Opinion
Beranda » Berita » Muhammadiyah: Persyarikatan Aset Melimpah Warisan Sang Pencerah

Muhammadiyah: Persyarikatan Aset Melimpah Warisan Sang Pencerah

Muhammadiyah: Persyarikatan Aset Melimpah Warisan Sang Pencerah
Muhammadiyah: Persyarikatan Aset Melimpah Warisan Sang Pencerah

 

SURAU.CO – SKEMA (Sketsa Masyarakat). Muhammadiyah berulang tahun ke-113 pada 18 November 2025. Seandainya Kiai Haji Ahmad Dahlan, sang pendiri–masih hidup, beliau pasti tak akan percaya melihat persyarikatan yang didirikannya dengan susah payah sampai menjual perabot rumah tangga agar bisa membayar gaji para guru, saat ini merupakan ormas keagamaan terkaya keempat di muka bumi.

Data Seasia Stats (Oktober 2025) menunjukkan empat besar organisasi keagamaan terkaya di dunia adalah The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saints (Amerika Serikat, total aset Rp4.300 – Rp4.400 triliun), The Catholic Church in Germany (Jerman, Rp785 – Rp1.000 triliun), Tirumala Tirupati Devasthanams (India, Rp505 – Rp517 triliun), dan Muhammadiyah (Indonesia, Rp464 triliun atau USD 27,96 miliar).  Data ini memvalidasi Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan termakmur di tanah air.

Estimasi total aset gigantik ini berdasarkan nilai valuasi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di dalam dan luar negeri. Perinciannya: luas tanah Muhammadiyah 214,7 juta meter persegi, aset wakaf di 20.465 lokasi, 5.345 Sekolah/Madrasah (SD–SMA/MA/SMK), 440 Pesantren, 172 Perguruan Tinggi, 122 Rumah Sakit, 231 Klinik, 1.012 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), Panti Asuhan & Panti Jompo, 1 Bank Syariah Matahari (BPRS Matahari), dan 1 Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) sebagai Emergency Medical Team (EMT) pertama di Indonesia yang terverifikasi standar internasional WHO (Oktober 2025).

Penting dipahami bahwa semua aset ini bukan kekayaan pribadi pengurus melainkan aset persyarikatan (organisasi) yang dikelola profesional untuk melayani kebutuhan masyarakat Indonesia, bukan hanya umat Islam di bidang pendidikan, kesehatan, dan sektor sosial lainnya, dengan prinsip nirlaba.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Para pengurus Muhammadiyah, dari tingkat pusat sampai level terendah, selalu memegang teguh wasiat KH Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan cari penghidupan di Muhammadiyah.”

Cendikiawan Indonesia Terkemuka

Beberapa bulan menjelang Pilpres 2024, pada satu siang saya dan istri melintas di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Kami mampir di Soto Kudus Blok M yang betapa uniknya beralamat di Jalan KH Ahmad Dahlan!.

Pada salah satu meja, saya melihat seorang lelaki sedang makan seorang diri: Abe Mu’ti. Nama lengkapnya? Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022–2027. Saya datangi mejanya dan memberi salam, “Prof. Abe?”

Beliau mendongakkan wajah, menjawab ramah. “Mas Akmal? Sudah dapat meja?” katanya sembari melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan yang penuh karena jam makan siang. “Sharing meja saja dengan saya ya?” lanjutnya seraya berdiri dan menganggukkan kepala kepada istri saya, memperkenalkan diri lebih dulu.

Saya tentu saja tak melewatkan tawaran duduk semeja dengan salah seorang cendekiawan Indonesia terkemuka saat ini yang selalu tampil sederhana. Sembari mengunyah soto yang berkuah, obrolan kami mundur ke periode 2009-2010 ketika saya menggarap novel sejarah Sang Pencerah: Novelisasi Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Prof. Abe adalah pembahas saat historical novel itu diluncurkan di toko buku Toga Mas, Yogyakarta, di sela-sela kesibukannya mengikuti Muktamar Muhammadiyah ke-46 pada 3-8 Juli 2010. Ruang Toga Mas yang terbatas diluberi ratusan anggota Muhammadiyah dari berbagai daerah tanah air dan utusan luar negeri yang antusias. Apalagi pembicara selain saya adalah Hanung Bramantyo, sutradara film Sang Pencerah yang saat itu baru akan tayang nasional.

Prof. Abe memuji kedalaman riset yang saya lakukan. Namun setelah mendengar uraiannya yang komprehensif, saya merasa beliau yang sesungguhnya lebih pantas menjadi penulis Sang Pencerah. Pengetahuannya tentang KH Ahmad Dahlan sangat luas. Beliau pun sudah memiliki kartu anggota Muhammadiyah sejak 1994 dan pernah menjadi Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah periode 2002 – 2006.

