SURAU.CO. Umat Islam melarang perbuatan menuduh kafir sesama muslim karena tindakan ini sangat berat dan berbahaya. Tuduhan tersebut dapat menimbulkan fitnah, memicu perpecahan di antara umat, dan merusak kerukunan. Risiko terbesarnya, tuduhan kafir itu bahkan bisa kembali dan menimpa orang yang melontarkan tuduhan tersebut. Al-Qur’an dan Hadis melarang keras menuduh sesama Muslim sebagai kafir, terutama karena alasan perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyah (cabang) atau karena sekadar kebencian. Mayoritas ulama dan aliran pemikiran Islam melarang dan menganggap berbahaya tindakan menuduh sesama Muslim sebagai kafir (takfir).
Umat Islam sangat menganjurkan agar kita tidak mudah menghakimi sesama Muslim. Anjuran tersebut dapat kita artikan sebagai larangan keras untuk menghakimi sesama Muslim. Nasihat penting ini memberikan peringatan tegas terhadap tindakan menghakimi. Pernyataan ini menyoroti bahaya praktik “takfir” (mengkafirkan), di mana seseorang Muslim menuduh Muslim lainnya telah keluar dari Islam. Anjuran ini berakar kuat pada ajaran agama yang menekankan persaudaraan sesama umat Islam dan melarang tuduhan serius tanpa bukti syar’i yang sangat jelas dan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Umat Islam menganggap tindakan menuduh kafir seorang Muslim secara sembarangan sebagai dosa besar. Banyak hadis melarang perbuatan ini dengan tegas. Hadis-hadis tersebut menyatakan bahwa tuduhan kafir dapat berbalik kepada penuduhnya jika yang dituduh tidak benar-benar kafir. Larangan ini bertujuan untuk menjaga persatuan (ukhuwah islamiyah) dan mencegah perpecahan di antara umat Islam. Ulama memiliki wewenang mengkafirkan seseorang. Mereka harus melakukan proses tersebut dengan sangat hati-hati. Ulama mendasarkan keputusan pada dalil yang kuat. Umat Muslim dianjurkan menasihati dengan hikmah dan berdialog secara konstruktif. Umat Muslim harus menghindari perdebatan yang mengarah pada fitnah atau perpecahan.
Alasan utama umat Islam untuk tidak mudah menuduh kafir sesama Muslim
Sabda Nabi Muhammad SAW, “Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”. Rasulullah bersabda, “Seandainya seseorang mengatakan ‘Wahai Kafir’ kepada saudaranya sesama kaum muslimin, maka tuduhan kafir tersebut akan kembali kepada salah satu di antara keduanya”. Tuduhan kafir itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang dituduh ternyata seorang mukmin. Islam menekankan pentingnya menjaga lisan. Orang menganggap perbuatan mengkafirkan orang lain secara sembarangan sebagai perbuatan keji dan berbahaya.
- Konsekuensi Serius: Rasulullah SAW telah memperingatkan tentang bahaya takfir. Dalam sebuah hadis yang sahih, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, ‘Hai kafir,’ maka perkataan itu akan kembali kepada salah satunya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini berarti tuduhan tersebut dapat berbalik kepada penuduh jika orang yang dituduh sebenarnya tidak kafir.
- Hanya Allah yang Berhak Menghakimi Iman: Menentukan status keimanan seseorang adalah hak mutlak Allah SWT. Manusia tidak memiliki wewenang untuk membaca hati atau mengetahui niat tulus seseorang.
- Memutus Tali Persaudaraan: Islam sangat menekankan persaudaraan dan persatuan di antara umatnya. Tuduhan kafir merusak ikatan ini, menyebabkan perpecahan, permusuhan, dan kekerasan dalam masyarakat Muslim.
- Memerlukan Bukti yang Jelas dan Kuat: Para ulama menetapkan kriteria yang sangat ketat dalam kasus yang sangat ekstrem. Mereka memerlukan bukti yang tidak diragukan lagi sebelum seseorang dapat dianggap murtad. Bukti tersebut mencakup pengingkaran yang jelas terhadap rukun iman. Seseorang tidak bisa mendasarkan tuduhan ini pada perbedaan pendapat politik atau mazhab. Tuduhan murtad juga tidak bisa didasarkan pada kesalahan kecil.
- Prinsip Mendahulukan Prasangka Baik: Islam mengajarkan umatnya untuk berprasangka baik terhadap sesama.
Larangan dalam Islam
Kita tidak boleh dengan mudah menuduh orang lain kafir hanya karena perbuatannya tampak seperti perbuatan orang kafir, bisa jadi ia tidak mengerti atau terpaksa. Kita hanya boleh mengkafirkan seseorang berdasarkan dalil Al-Kitab dan As-Sunnah yang jelas dan kuat, bukan karena hawa nafsu atau kebencian. Jika ada perbedaan, tugas umat Islam adalah memberikan penjelasan dan nasehat yang baik, bukan langsung memberi cap kafir. Diharapkan umat Islam menjadi umat yang wasathiyah (moderat). Umat Islam menghindari tindakan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara sesama.
- Tuduhan kembali kepada pelaku: Hadis dari Abu Dzar menyatakan, “Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan (menuduh) kafir… padahal tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri”.
- Larangan berdasarkan perilaku: Tidak boleh mengkafirkan seseorang hanya karena perilakunya. Kita perlu memeriksa keyakinannya, karena bisa jadi ia tidak mengerti atau hanya terpaksa melakukan sesuatu yang tampaknya seperti perbuatan kafir.
- Ancaman hukum dan sosial: Tuduhan kafir menghilangkan hak-hak seseorang, seperti hak atas pengurusan jenazah, waris, dan pernikahan.
- Tanggung jawab menjaga lisan: Seorang Muslim harus menjaga lisan dan tidak mudah menuduh sesama Muslim dengan kekafiran, bahkan ancaman serupa juga berlaku jika ia menuduh sesama Muslim sebagai fasik atau munafik.
Konsekuensi dan dampak buruk
- Menyakiti sesama Muslim: Menuduh sesama Muslim sebagai kafir merupakan tindakan yang menyakiti dan dapat mengarah pada perpecahan serta permusuhan antarumat Islam.
- Potensi menjadi lebih buruk dari yang dituduh: Orang yang melontarkan tuduhan tanpa dasar akan menghadapi konsekuensi dari perkataannya sendiri.
- Menghilangkan hubungan persaudaraan: Tindakan mengkafirkan sesama Muslim juga dapat merusak hubungan persaudaraan dan keharmonisan dalam masyarakat.
Tips untuk menghindari tuduhan kafir
- Berhati-hati dalam bertutur kata: Menjaga lisan dan tidak mudah mengeluarkan kata-kata yang menyakiti dan memecah belah.
- Memberikan nasihat dengan baik: Kita sebaiknya memberi nasihat yang baik dan bijak saat ada kesalahan pada sesama Muslim, bukan malah menuduh atau mencerca.
- Menghindari sikap merasa paling benar: Sikap merasa paling benar sendiri dapat memicu sikap intoleransi dan permusuhan, terutama dalam masyarakat yang beragam.
- Menyerahkan urusan hati kepada Allah: Urusan hati dan keimanan hanya Allah yang mengetahui. Sebaiknya kita fokus pada diri sendiri dan memperbaiki diri, bukan menghakimi orang lain.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
