SURAU.CO. Pernyataan bahwa balas dendam menjadikan dirinya hina mencerminkan pandangan filosofis dan etis yang mendalam. Pandangan ini membahas sifat tindakan membalas dendam. Pandangan ini juga membahas konsekuensi dari tindakan tersebut. Selanjutnya, beberapa alasan kunci mendasari pandangan ini. Alasan-alasan kunci tersebut menurunkan standar moral pelakunya. Selain itu, saat seseorang membalas dendam, ia sering kali harus melakukan tindakan yang sebelumnya mungkin ia anggap salah atau tidak etis. Ia menyamakan dirinya dengan perilaku buruk yang dilakukan oleh pelaku awal. Tindakan tersebut merendahkan standar moralnya sendiri.
Balas dendam cenderung menciptakan siklus kekerasan atau kerugian yang tidak pernah berakhir. Selanjutnya, tindakan pembalasan sering memicu pembalasan balik, menciptakan spiral konflik yang berkelanjutan dan merusak bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, fokus berlebihan pada pembalasan dendam dapat menghabiskan energi emosional dan mental seseorang. Hal ini dapat menghalangi kemampuan untuk move on, memaafkan, atau menemukan kedamaian, menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan bagi orang yang menyimpan dendam.
Sebaliknya, seseorang sering menganggap tindakan memaafkan sebagai tanda kekuatan batin dan kematangan emosional. Memaafkan memungkinkan korban untuk melepaskan beban kebencian dan mengambil kembali kendali atas kebahagiaannya, alih-alih membiarkan tindak kejahatan awal terus mendikte hidupnya. Secara keseluruhan, pernyataan tersebut menekankan bahwa balas dendam, alih-alih memberikan keadilan atau kepuasan sejati, justru menjebak pelakunya dalam kerendahan moral dan penderitaan emosional, sehingga merendahkan martabatnya sendiri.
Balasan Balas Dendam Menurut Islam
Perspektif Islam memandang tindakan balas dendam sebagai sesuatu yang terhina. Tindakan balas dendam menjadikan pelakunya terhina. Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip pemaafan, kesabaran, dan keadilan. Al-Qur’an dan Sunnah mengajarkan prinsip-prinsip pemaafan, kesabaran, dan keadilan tersebut. Beberapa alasan mengapa balas dendam dianggap merendahkan dalam Islam meliputi:
- Melawan Ajaran Pemaafan: Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memaafkan kesalahan orang lain. Al-Qur’an memuji sifat pemaaf dan menganggapnya sebagai tanda kekuatan spiritual, bukan kelemahan. Rasulullah SAW sendiri adalah teladan utama dalam memaafkan musuh-musuhnya setelah penaklukan Mekah.
- Ketidakadilan: Balas dendam sering kali melebihi batas kesalahan awal, yang mengarah pada siklus kekerasan dan ketidakadilan yang tidak berkesudahan. Islam mengajarkan pembalasan yang setimpal (qisas) dalam kerangka hukum yang ditetapkan oleh pengadilan. Ajaran ini menekankan pentingnya proses hukum.
- Merusak Hati dan Jiwa: Seseorang yang memendam dendam akan mengeraskan hatinya dan menimbulkan kebencian. Dendam juga mengganggu ketenangan jiwa orang tersebut. Hal ini berlawanan dengan tujuan Islam untuk mencapai kedamaian batin (sakinah) dan hidup yang harmonis.
- Menunjukkan Kelemahan Emosional: Seseorang menganggap kemampuan mengendalikan amarah sebagai tanda kedewasaan. Seseorang menganggap tindakan memaafkan sebagai tanda kekuatan iman yang sejati. Keinginan balas dendam menunjukkan kelemahan. Seseorang membiarkan diri dikuasai keinginan balas dendam. Hal itu menunjukkan seseorang mengelola emosi dengan lemah.
Sebagai gantinya, Islam mendorong umatnya untuk menyelesaikan konflik melalui dialog, mencari keadilan melalui jalur hukum yang benar, dan yang terpenting, bersabar serta menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT . Tindakan pemaafan, meskipun sulit, justru mengangkat derajat seseorang di mata Allah dan masyarakat.
Nilai-nilai etika menganggap balas dendam menghinakan (atau kurang mulia)
Islam memberikan hak kepada seseorang untuk membalas kezaliman yang setimpal (prinsip qisas). Umat Islam menganjurkan tindakan memaafkan dan menahan diri dari dendam. Tindakan memaafkan dan menahan diri dari dendam menjadikan seseorang mulia. Ajaran Islam memahami konsep balas dendam yang menghinakan dari beberapa perspektif. Ajaran Islam mendorong umatnya untuk memilih jalan pemaafan daripada pembalasan dendam. Memaafkan kesalahan orang lain meninggikan derajat seseorang di mata agama.
- Menunjukkan Kelemahan Nafsu: Dendam menguasai orang. Amarah dan nafsu rendah mengendalikan seseorang. Hal ini melemahkan martabat diri.
- Menjauhkan dari Sifat Rasulullah SAW: Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama umat Islam. Beliau tidak pernah membalas dendam untuk kepentingan dirinya sendiri. Padahal, beliau memiliki kekuasaan untuk melakukan hal tersebut. Mengikuti akhlak beliau adalah bentuk kemuliaan tertinggi bagi seorang Muslim.
- Merusak Kesehatan Mental dan Fisik: Orang mengibaratkan dendam seperti racun dalam diri sendiri. Memendam amarah dan keinginan membalas dendam secara psikologis dan fisik merugikan pelakunya (memicu stres, penyakit jantung, dll.), yang pada akhirnya merendahkan kualitas hidupnya sendiri.
- Memperpanjang Rantai Keburukan: Balas dendam cenderung menciptakan siklus permusuhan tanpa akhir. Dengan memaafkan, seseorang memutus rantai keburukan tersebut, menunjukkan kekuatan karakter yang lebih tinggi.
- Kesempatan Meraih Kemuliaan dari Allah: Allah SWT memuji hamba-Nya yang pemaaf. Memaafkan merupakan wujud ketaatan dan kesabaran, yang mendatangkan pahala dan kedudukan mulia di sisi Allah, jauh lebih tinggi daripada kepuasan sesaat akibat balas dendam.
Ada yang menganjurkan alternatif balas dendam
Islam tidak melarang penegakan keadilan, tetapi mengarahkan umatnya pada cara yang lebih bermartabat:
- Memaafkan: Ini adalah pilihan terbaik dan paling mulia di mata Allah.
- Balasan Setimpal (Qisas) dalam Konteks Hukum: Kita harus menggunakan hak untuk membalas secara setimpal dan tidak berlebihan. Umumnya, jalur hukum yang adil mengurus penggunaan hak tersebut. Proses ini mencegah timbulnya kezaliman baru.
- Menjadikan Diri Lebih Baik: Menurut Ali bin Abi Thalib RA, balas dendam terbaik adalah dengan menjadikan diri kita lebih baik daripada orang yang menzalimi kita.
Secara ringkas, Islam memandang bahwa meninggalkan dendam adalah manifestasi dari kekuatan spiritual, kesabaran, dan akhlak mulia yang justru mengangkat derajat seseorang, sementara terlarut dalam dendam dan amarah akan menurunkan martabatnya. (mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
