Kisah
Beranda » Berita » Kisah Selendang Nabi: Warisan Berharga di Tangan Para Khalifah

Kisah Selendang Nabi: Warisan Berharga di Tangan Para Khalifah

Ilustrasi by Meta AI.

SURAU.CO – Dalam sejarah Islam, benda-benda peninggalan Rasulullah Muhammad SAW memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi. Salah satu warisan berharga tersebut adalah selendang beliau. Selendang ini bukan sekadar kain biasa, melainkan simbol kehormatan dan keberkahan. Selendang ini berpindah tangan dari Ka’ab bin Zuhair hingga ke para khalifah. Kisah perjalanannya melintasi berbagai era kekuasaan Islam. Lebih dari itu, ini menunjukkan betapa umat Muslim sangat menghargai peninggalan Nabi mereka.

Hadiah Nabi kepada Ka’ab bin Zuhair

Kisah selendang ini bermula dari seorang penyair bernama Ka’ab bin Zuhair. Ka’ab awalnya adalah penentang keras Islam dan Nabi Muhammad SAW. Ia bahkan pernah menulis syair yang mencela Nabi. Namun demikian, hidayah Allah akhirnya menyentuh hatinya. Ka’ab datang kepada Nabi Muhammad SAW dan menyatakan keislamannya.

Di hadapan Nabi, Ka’ab melantunkan sebuah syair yang indah. Syair ini berjudul “Banat Su’ad” (Suad Telah Pergi). Isinya adalah pujian dan permohonan maaf kepada Rasulullah. Sebagai bentuk penghormatan dan pengampunan, Rasulullah melemparkan selendang beliau kepada Ka’ab. Ini adalah momen yang sangat berarti, sebab pemberian ini menunjukkan kemurahan hati Nabi dan penerimaan beliau terhadap Ka’ab.

Selendang Nabi di Tangan Muawiyah

Selendang yang menjadi hadiah dari Nabi itu tetap berada di tangan Ka’ab bin Zuhair. Ketika Sa’ad bin Abi Waqqash menjabat, ia pernah menulis surat kepada Ka’ab. “Juallah kepada kami selendang Rasulullah seharga 10 ribu dirham,” pinta Sa’ad. Akan tetapi, Ka’ab menolak tawaran itu. Ia sangat menghargai selendang tersebut.

Setelah Ka’ab meninggal dunia, selendang itu diwariskan kepada anak-anaknya. Muawiyah bin Abu Sufyan, yang saat itu telah menjadi Khalifah, juga tertarik pada selendang tersebut. Ia mengutus seseorang menemui anak-anak Ka’ab. Muawiyah menawarkan harga 20 ribu dirham. Kali ini, anak-anak Ka’ab bersedia menjualnya. Dengan demikian, Muawiyah pun mengambil selendang itu.

Bencana Sumatera: Akibat Ulah Manusia Rakus dan Pro Kapitalis

Estafet Selendang Nabi di Era Kekhalifahan

Selendang itu kemudian menjadi salah satu pusaka penting Kekhalifahan. Khususnya, selendang ini menjadi warisan berharga di tangan para khalifah Bani Abbas. Banyak riwayat sejarah mengonfirmasi hal ini.

Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam Az-Zuhd dari Urwah ibn Zubair. Pakaian Rasulullah diserahkan kepada sejumlah utusan. Ada sehelai selendang dari Hadramaut dengan panjang empat hasta dan lebar dua hasta satu jengkal. Selendang ini berada di tangan khalifah dan selalu mereka pakai sebagai pakaian luar saat dua hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha. Mereka mengenakannya di bagian puncak pakaian mereka, baik saat duduk maupun berkendara.

Oleh karena itu, selendang ini menjadi milik para khalifah. Ia diwariskan secara bergantian dari satu khalifah ke khalifah berikutnya. Selendang ini bukan hanya simbol keagungan, tetapi juga menjadi penanda kontinuitas kepemimpinan Islam.

Nasib Selendang dalam Sejarah Islam

Namun demikian, tidak semua selendang Nabi memiliki nasib yang sama. Ada riwayat berbeda tentang selendang yang dibeli oleh Muawiyah. Selendang ini hilang tatkala kekuasaan Bani Umayyah runtuh. Kehilangan ini kemungkinan terjadi di tengah kekacauan peralihan kekuasaan.

Di sisi lain, ada juga riwayat dari Adz-Dzahabi dalam kitab Tarikhnya. Ia menyebutkan selendang lain yang berada di tangan para khalifah Bani Abbas. Selendang ini disebutkan oleh Yunus ibn Bukair dari Ibnu Ishaq dalam kisah perang Tabuk. Rasulullah memberikan sehelai selendang kepada orang-orang Ailah. Beserta sepucuk surat jaminan untuk mereka. Selanjutnya, Abu Al-Abbas as-Saffah, Khalifah pertama Bani Abbas, membeli selendang itu seharga 300 dinar.

Al Ulama Warastsatul Al Anbiya

Selendang yang ini, konon, juga memiliki perjalanan panjang. Al-Muqtadir, salah seorang Khalifah Abbasiyah, juga sedang memakainya ketika ia dibunuh. Akibatnya, selendang itu berlumuran darah. Pada akhirnya, selendang ini lenyap ketika terjadi penyerbuan besar-besaran oleh pasukan Tartar. Ini menandai akhir dari jejak fisik salah satu warisan Nabi yang paling berharga.

Hikmah dan Pelajaran dari Kisah Selendang Nabi

Kisah selendang Nabi ini mengandung beberapa hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Muslim.

  1. Penghargaan terhadap Peninggalan Nabi: Kisah ini menunjukkan betapa besar penghargaan umat Muslim terhadap peninggalan fisik Rasulullah SAW. Benda-benda ini menjadi simbol cinta dan kekaguman.

  2. Kemurahan Hati Nabi: Pemberian selendang kepada Ka’ab bin Zuhair adalah contoh nyata kemurahan hati dan kebijaksanaan Nabi. Beliau memaafkan musuh dan menghargai perubahan hati.

  3. Simbol Kontinuitas Kekhalifahan: Selendang ini menjadi simbol legitimasi dan kontinuitas kekuasaan bagi para khalifah. Mereka memakainya untuk menunjukkan hubungan mereka dengan Rasulullah.

    Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

  4. Nilai Sejarah dan Spiritual: Setiap objek yang terkait dengan Nabi memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tak ternilai. Mereka menghubungkan umat dengan masa keemasan Islam.

  5. Fanatisme dan Penghormatan: Kisah penolakan Ka’ab untuk menjual selendang pada harga rendah menunjukkan fanatisme positifnya. Ia sangat menghormati pemberian Nabi.

Dengan demikian, kisah selendang Nabi adalah lebih dari sekadar cerita tentang sebuah kain. Ini adalah cerminan dari iman, sejarah, dan nilai-nilai yang memberikan hikmah.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement