SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mengatakan:
“Datangnya berbagai kesulitan adalah hari raya bagi para murid.”
Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan jikalau kita ditimpa berbagai musibah dan kesulitan, maka ketahuilah bahwa itu adalah masa-masa yang baik bagi orang-orang yang ingin mendekatkan diri mereka kepada Allah Swt. Bukankah ketika tertimpa musibah, hati kita akan patah dan diliputi kesedihan? Kepada siapakah kita akan mengadu?
Ya, kita akan menghampiri Allah Swt. dengan segenap hati kita. Tidak ada lagi rasa egois. Kita akan merasa hina dina di hadapan-Nya. Pada waktu itu, hati kita akan bersih dari segala bentuk ubudiyah kepada selain-Nya.
Cobalah kita perhatikan orang yang terdampar di lautan luas. Tidak ada lagi yang mampu menyelamatkannya, kecuali Allah Swt. Apakah yang akan ia lakukan pada waktu itu?
Tidak ada yang bisa ia ucapkan dan ia lakukan, kecuali menyerahkan diri sepenuh hati kepada Allah Swt. Ia akan menangis dan mengikhlaskan segenap usahanya kepada Allah Swt., seraya berharap mudah-mudahan masih ada kehidupan di hari esok.
Begitulah hari raya yang dimaksud dalam bait kata-kata ini, yaitu hari ketika kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Dzat Yang Maha Pencipta.
Karunia dalam Kesulitan
Syekh Ibnu ‘Athaillah menegaskan:
“Bisa jadi, kita mendapatkan kelebihan di dalam kesulitan, yang tidak kita dapatkan dalam puasa dan shalat.”
Terkadang, kita justru mendapatkan keuntungan yang besar dalam berbagai ujian dan cobaan yang mendera. Biasanya, ketika itu, kita akan mendaki tangga yang lebih baik. Kita berusaha mengintrospeksi diri dan memperbaiki hati. Jikalau selama ini ada kesalahan yang kita lakukan, maka kita akan memperbaikinya. Jikalau selama ini kita lalai dalam bersedekah, maka kita akan melakukannya. Dan, banyak lagi inisiatif kebaikan yang muncul ketika kita berada dalam kesulitan.
Kelebihan ini menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah bahwa mungkin tidak akan kita dapatkan dalam shalat dan puasa, padahal keduanya adalah ibadah utama yang merupakan bagian dari rukun Islam. Ketika kita berpuasa, misalnya, maka kita hanya merasakan kelaparan dan kehausan, dan tidak ada rasa penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan, serta rasa hina di hadapan Ilahi. Sebab, pada saat yang bersamaan, kaum muslimin lainnya juga melakukan sesuatu yang kita lakukan. Begitu juga halnya ketika kita mengerjakan shalat.
Oleh karena itu, Syekh Ibnu ‘Athaillah mengajak agar kita menikmati musibah dan bencana yang menimpa kita. Segala ketentuan Allah Swt. pasti memiliki hikmah. Di balik satu kesusahan, ada dua kemudahan, bahkan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan dan tidak pernah meninggalkannya. Jangan pernah mengeluh, apalagi mencela!
Kesulitan Merupakan Anugerah
Syekh Ibnu ‘Athaillah menuturkan:
“Kesulitan adalah hamparan karunia.”
Jikalau kita tertimpa oleh berbagai musibah yang membuat kita semakin dekat kepada Allah Swt. dan semakin ikhlas beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa itu adalah karunia besar yang kita dapatkan dari-Nya. Bersyukurlah, dan jangan kita habiskan waktu kita dengan bersedih. Ingatlah, kita adalah seorang mukmin. Dan, tahukah kita, bagaimana sifat seorang mukmin itu dalam menghadapi kesulitan?
Syekh Ibnu ‘Athaillah menyatakan bahwa 0rang yang beriman akan bersabar dalam menghadapi berbagai musibah dan ujian yang terjadi. Sehingga, ia berhak mendapatkan pahala dari Tuhannya. Di balik setiap musibah, pasti ada karunia agung yang Allah Swt. persiapkan untuk kita.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
