Khazanah
Beranda » Berita » Doa dan Dzikir dalam Kitab Bahjatul Wasail: Rahasia Kedekatan dengan Allah

Doa dan Dzikir dalam Kitab Bahjatul Wasail: Rahasia Kedekatan dengan Allah

ulama berdoa & berdzikir dalam suasana malam yang tenang
Ilustrasi reflektif yang menggambarkan suasana batin tenang saat seorang hamba berdzikir di tengah kesunyian.

Surau.co. Doa dan dzikir dalam Bahjatul Wasail karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani tidak hanya menjadi ritual lisan, tetapi berubah menjadi jalan menuju keheningan hati dan kedekatan sejati dengan Allah. Sejak dahulu, umat Islam memaknai doa sebagai dialog spiritual antara hamba dan Sang Pencipta. Sementara itu, dzikir menjadi getaran batin yang terus menghidupkan hati agar selalu hadir dalam ingatan Ilahi. Karena itu, dalam kehidupan modern yang sibuk dan penuh distraksi, kedua amalan ini tampil sebagai oase spiritual yang menenangkan.

Syekh Nawawi menulis dengan kelembutan sufistik dan membimbing pembacanya untuk benar-benar menghayati setiap lafaz yang diucapkan. Beliau meyakini bahwa doa tanpa kesadaran hati hanya menjadi suara kosong yang hilang diterpa angin.

Beliau mengutip:

قال الشيخ محمد بن نواوي:
“الدعاء هو عبادة القلب قبل اللسان، فمن خلا قلبه من الخشوع، لم يُستجب له.”
Syekh Muhammad Nawawi berkata: “Doa adalah ibadah hati sebelum lisan; siapa yang hatinya kosong dari kekhusyukan, maka doanya tidak akan dikabulkan.”

Pesan ini, tentu saja, menegaskan bahwa kedekatan kepada Allah tidak bergantung pada panjangnya doa, melainkan pada kedalaman hati yang memohon dengan penuh ketundukan.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Doa sebagai Cermin Keikhlasan dan Harapan

Dalam Bahjatul Wasail, doa dipahami bukan sekadar permintaan, tetapi juga bentuk pengakuan bahwa manusia lemah dan Allah Maha Kuasa. Ketika seseorang menadahkan tangan lalu berbisik lirih dalam keheningan malam, ia sebenarnya sedang meneguhkan kembali kebergantungannya kepada Sang Pencipta.

Syekh Nawawi menegaskan:

وقال في بهجة الوسائل:
“من دعا الله مخلصًا من قلبه، فليثق أن الله لا يرد دعاءه، وإن تأخر الجواب لحكمة.”
Beliau berkata: “Siapa yang berdoa kepada Allah dengan ikhlas dari hatinya, hendaklah ia yakin bahwa Allah tidak akan menolak doanya, meskipun jawaban datang terlambat karena hikmah.”

Melalui kutipan ini, Syekh Nawawi mengajak kita belajar sabar dalam berdoa. Tidak semua permintaan terwujud seketika. Terkadang, penundaan justru memberikan ruang bagi seseorang untuk tumbuh secara spiritual.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai kondisi itu. Banyak orang merasa doanya “tidak dikabulkan,” padahal Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik. Seperti petani yang menunggu hujan, ia tetap merawat tanamannya sambil percaya bahwa waktunya akan tiba.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Dzikir: Nafas Spiritualitas yang Menghidupkan

Dzikir dalam Bahjatul Wasail digambarkan sebagai amalan yang menghidupkan hati dan menjaga hubungan dengan Allah dalam setiap keadaan. Syekh Nawawi menyebut bahwa dzikir adalah “nafas ruhani” seorang mukmin.

قال في بهجة الوسائل:
“الذاكر لله حيّ وإن كان في المقابر، والغافل ميت وإن كان في الأسواق.”
Syekh Nawawi menulis: “Orang yang berdzikir kepada Allah hidup, meskipun di dalam kubur; sedangkan yang lalai, mati meskipun berada di pasar.”

Ungkapan ini sarat makna filosofis. Dalam hiruk-pikuk dunia, seseorang bisa saja aktif secara fisik namun mati secara spiritual. Karena itu, dzikir menjadi cara efektif untuk membangunkan hati yang terus tertidur oleh urusan dunia.

Selain itu, dzikir tidak hanya dilakukan dengan tasbih. Ia juga hadir sebagai kesadaran yang menghadirkan Allah dalam setiap langkah. Saat bekerja, belajar, berjalan, atau bahkan saat diam — dzikir menjadikan hidup sebagai ibadah yang bernilai.

Kedekatan dengan Allah: Tujuan Akhir dari Doa dan Dzikir

Menurut Syekh Nawawi, puncak dari doa dan dzikir adalah uns billah — rasa tenang karena merasa dekat dengan Allah. Ketika seseorang melatih hatinya dengan kedua amalan tersebut, segala kegelisahan dunia perlahan kehilangan cengkeramannya.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

قال الشيخ محمد نواوي:
“من لازم الذكر والدعاء، وجد لذّة القرب من الله لا يجدها في غيره.”
Syekh Nawawi berkata: “Barang siapa istiqamah dalam dzikir dan doa, ia akan merasakan nikmatnya kedekatan dengan Allah yang tidak ditemukan pada hal lain.”

Fenomena ini tampak jelas dalam kehidupan banyak orang. Sebagian tidak memiliki harta berlimpah tetapi hidup dengan hati yang damai karena mereka dekat dengan Allah. Di sisi lain, ada yang berlimpah kemewahan namun batinnya tetap kosong.

Allah berfirman:

﴿أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat ini sepenuhnya sejalan dengan ajaran Bahjatul Wasail: bahwa ketenangan sejati hanya lahir dari hati yang dipenuhi dzikir, bukan dari gemerlap dunia.

Menghidupkan Tradisi Spiritual di Tengah Modernitas

Dalam konteks kekinian, ajaran Syekh Nawawi terasa sangat relevan. Dunia modern penuh kebisingan informasi dan tekanan hidup. Karena itu, doa dan dzikir berfungsi sebagai ruang sunyi yang menyejukkan jiwa.

Menghidupkan doa berarti membiasakan diri jujur kepada Allah. Sementara itu, menghidupkan dzikir berarti menjaga hati agar tidak hanyut dalam kelalaian. Dengan begitu, setiap detik kehidupan berubah menjadi ibadah yang penuh makna.

Syekh Nawawi kembali mengingatkan:

“الذكر مفتاح الأنوار، والدعاء باب الرحمة، فمن تركهما أُغلق عليه البابان.”
“Dzikir adalah kunci cahaya, dan doa adalah pintu rahmat. Siapa yang meninggalkannya, tertutuplah kedua pintu itu baginya.”

Maka, rahasia kedekatan dengan Allah tidak berada di tempat yang jauh. Ia justru tumbuh dalam keseharian yang kita isi dengan doa dan dzikir.

Penutup: Bahagia dalam Kedekatan dengan Allah

Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani mengajarkan bahwa doa dan dzikir bukan hanya ibadah rutin, tetapi jalan menuju ketenangan batin dan cinta Ilahi. Bila manusia modern kehilangan ruang spiritual, maka ia akan kehilangan arah.

Melalui doa dan dzikir dalam Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi menghadirkan panduan hidup — bukan sekadar kumpulan ajaran — yang mengajak setiap hamba untuk kembali menundukkan hati dan menghidupkan dzikir di tengah hiruk pikuk dunia.

Pada akhirnya, kedekatan dengan Allah bukan sesuatu yang mistik. Ia justru lahir dari kesungguhan hati yang terus berdoa dan mengingat-Nya sepanjang perjalanan hidup.

Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement