Sosok
Beranda » Berita » KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

SURAU.CO. Kota Semarang menyimpan sejarah panjang tentang syiar Islam di tanah Jawa. Salah satu nama harum yang mewarnai sejarah tersebut adalah KH. Abdullah Umar Al-Hafidz (1929–2001). Masyarakat memanggilnya dengan sebutan hormat, Abuya. Beliau merepresentasikan ketekunan, ketulusan, dan keheningan seorang penjaga wahyu Allah Swt.

Sosok ini membangun sebuah tradisi besar dalam kesederhanaan yang hingga kini masih berdenyut kencang. Beliau mengajarkan masyarakat untuk membaca, memahami, dan menghidupkan al-Qur’an.

KH. Abdullah Umar Muda dan Kecintaan pada Kalamullah

KH. Abdullah Umar lahir sekitar tahun 1929. Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang religius. Orang tuanya mengenalkan al-Qur’an sebagai cahaya hidup, bukan sekadar bacaan rutin. Pendidikan keluarga ini membentuk karakter beliau sejak dini.

Hasil didikan tersebut terlihat jelas saat beliau menginjak masa remaja. Teman sebayanya mungkin masih sibuk mencari jati diri. Namun, Abdullah Umar muda sudah berhasil menamatkan hafalan 30 juz pada usia 18 tahun.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Tidak ada kisah dramatis yang menyertai pencapaian ini. Publik juga tidak menyorot prestasi tersebut secara berlebihan. Hanya kesungguhan dan kesunyian yang menemani proses belajarnya. Hal inilah yang membentuk kepribadiannya sebagai ulama besar di kemudian hari.

Pengabdian KH. Abdullah Umar Tulus di Masjid Besar Kauman

Perjalanan dakwah membawa KH. Abdullah Umar Al-Hafidz menetap di Semarang. Kiprahnya mulai menjangkau banyak hati warga kota ini. Beliau memegang amanah sebagai imam tetap di Masjid Besar Kauman, tempat ibadah tertua dan paling berpengaruh di Semarang. Suara beliau melantunkan ayat suci menjadi ciri khas masjid tersebut. Jamaah selalu merindukan bacaannya dalam setiap salat lima waktu selama lebih dari 50 tahun.

Warga Kauman mengenang masa-masa itu dengan indah. Kampung mereka terasa sangat hidup oleh getaran Al-Qur’an. Pribadi Abdullah Umar menjadi sumber utama dari denyut kehidupan religius tersebut.

Beliau bukan hanya sekadar imam salat namun bertindak sebagai penggerak umat. Sang Kiai menyeru dan membimbing masyarakat agar dekat dengan rumah Allah Swt. Warga Kauman mencintai masjid karena melihat keteladanan nyata dari beliau.

Berdirinya Pesantren Tahaffudzul Qur’an

Tahun 1971 menjadi tonggak sejarah penting. KH. Abdullah Umar Al-Hafidz membuka sebuah pondok Al-Qur’an di kediaman pribadinya. Beliau memulai langkah besar ini tanpa modal materi yang melimpah. Fasilitas pondok saat itu sangat sederhana. Beliau juga tidak memungut biaya pendidikan sepeser pun. Pesantren ini bermula dengan 17 santri pertama.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Beliau menerapkan metode pengajaran yang efektif. Para santri belajar dengan sistem halaqah (belajar bersama) dan sorogan (tatap muka individual). Hasilnya pun sangat memuaskan. Dalam waktu empat setengah tahun, beberapa santri berhasil wisuda sebagai hafidz 30 juz. Salah satu murid beliau yang sukses adalah KHM Thoha Alawy. Kini, murid tersebut menjadi pengasuh Pondok Ath-Thohiriyyah di Purwokerto. 

Integritas Ulama di Tengah Politik

Pengabdian KH. Abdullah Umar Al-Hafidz tidak terbatas di lingkungan pesantren. Beliau pernah menjabat sebagai Kepala KUA Semarang Tengah. Namun, sebuah ujian integritas datang pada tahun 1982.

Pemerintah saat itu mewajibkan pegawai negeri untuk mengikuti kampanye politik. Para santri tidak menghendaki guru mereka terlibat dalam hiruk-pikuk tersebut.

Abuya mengambil keputusan besar demi menjaga keberkahan pesantren. Beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Kepala KUA lebih awal. Pilihan ini menunjukkan keteguhan sikap seorang ulama sejati. Beliau lebih memilih menjaga amanah ilmu daripada jabatan duniawi.

Warisan Keilmuan dan Karya Tulis KH. Abdullah Umar

Kesibukan mengajar tidak menghalangi produktivitas beliau dalam menulis. KH. Abdullah Umar Al-Hafidz melahirkan karya-karya penting bagi dunia pendidikan Islam. Salah satu karya terpopuler adalah Kitab Mustholah Tajwid (1971).

Meneladani Seni Hidup Imam Nawawi: Kunci Keseimbangan Dunia dan Akhirat

Kitab ini menjadi pedoman ringkas namun mendasar bagi pelajar ilmu tajwid. Dua ulama besar memberikan pengantar khusus untuk kitab ini. Mereka adalah KH. Arwani Amin dari Kudus dan KH. Ahmad Umar Abdul Mannan dari Solo. Beliau juga menulis kitab Al-Masabih An-Nuraniyyah fi Al-Ahadis Al-Qur’aniyyah. Karya-karya ini menjadi bukti nyata keluasan ilmu beliau.

Tradisi Sema’an yang Abadi

Gagasan sema’an al-Qur’an di Masjid Kauman menjadi warisan paling ikonik. Beliau rutin membaca Al-Qur’an setiap bulan Ramadan. Kegiatan ini berlangsung selepas Zuhur hingga menjelang Asar. Abuya membaca ayat demi ayat dengan menyertakan penjelasan tajwid, tafsir, dan fadilah menggunakan bahasa Jawa

Kini, putranya yang bernama KH. Akhmad Naqib melanjutkan estafet mulia ini. Ratusan hingga ribuan jamaah selalu memadati masjid. Mereka datang dari Semarang, Kendal, Ungaran, Salatiga, Demak, hingga Grobogan.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz wafat pada Jumat, 16 Maret 2001 (21 Dzulhijjah 1421 H). Usia beliau saat itu 72 tahun. Sang penjaga cahaya telah kembali ke hadirat Ilahi. Namun, cahaya yang beliau nyalakan tetap bersinar terang hingga kini.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement