Opinion
Beranda » Berita » Koreksi atas Kekeliruan Persepsi dari Pengamat pada Menhan dan Bandara IMIP Morowali

Koreksi atas Kekeliruan Persepsi dari Pengamat pada Menhan dan Bandara IMIP Morowali

Koreksi atas Kekeliruan Persepsi dari Pengamat pada  Menhan dan Bandara IMIP Morowali
Koreksi atas Kekeliruan Persepsi dari Pengamat pada  Menhan dan Bandara IMIP Morowali

 

SURAU.CO – Pernyataan Alvin Lie (pengamat penerbangan), Suntana (Wakil Menteri Perhubungan), Lasarus (Anggota Komisi V DPR), dan Mohammad Kadir Martoprawiro (Dosen ITB) yang menyebut bahwa Menhan salah kaprah dalam menyikapi Bandara IMIP Morowali mencerminkan kegagalan membaca substansi persoalan.

Mereka berargumen bahwa bandara tersebut legal dan praktiknya lazim dalam konteks industri. Namun, penilaian mereka justru menunjukkan keterbatasan perspektif: mereka terpaku pada aspek administratif, sementara yang disoroti Menhan adalah absennya negara dalam mengawasi ruang udara strategis dan perbatasan nasional.

Agar diskursus ini tercerahkan, mari kita telaah secara rasional dan berbasis data.

Logika Rasional atas Indikasi Aktivitas Ilegal di Bandara IMIP Morowali

Bandara IMIP di Morowali bukan sekadar fasilitas penerbangan industri. Ia adalah gerbang utama keluar-masuk manusia dan logistik di kawasan industri nikel terbesar dunia.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Namun, sejumlah fakta dan data operasional menunjukkan indikasi kuat terjadinya aktivitas yang melampaui batas legalitas kedaulatan negara.

  1. Kapasitas Bandara: Dirancang untuk Pesawat Besar
  • Bandara IMIP diklasifikasikan sebagai bandara kelas 4B, artinya mampu melayani pesawat dengan bentang sayap hingga 36 meter.
  • Menurut IDN Times, bandara ini dirancang untuk melayani:
  • Embraer ERJ-145ER (kapasitas ±50 penumpang)
  • Airbus A320 (kapasitas ±150–180 penumpang.
  1. Data Operasional 2024: Tidak Masuk Akal Jika Hanya ERJ-145ER
  • Pergerakan pesawat: 534 per tahun
    (setara ±267 penerbangan pulang-pergi)
  • Total penumpang: 51.180 orang

Analisis:
– Jika hanya menggunakan ERJ-145ER:
267 penerbangan × 50 penumpang = 13.350 penumpang
– Fakta: tercatat 51.180 penumpang
→ Tidak ada penjelasan untuk selisih 37.830 penumpang.

Kesimpulan: ERJ-145ER tidak mungkin mengangkut jumlah penumpang tersebut. Ini mengindikasikan bahwa maskapai memang menggunakan pesawat berkapasitas besar, seperti Airbus A320, secara rutin.

Lintas Negara

  1. Kemungkinan Penerbangan Lintas Negara
  • Airbus A320 adalah pesawat yang mampu melayani rute internasional jarak menengah, seperti Morowali–Guangzhou atau Morowali–Kuala Lumpur.
  • IMIP memiliki hubungan erat dengan Tiongkok, dan mayoritas TKA berasal dari sana.
  • Bandara IMIP tidak memiliki fasilitas Imigrasi dan Bea Cukai, sehingga penerbangan lintas negara dapat terjadi tanpa pengawasan resmi.
  1. Kawasan IMIP: Mobilitas TKA Tanpa Pengawasan Negara
  • Per Januari 2024, terdapat 26.038 TKA di Morowali, mayoritas dari Tiongkok.
  • Bandara IMIP menjadi satu-satunya simpul mobilitas manusia dan logistik ke kawasan industri ini.
  • Namun, tidak ada kehadiran permanen dari TNI AU, Imigrasi, atau Bea Cukai di bandara tersebut.

Kesimpulan Strategis

  1. Indikasi aktivitas ilegal bukan pada aspek administratif bandara, tetapi pada absennya negara dalam mengawasi kedaulatan udara dan perbatasan.
  2. Bandara IMIP beroperasi seperti zona otonom, dengan lalu lintas manusia dan barang yang tidak tercatat secara resmi.
  3. Kawasan industri sebesar IMIP, dengan ribuan TKA dan ekspor strategis, wajib memiliki kehadiran negara secara penuh:

– Imigrasi untuk mengawasi masuknya TKA
– Bea Cukai untuk memeriksa barang dan ekspor-impor
– TNI AU untuk menjamin kedaulatan udara
4. Radar dan pengawasan udara harus aktif, karena bandara ini melayani pesawat berkapasitas internasional dan volume penumpang yang tidak sebanding dengan pesawat kecil seperti ERJ-145ER.

Penutup

Menhan Sjafrie menyoroti bahwa bukan legalitas administratif bandara yang jadi masalah, melainkan absennya negara di ruang udara strategis.

Manajemen Waktu: Refleksi Mendalam Bab Bersegera dalam Kebaikan

Alvin Lie (Pengamat Penerbangan), Suntana (Wakil Menhub), Lasarus (Angota DPR Komisi V), Mohammad Kadir Martoprawiro (Dosen ITB), dan berbagai pihak  lainnya menuding  tindakan Menhan Syafri salah kaprah adalah keliru besar. Menhan hadir mengoreksi terhadap kelengahan sistemik.

Negara tidak boleh absen di wilayah yang menjadi simpul geopolitik dan ekonomi global. Oleh: Aznil Tan (Aktivis 98, Pengamat Ketenagakerjaan dan Direktur Eksekutif Migrant Watch). (Sabar Tambunan)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement