SURAU.CO. Negara tidak mencatat pernikahan siri secara resmi. Pernikahan ini tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara. Pelaku melakukan pernikahan ini secara rahasia. Pernikahan siri tidak menghasilkan buku nikah resmi. Konsekuensi hukum merugikan pihak istri dan anak. Ahli waris lain/Pihak tertentu mempersulit urusan warisan, pembagian harta, dan hak-hak pihak yang dirugikan. Nikah siri sah secara agama jika memenuhi rukun dan syarat pernikahan (wali, dua saksi, ijab kabul, mahar).
Pemerintah Indonesia tidak mengesahkan nikah siri secara hukum. Pasangan tidak mencatatkan pernikahan mereka di KUA atau Catatan Sipil. Pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum resmi. Nikah siri menimbulkan masalah hukum bagi pasangan. Pernikahan siri menyebabkan masalah sosial bagi pasangan dan anak. Untuk mengesahkan nikah siri secara hukum, pasangan perlu melakukan itsbat nikah melalui sidang di Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau mendaftarkannya ke Catatan Sipil.
Filosofi nikah siri mendasari praktik pernikahan, di mana pernikahan tersebut sah secara agama namun tidak memiliki pencatatan hukum. Filosofi utamanya adalah adanya ikatan pernikahan berdasarkan syariat Islam tanpa adanya pengakuan dan perlindungan hukum dari negara, dengan berbagai alasan seperti menghindari aib sosial, mengurus status hubungan di tengah keluarga, atau untuk poligami. Namun, praktik ini menimbulkan dampak negatif karena menyebabkan ketidakjelasan status hukum bagi istri dan anak, serta kesulitan dalam menuntut hak-hak legal mereka.
Karakteristik utama
- Tidak tercatat secara resmi: Pihak yang bersangkutan tidak mendaftarkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil, sehingga pernikahan tersebut tidak mendapatkan legalitas dari negara.
- Sah menurut agama: Jika rukun dan syarat-syarat pernikahan Islam (seperti adanya wali, saksi, ijab kabul, dan mahar) terpenuhi, maka
- Dilakukan secara rahasia: “Siri” berasal dari bahasa Arab, “sirrun,” yang berarti rahasia. Pernikahan ini sering diselenggarakan secara diam-diam atau tidak diketahui oleh umum.
- Tidak memiliki buku nikah resmi: Pasangan tidak akan mendapatkan buku nikah resmi sebagai bukti sah perkawinan di mata hukum negara.
Implikasi hukum
- Istri dan anak dirugikan: Pernikahan siri tidak memberikan legalitas hukum bagi istri dan anak. Mereka sulit mendapatkan hak-hak legal seperti hak nafkah, tunjangan, pembagian harta gono-gini saat cerai, atau hak waris.
- Anak tidak terlegalisasi: Anak yang lahir dari pernikahan siri akan sulit mendapatkan akta kelahiran yang sah di mata negara.
- Potensi masalah hukum: Meskipun sah secara agama, nikah siri dapat menimbulkan masalah hukum. Misalnya, jika salah satu pihak sudah menikah secara sah, maka tindakan poligami secara siri bisa terjerat pasal pidana perzinahan
Dasar pemikiran di balik nikah siri
- Pemenuhan syariat agama: Akibat hukum dari pernikahan siri adalah istri dan anak tidak memiliki legalitas formal di mata hukum negara.
- Menghindari aib sosial: Beberapa orang memilih untuk merahasiakan pernikahan karena adanya stigma atau aib sosial, sehingga mereka memilih untuk tidak mengumumkan pernikahan mereka ke khalayak umum.
- Memungkinkan poligami: Laki-laki menggunakan nikah siri untuk berpoligami. Mereka melakukan poligami tanpa izin istri pertama. Pernikahan siri tidak memerlukan pencatatan resmi. Pencatatan resmi menimbulkan kewajiban hukum baru. Kewajiban hukum baru mengikat pasangan secara legal.
- Keterbatasan pengetahuan hukum: Banyak masyarakat yang tidak memahami konsekuensi hukum dari pernikahan siri dan tidak mengetahui pentingnya pencatatan pernikahan sebagai bentuk perlindungan hukum.
Dampak negatif nikah siri
- Ketidakjelasan status hukum: Status hukum yang tidak jelas di mata negara menyulitkan istri dan anak dalam pengurusan dokumen seperti akta lahir, akta nikah, atau akta cerai.
- Tidak adanya perlindungan hukum: Status pernikahan siri (tidak tercatat resmi) menyebabkan istri kehilangan dasar hukum untuk menuntut hak-haknya terkait perceraian atau nafkah.
- Kesulitan dalam hak waris: Anak dari pernikahan siri dapat kehilangan hak warisnya di mata hukum negara.
- Potensi terjadinya pelanggaran dan penelantaran: Pernikahan siri dapat membuka peluang terjadinya pelecehan seksual dan penelantaran, karena suami tidak memiliki kewajiban formal untuk menafkahi istri dan anak.
Pandangan dan fatwa terkait nikah siri
- Pandangan hukum agama: Ulama fikih Islam memandang nikah siri sah jika memenuhi semua rukun nikah. Namun, nikah siri menjadi haram apabila menimbulkan kerugian atau kemudaratan yang besar.
- Pandangan hukum negara: Dalam pandangan fikih Islam, nikah siri tetap dianggap sah jika rukun nikah terpenuhi. Namun, para ulama mengharamkannya apabila praktik tersebut menimbulkan kemudaratan (kerugian) yang besar.
- Fatwa MUI: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 10 Tahun 2008. Fatwa tersebut menegaskan status nikah siri. Pernikahan siri yang tidak dicatatkan secara resmi tetap dianggap sah secara agama. Namun, MUI mengharamkan nikah siri jika menimbulkan kemudaratan atau kerugian. Oleh karena itu, MUI menganggap pencatatan pernikahan penting.
Hukum nikah siri menurut agama
- Sah jika memenuhi rukun dan syarat: Secara umum, masyarakat atau otoritas agama menganggap nikah siri sah secara agama asalkan rukun dan syarat pernikahan Islam terpenuhi, yang meliputi adanya calon mempelai, wali, dua saksi, dan ijab kabul.
- Pentingnya wali dan izin: Dalam pandangan mayoritas ulama, pernikahan tanpa izin wali hukumnya batal karena pernikahan memerlukan wali.
Hukum nikah siri menurut negara
- Tidak sah secara hukum: Instansi yang berwenang (KUA atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) tidak mencatatkan, sehingga pemerintah Indonesia tidak mengakui nikah siri secara hukum.
- Tidak memiliki kekuatan hukum: Pernikahan siri tidak dicatat secara resmi. Oleh karena itu, pernikahan tersebut tidak memberikan akta nikah dan hak-hak legal layaknya pernikahan resmi.
- Mengabaikan Pasal 2 UU Perkawinan: Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 secara tegas menyatakan kewajiban pencatatan pernikahan. Konsekuensinya, pelaku pernikahan yang tidak tercatat telah melanggar pasal yang berlaku.
Akibat hukum nikah siri
- Tidak memiliki perlindungan hukum: Pasangan tidak memiliki perlindungan hukum formal dan kesulitan dalam menuntut hak jika terjadi masalah.
- Masalah legalitas: Anak yang lahir dari pernikahan siri bisa menghadapi kendala dalam pengurusan dokumen resmi seperti Akta Kelahiran, meskipun demikian, anak tetap memiliki hubungan hukum dengan ayahnya berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap anak.
- Potensi masalah pidana: Tergantung situasinya, salah satu pihak bisa menghadapi masalah pidana seperti tuduhan perzinaan, seperti tercantum dalam Pasal 284 KUHP lama atau Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023.
Cara mengesahkan nikah siri
- Itsbat nikah: Mengajukan permohonan itsbat nikah (pengesahan nikah) ke Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam.
- Pendaftaran di KUA atau Catatan Sipil: Setelah itsbat nikah atau jika belum pernah menikah, pasangan bisa langsung mendaftarkan pernikahan ke KUA atau Catatan Sipil sesuai agamanya.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