Karya Penting Untuk Umat

Saya sendiri kendati  pernah menjadi murid SD Muhammadiyah 6 Tebet Timur, Jakarta Selatan (1973 – 1980, era Ketua Umum KH A.R. Fachruddin), namun tak pernah punya kartu anggota karena tak pernah mendaftarkan diri menjadi anggota resmi Muhammadiyah.

Sang Pencerah, sebagai novel dan film digodok mulai 2009. Pada satu malam, saya yang masih menjadi wartawan majalah Tempo dikontak Gangsar Sukrisno, GM Bentang Pustaka. Kami bertemu di MP Book Point, Jeruk Purut, toko buku kelompok usaha Mizan dimana Bentang Pustaka merupakan salah satu lini usaha (imprint) mereka. Ketika saya datang sudah ada Hanung Bramantyo di sana.

Ringkas cerita, Hanung lahir dan besar di Yogyakarta tinggal di dekat Kauman, wilayah domisili Kiai Dahlan. Ayah Hanung pernah menjadi pengurus Muhammadiyah setempat. Hanung sendiri alumni SMA Muhammadiyah I, Prambanan, Yogyakarta. Hanung menyodorkan ide menantang adrenalin, “Bagaimana kalau kita membuat karya tentang Kiai Dahlan? Masih ada waktu sekitar satu tahun sebelum muktamar tahun depan. Muktamar satu abad. Mas Akmal menulis novelnya, saya membuat filmnya.”

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Begitu naskah final yang saya tulis dibaca Haidar Bagir, pendiri dan Presiden Direktur Grup Mizan, beliau berkomentar kepada Gangsar Sukrisno. “Kris, terbitkan di bawah brand Penerbit Mizan bukan anak usaha. KH Ahmad Dahlan adalah ulama besar Indonesia. Ini karya penting untuk umat,” ujarnya. Pada Mei 2010, novel itu terbit dan tersedia di rak toko buku se-Indonesia.

Persembahan Muhammadiyah

Dua bulan kemudian, Juli 2010, digelar gala premiere film berjudul sama karya Hanung Bramantyo di Epicentrum XXI, Kuningan. Film yang siap ditonton masyarakat sebagai persembahan bagi Satu Abad Muhammadiyah dalam perhitungan kalender tahun hijriyah (1331 – 1431 H).

Pada Maret 2011, novel Sang Pencerah mendapat penghargaan sebagai Buku Utama Terbaik Islamic Book Fair, berdasarkan keputusan dewan juri yang diketuai Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (saat itu Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Adapun Prof. Dr. Abdul Mu’ti, sejak Oktober 2024 mendapat amanah Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Salah seorang menteri paling sederhana di Kabinet Merah Putih berdasarkan dokumen e-LHKPN yang tercatat di KPK.

Dimulai Dengan Pendidikan Sederhana

Muhammadiyah berulang tahun ke-113 dalam perhitungan Masehi (atau 116 tahun dalam kalender Hijriyah). Dimulai dengan pendidikan sederhana yang diinisiasi KH Ahmad Dahlan (1886–1923) untuk anak-anak tetangga dan warga sekitarnya.

Metode pendidikannya tak kalah sederhana, hanya mengulang-ulang Surat Al-Ma’un kepada murid-murid pertamanya. Inti dari “Teologi Al-Ma’un” adalah esensi ibadah harus diwujudkan dalam praktik sosial yang nyata: membantu kaum duafa, mendirikan institusi pendidikan, pelayanan sosial, tidak kikir kepada sesama dan tidak riya’ (flexing) dalam menjalankan ibadah.

Begitu pentingnya nilai-nilai ini bagi Kiai Dahlan sehingga membuat beliau mengulang-ulang, berbulan-bulan, kepada para murid hingga membuat mereka bosan. “Kapan kita belajar kajian lainnya, Kiai?” tanya salah seorang dari mereka.

Kiai Dahlan menjawab lembut, “Sudahkah kalian menjalankan isi Surat Al-Ma’un ini dalam kehidupan sehari-hari?” Para murid terdiam, menunjukkan wajah, tak ada yang mampu menjawab.

113 tahun lalu pertanyaan sederhana itu hanya terdengar di dalam Langgar Kidul semacam musholla sederhana dalam kultur Jawa. Tetapi lebih seabad kemudian di era digital penuh disrupsi sekarang, pertanyaan Kiai Dahlan semakin terasa relevansinya.

“Kita, Muhammadiyah, terus berkomitmen untuk bersama pemerintah dan seluruh komponen bangsa melakukan usaha-usaha di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan kesehatan agar ada progres yang lebih maju di bidang kesejahteraan bangsa,” ujar Prof. Dr. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam syukuran acara di Bandung.

Selamat ulang tahun, Muhammadiyah. Teruslah merawat dan mengembangkan manfaat warisan luhur Sang Pencerah.

Jakarta, 19 November 2025. novel sejarah Sang Pencerah: Novelisasi Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah (Mizan, 2010). Tanggapan atas tulisan ini bisa dikirimkan ke alamat kami. (Akmal Nasery Basral)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement