Opinion
Beranda ยป Berita ยป Demokrasi Sejak Dua Ribuan Tahun Lalu, Menipu?

Demokrasi Sejak Dua Ribuan Tahun Lalu, Menipu?

Demokrasi Sejak Dua Ribuan Tahun Lalu, Menipu?
Demokrasi Sejak Dua Ribuan Tahun Lalu, Menipu?

 

SURAU.CO – Hari ini, berapa kali kamu ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ด๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ baik secara langsung maupun di dunia digital? Berapa kali ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด๐˜ข ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ karena himpitan ekonomi, utang, dan kebutuhan hidup yang terus menekan?

Dan Berapa kali ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ด๐˜ช ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฃ๐˜ข๐˜ต yang ditangkap oleh pejabat lain, tapi semuanya tetap di bawah bendera โ€œdemokrasiโ€? Berapa kali pula hari ini ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ช-๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ซ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฏ negeri ini program-program โ€œharapan baruโ€ yang tak pernah benar-benar terasa di lapangan?

Sudah berapa sering kali ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ๐˜บ๐˜ข๐˜ต ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ด, sementara segelintir orang memonopoli kekayaan bangsa dengan nama pembangunan? Pernahkah kamu berpikir, Apakah semua ini hal baru?

Ilusi Keadilan

๐˜ˆ๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ด๐˜ต๐˜ณ๐˜ถ ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฉ ๐˜ต๐˜ข๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ญ๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ฌ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ซ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜จ๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ด๐˜ข, setelah kewajiban syariat Islam yang semula termaktub dalam dasar negara dikhianati dengan dihapus dan diganti menjadi Pancasila, sehari setelah pembacaan teks Proklamasi 17 Agustus 1945 oleh tokoh sekulerisme demokrasi?

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Atau bahkan, sejak 2.500 tahun lalu ketika demokrasi pertama kali lahir adakah satu pun fakta sejarah yang menunjukkan rakyat hidup sejahtera, adil, cerdas, bahagia, tanpa maksiat dan keputusasaan?

Ataukah sejak dahulu hingga kini, demokrasi hanyalah panggung sandiwara di mana rakyat menjadi penonton yang rela ditindas, kekayaannya dirampas, aset bangsanya dijual, dan hidupnya terus dipajaki?

Pernahkah kamu berpikir bahwa demokrasi hanyalah ilusi keadilan, sebuah tipuan yang rapi, agar rakyat tetap percaya bahwa mereka berkuasa, padahal kekuasaan itu sudah lama dirampas?

Kepentingan Penguasa dan Pemilik Modal

Sejak awal kelahirannya, demokrasi dijanjikan sebagai jalan menuju keadilan โ€œkekuasaan di tangan rakyat.โ€
Namun, lihatlah kenyataannya hari ini.
Apakah benar rakyat yang berkuasa?
Ataukah segelintir elit yang pandai memainkan suara rakyat untuk melanggengkan kekuasaannya?

Demokrasi seolah memberi pilihan, padahal pilihan itu sudah ditentukan.
Ia menjanjikan kebebasan, tapi kebebasan itu hanya sebatas yang tidak mengganggu kepentingan penguasa dan pemilik modal.
Ia berbicara tentang keadilan, tapi keadilan itu hanya untuk mereka yang mampu membeli hukum. ๐——๐—ฎ๐—ป ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐˜†๐—ฎ๐˜? Tetap menjadi objek, bukan subjek. Tetap menjadi penonton, bukan pemain, ribuan tahun takyat jadi korban.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Lihatlah bagaimana sistem ini memelihara kemiskinan, bukan menghapusnya.
Ia menciptakan kesenjangan, lalu menutupi luka itu dengan jargon โ€œpertumbuhan ekonomi.โ€ Ia menjerat rakyat dengan pajak, utang, dan harga kebutuhan yang terus naik sementara mereka yang duduk di kursi kekuasaan hidup dari keringat orang-orang yang mereka tindas.

Dan ketika rakyat mulai bersuara, demokrasi menunjukkan wajah aslinya:
ia menuduh rakyat โ€œradikal,โ€ ia membungkam dengan dalih โ€œkeamanan,โ€ ia memenjarakan dengan alasan โ€œmelawan hukum.โ€

Meninggalkan Jejak Darah Di Setiap Benua

Di sinilah kebohongan itu terungkap
bahwa demokrasi tidak pernah benar-benar milik rakyat. Ia hanyalah alat untuk menenangkan amarah rakyat, sebuah sistem yang dirancang agar manusia merasa berkuasa,
padahal kendali sejatinya berada di tangan segelintir orang yang tak terlihat.

๐’๐ฎ๐๐š๐ก ๐Ÿ.๐Ÿ“๐ŸŽ๐ŸŽ ๐ญ๐š๐ก๐ฎ๐ง ๐ฆ๐š๐ง๐ฎ๐ฌ๐ข๐š ๐ฆ๐ž๐ฆ๐ฉ๐ž๐ซ๐œ๐š๐ฒ๐š๐ข ๐ฆ๐ข๐ฆ๐ฉ๐ข ๐ข๐ง๐ข, mimpi tentang suara rakyat, tentang kebebasan, tentang keadilan.
Namun sejarah berbicara lain: ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐˜€๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ถ ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐˜€๐—ฎ ๐—ท๐—ฎ๐˜๐˜‚๐—ต ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด, ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป, ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ธ๐—ฒ๐—ต๐—ฎ๐—ป๐—ฐ๐˜‚๐—ฟ๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—บ๐˜‚๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜€ ๐—ป๐—ฎ๐—บ๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ธ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ.

Selama lebih dari ๐˜€๐—ฎ๐˜๐˜‚ ๐—ฎ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฑ, ๐—ธ๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ธ๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ธ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—ธ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ๐˜€๐—บ๐—ฒ ๐—ฑ๐—ถ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ฎ๐˜ ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ ๐—ฝ๐˜‚๐—ป๐—ฐ๐—ฎ๐—ธ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐—ผ๐—ฑ๐—ฒ๐—ฟ๐—ป, dunia justru menyaksikan tragedi terbesar dalam sejarah manusia. ๐—Ÿ๐—ฒ๐—ฏ๐—ถ๐—ต ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐Ÿฏ๐Ÿฌ๐Ÿฌ ๐—ท๐˜‚๐˜๐—ฎ ๐—ท๐—ถ๐˜„๐—ฎ ๐—บ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ, ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ข๐˜ญ๐˜ช๐˜ด๐˜ฎ๐˜ฆ, ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ช๐˜ต๐˜ช๐˜ฌ, ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด๐˜ช ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ช ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ช๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ด๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช. Dua perang dunia, invasi atas nama ๐—ธ๐—ฒ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป, ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜€ ๐—ป๐—ฎ๐—บ๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ธ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐˜๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ฎ๐—น๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ท๐—ฒ๐—ท๐—ฎ๐—ธ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ต ๐—ฑ๐—ถ ๐˜€๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ฎ๐—ฝ ๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐˜‚๐—ฎ.

Dan itu belum termasuk ๐—ท๐˜‚๐˜๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ท๐—ถ๐˜„๐—ฎ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ถ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜€๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ฎ๐—ฝ ๐˜๐—ฎ๐—ต๐˜‚๐—ป ๐˜€๐—ฎ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐—ถ ๐—ต๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐—ถ๐—ป๐—ถ bukan karena peluru, tetapi karena kehancuran moral dan spiritual. Dari ๐—ธ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป, ๐—ฒ๐—ธ๐˜€๐—ฝ๐—น๐—ผ๐—ถ๐˜๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐—ฒ๐—ธ๐—ผ๐—ป๐—ผ๐—บ๐—ถ, ๐—›๐—œ๐—ฉ, ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐˜‡๐—ถ๐—ป๐—ฎ๐—ต๐—ฎ๐—ป, ๐—ป๐—ฎ๐—ฟ๐—ธ๐—ผ๐—ฏ๐—ฎ, ๐—ต๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ด๐—ฎ ๐—ฏ๐˜‚๐—ป๐˜‚๐—ต ๐—ฑ๐—ถ๐—ฟ๐—ถ semua menjadi gejala dari sistem yang memisahkan manusia dari nilai-nilai ketuhanan.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Melahirkan Generasi yang Kehilangan Arah

Ironisnya, semua itu terjadi di bawah panji yang mengaku membawa kemajuan dan kemanusiaan. Namun di balik slogan โ€œhak asasiโ€ dan โ€œkebebasan,โ€ tersimpan fakta bahwa sekularisme dan demokrasi telah melahirkan generasi yang kehilangan arah hidup, kehilangan makna, dan kehilangan jiwanya sendiri.

Barangkali inilah tragedi terbesar umat manusia ketika mereka percaya bahwa kebebasan adalah kebenaran, padahal kebebasan tanpa arah hanyalah bentuk lain dari perbudakan. Kita diperintahkan memilih, namun yang kita pilih hanyalah wajah-wajah berbeda dari sistem yang sama.

Juga Kita disuruh bersuara, namun suara kita tenggelam dalam lautan kepentingan mereka yang punya kuasa dan harta.

Kita diajak percaya bahwa nasib bangsa ada di tangan rakyat, padahal keputusan sudah lama ditulis di ruang rapat yang tak pernah kita masuki.

Demokrasi, dalam wajahnya yang paling halus, bukan lagi sekadar sistem politik ia telah menjadi agama baru yang menuhankan suara mayoritas, dan menghapus nilai kebenaran yang hakiki.
Ia menempatkan โ€œangkaโ€ di atas โ€œnurani,โ€
dan โ€œkepentinganโ€ di atas โ€œkeadilan.โ€

Rakyat Hanya Menjadi Penonton Demokrasi

Maka jangan heran jika hari ini kita hidup dalam dunia yang semakin bebas, namun semakin kehilangan makna.
Semakin banyak bicara tentang hak asasi,
namun semakin sedikit yang benar-benar memahami tanggung jawab.

Semakin banyak pemimpin yang terpilih,
namun semakin sedikit yang memimpin dengan hati. Dan rakyat yang katanya pemilik kedaulatan tertinggi kini hanya menjadi penonton dalam teater besar bernama demokrasi. Mereka bertepuk tangan setiap lima tahun sekali, menyaksikan aktor-aktor baru naik panggung. Sementara naskahnya tetap sama dan ojeknya juga tetap penindasan rakyat.

Mungkin sudah saatnya kita berhenti memuja demokrasi, dan mulai bertanya:
apa arti โ€œ๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ๐—นโ€? apa arti โ€œ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐˜€โ€? dan apa arti โ€œ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฑ๐—ฎ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐˜โ€? Bukan dalam definisi yang diwariskan sistem ini, tetapi dalam makna yang sejati. B๐˜ข๐˜ฉ๐˜ธ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ต๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ข, ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ถ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข๐˜ฌ.

Sebab jika kebenaran bisa ditentukan oleh mayoritas, maka kebenaran tak pernah benar. Dan ๐—ท๐—ถ๐—ธ๐—ฎ ๐—ธ๐—ฒ๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ๐—น๐—ฎ๐—ป ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ด๐—ฎ๐—ป๐˜๐˜‚๐—ป๐—ด ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐˜€๐—ถ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ธ๐˜‚๐—ฎ๐˜€๐—ฎ, ๐—บ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐˜†๐—ฎ๐˜ ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ถ๐—ฝ๐˜‚ ๐—ผ๐—น๐—ฒ๐—ต ๐—ถ๐—น๐˜‚๐˜€๐—ถ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—บ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐˜‚๐˜ โ€œ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ธ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ.โ€

Ancaman Demokrasi Sekulerisme

Namun kini, pertanyaan itu kembali kepada kita: Sampai kapan ๐—ธ๐—ฎ๐—บ๐˜‚ ๐—บ๐—ฎ๐˜‚ ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐˜‚๐˜€ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ ๐—ธ๐—ผ๐—ฟ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—ป๐—ฑ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ธ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ. Dan menjadi bagian dari ๐‘ ๐˜ช๐‘ ๐˜ต๐‘’๐˜ฎ ๐˜บ๐‘Ž๐˜ฏ๐‘” ๐‘š๐˜ฆ๐‘™๐˜ขโ„Ž๐˜ช๐‘Ÿ๐˜ฌ๐‘Ž๐˜ฏ ๐˜ฑ๐‘’๐˜ณ๐‘Ž๐˜ฏ๐‘”, ๐˜ฌ๐‘’๐˜ญ๐‘Ž๐˜ฑ๐‘Ž๐˜ณ๐‘Ž๐˜ฏ, ๐‘˜๐˜ฆ๐‘Ÿ๐˜ถ๐‘ ๐˜ข๐‘˜๐˜ข๐‘› ๐‘š๐˜ฐ๐‘Ÿ๐˜ข๐‘™, ๐˜ฅ๐‘Ž๐˜ฏ ๐˜ฌ๐‘’๐˜ฉ๐‘Ž๐˜ฏ๐‘๐˜ถ๐‘Ÿ๐˜ข๐‘› ๐‘ ๐˜ฑ๐‘–๐˜ณ๐‘–๐˜ต๐‘ข๐˜ข๐‘™ ๐‘ข๐˜ฎ๐‘Ž๐˜ต ๐˜ฎ๐‘Ž๐˜ฏ๐‘ข๐˜ด๐‘–๐˜ข?

Sampai kapan ๐—ธ๐—ฎ๐—บ๐˜‚ ๐—บ๐—ฎ๐˜‚ ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐—ฎ๐—ฑ๐—ถ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ฑ๐˜‚๐—ธ๐˜‚๐—ป๐—ด ๐—ถ๐—ฑ๐—ฒ๐—ผ๐—น๐—ผ๐—ด๐—ถ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—บ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ป๐˜‚๐—ต ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐˜‚๐˜€๐—ถ๐—ฎ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—น ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐—ฏ๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐—ฟ ๐˜€๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ป๐—ท๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜€๐—ฒ๐—ท๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ต ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐˜‚๐˜€๐—ถ๐—ฎ dibumi. Dan membunuh secara perlahan membunuh nurani, membunuh nilai, dan membunuh kesadaran akan kebenaran sejati?

Apakah kita masih akan terus percaya pada janji manis demokrasi. Atau mulai mencari jalan lain yang benar-benar adil dan berpihak pada kehidupan?

๐๐š๐ ๐š๐ข๐ฆ๐š๐ง๐š ๐ฆ๐ž๐ง๐ฎ๐ซ๐ฎ๐ญ๐ฆ๐ฎ? ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ต ๐—ฑ๐—ฒ๐—บ๐—ผ๐—ธ๐—ฟ๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐—ถ๐—ต ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ฎ๐—ธ ๐—ฑ๐—ถ๐—ฝ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฐ๐—ฎ๐˜†๐—ฎ, atau ๐˜€๐˜‚๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐˜€๐—ฎ๐—ฎ๐˜๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—ธ๐—ถ๐˜๐—ฎ ๐—บ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—ธ๐—ฎ ๐—บ๐—ฎ๐˜๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฟ๐—ถ ๐—ถ๐—น๐˜‚๐˜€๐—ถ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—บ๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—ฝ๐˜‚ ๐—ฑ๐˜‚๐—ป๐—ถ๐—ฎ ๐˜€๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—บ๐—ฎ ๐Ÿฎ.๐Ÿฑ๐Ÿฌ๐Ÿฌ ๐˜๐—ฎ๐—ต๐˜‚๐—ป?

Saat nya kita mengambil sikap tegas agar selamat dari ancaman demokrasi sekulerisme selama ini. Dan tinggalkan jawaban dikolom komentar atas pendapatnya sesuai pertanyaan diatas? Jangan lupa dibagikan tulisan ini untuk membangunkan kesadaran kita bersama dari pengaruh virus pemikiran demokrasi sekulerisasi yang membutakan akal. (Rahmat Daily)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

ร— Advertisement
ร— Advertisement