebelum Islam: Perisai Nabi di Makkah
Meskipun belum secara resmi memeluk Islam, Abbas selalu berdiri di sisi Nabi Muhammad SAW. Ia memberikan dukungan penuh sejak awal dakwah. Abbas adalah salah satu paman yang paling gigih membela Nabi dari gangguan kaum Quraisy.
Pada masa pemboikotan Bani Hasyim dan Bani Muthalib, Abbas ikut merasakan penderitaan. Ia tetap bertahan bersama keluarganya di lembah. Ia melindungi Nabi dari ancaman kelaparan dan kekerasan. Ini menunjukkan loyalitas dan kasih sayangnya yang mendalam kepada Nabi, meskipun keyakinan agamanya belum sama. Keberadaannya memberikan perlindungan penting bagi Rasulullah. Tanpa dukungan Abbas dan Abu Thalib, tekanan Quraisy mungkin jauh lebih berat.
Keislaman Abbas: Hidayah yang Strategis
Waktu pasti keislaman Abbas memang menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Beberapa riwayat menyebutkan ia memeluk Islam secara rahasia sebelum peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Makkah). Riwayat lain mengatakan ia menyatakan keislamannya secara terbuka saat Fathu Makkah. Bahkan ada juga yang berpendapat ia sudah masuk Islam sejak Perang Badar. Namun, ia menyembunyikannya.
Terlepas dari waktu pastinya, yang jelas adalah Abbas memainkan peran strategis dengan menunda deklarasi keislamannya. Ia tetap berada di Makkah sebagai mata-mata bagi Rasulullah. Ini sangat penting untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan pergerakan kaum Quraisy. Keberadaannya di Makkah memberikan keuntungan intelijen yang tidak ternilai bagi umat Muslim.
Peran di Bai’at Aqabah Kedua
Keislaman Abbas yang dirahasiakan memiliki dampak besar. Ia turut hadir dalam Bai’at Aqabah II. Ini adalah perjanjian penting antara Nabi dengan 73 sahabat Anshar dari Madinah. Perjanjian ini menjadi fondasi hijrah Nabi ke Madinah. Abbas turut memastikan para Anshar benar-benar siap melindungi Nabi. “Wahai orang-orang Khazraj,” kata Abbas, “Muhammad adalah anak saudaraku. Kami telah melindunginya dari kaum kami. Sekarang dia ingin pergi kepadamu. Jika kalian merasa bisa melindungi dan membela dia, maka penuhilah apa yang kalian janjikan.” Kehadiran Abbas memberikan bobot dan jaminan bagi perjanjian ini.
Peran Kunci Pasca-Keislaman: Makkah dan Medan Perang
Setelah keislamannya diketahui publik, Abbas memainkan peran yang lebih aktif dan vital dalam perjuangan Islam.
Fathu Makkah (Penaklukan Makkah)
Saat Nabi Muhammad SAW memimpin pasukan besar menuju Makkah untuk penaklukan, Abbas memainkan peran mediasi yang krusial. Malam sebelum penaklukan, ia membawa Abu Sufyan, pemimpin Quraisy, untuk bertemu Nabi. Abbas menjelaskan kebesaran pasukan Muslim kepada Abu Sufyan. Ia juga meyakinkan Abu Sufyan untuk bersyahadat. Ini adalah langkah diplomatik yang cerdas. Langkah ini membuka jalan bagi penaklukan Makkah secara damai.
Abbas kemudian diperintahkan Nabi untuk menahan Abu Sufyan di sebuah ngarai. Dari sana, Abu Sufyan dapat menyaksikan seluruh pasukan Muslim yang berbaris rapi. Pemandangan itu membuatnya gentar dan menyadari kekuatan Islam. Dengan demikian, Abbas turut memastikan Makkah dapat ditaklukkan tanpa pertumpahan darah yang berarti.
Perang Hunain
Setelah Fathu Makkah, pecahlah Perang Hunain. Pada awal pertempuran, pasukan Muslim sempat kocar-kacir. Mereka terdesak oleh serbuan mendadak musuh. Dalam kekacauan itu, hanya sedikit sahabat yang tetap teguh bersama Nabi. Salah satunya adalah Abbas. Ia memiliki suara yang sangat lantang. Nabi meminta Abbas untuk memanggil kembali kaum Muslimin yang lari.
“Wahai Abbas,” kata Nabi, “panggillah para sahabat dari pohon Samurah!” Dengan suaranya yang menggema, Abbas berseru, “Wahai kaum Anshar! Wahai orang-orang yang berbaiat di bawah pohon Samurah!” Panggilan itu menggerakkan kembali semangat pasukan Muslim. Mereka kembali ke medan perang dan berhasil membalikkan keadaan. Ini menunjukkan ketabahan Abbas dan loyalitasnya yang tak tergoyahkan.
Kedudukan dan Warisan Mulia Al-Abbas
Abbas memiliki kedudukan yang sangat istimewa di mata Nabi Muhammad SAW. Nabi pernah bersabda, “Al-Abbas adalah dariku dan aku adalah darinya.” Hadis ini menunjukkan betapa eratnya ikatan kekeluargaan dan spiritual antara Nabi dengan pamannya. Ini juga menunjukkan betapa Nabi menghargai peran dan dukungan Abbas.
Keturunan Abbas juga memiliki warisan yang agung. Bani Abbas, keturunan Al-Abbas, kelak mendirikan Kekhalifahan Abbasiyah. Kekhalifahan ini berkuasa selama lima abad. Mereka membawa Islam ke puncak kejayaan peradaban.
Bahkan di masa Khalifah Umar bin Khattab, kedudukan Abbas tetap dihormati. Ketika terjadi musim kemarau panjang, Umar meminta Abbas untuk berdoa memohon hujan. Umar berkata, “Ya Allah, dahulu kami bertawasul dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan. Sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami.” Doa Abbas pun dikabulkan Allah SWT. Ini adalah bukti kehormatan dan kedudukan tinggi Abbas di hadapan Allah dan umat Islam.
Al-Abbas bin Abdul Muthalib meninggal dunia di Madinah pada tahun 32 Hijriyah (652 Masehi). Ia wafat di masa Kekhalifahan Utsman bin Affan. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Baqi’, Madinah. Ia meninggalkan jejak dan warisan yang tak terlupakan dalam sejarah Islam.
Hikmah dan Pelajaran dari Kisah Al-Abbas
Kisah Al-Abbas bin Abdul Muthalib memberikan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Muslim.
-
Dukungan Keluarga: Peran Abbas menunjukkan betapa pentingnya dukungan keluarga dalam dakwah. Bahkan jika belum sepenuhnya sejalan secara keyakinan, dukungan personal dapat menjadi perisai.
-
Strategi dalam Berdakwah: Keislaman Abbas yang dirahasiakan adalah contoh strategi dakwah yang cerdas. Ini memberikan keuntungan intelijen yang vital di masa-masa sulit.
-
Loyalitas yang Teguh: Abbas menunjukkan loyalitas luar biasa kepada Nabi. Ini terbukti dari kehadirannya dalam perang dan kesediaannya menjadi perantara.
-
Hidayah Milik Allah: Kisah ini kembali menegaskan bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah. Waktu datangnya bisa berbeda bagi setiap individu.
-
Penghargaan Nabi: Nabi menghargai setiap dukungan. Beliau menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada Abbas. Ini memberikan pelajaran tentang pentingnya penghargaan dalam hubungan.
Dengan demikian, kisah Al-Abbas adalah cerminan dari kekuatan iman, strategi, dan loyalitas yang membentuk fondasi awal peradaban Islam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
