Khazanah
Beranda » Berita » Bahjatul Wasail dan Keutamaan Shalat Jamaah: Cahaya di Antara Hamba Beriman

Bahjatul Wasail dan Keutamaan Shalat Jamaah: Cahaya di Antara Hamba Beriman

jamaah shalat di masjid saat senja penuh cahaya
Barisan jamaah shalat berdiri rapat dalam keheningan senja; simbol harmoni, ukhuwah, dan keindahan ibadah.

Surau.co. Setiap sore, di antara cahaya jingga yang menembus jendela masjid, sekelompok orang bergegas menyatukan langkah untuk shalat jamaah. Suara adzan menggema, tangan-tangan terangkat serempak, dan dada-dada yang semula penuh beban dunia mulai terasa lapang. Momen sederhana itu menyimpan rahasia besar. Sebab, ibadah yang dilakukan bersama membawa keberkahan yang jauh lebih luas daripada sekadar menunaikannya sendiri.

Kitab Bahjatul Wasail karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, ulama besar asal Banten pada abad ke-19, menjelaskan bahwa shalat jamaah bukan sekadar ritual kolektif. Lebih dari itu, ia menjadi cermin keterikatan spiritual antara hamba dan Tuhannya, serta antara sesama umat. Sejak awal kitab ini, Syekh Nawawi menegaskan bahwa kebersamaan dalam ibadah menciptakan barakah dan menghadirkan bukti nyata bahwa iman tidak pernah berdiri sendiri.

Syekh Nawawi al-Bantani dan Kedalaman Bahjatul Wasail

Sebagai ulama yang dikenal luas di Hijaz dan Nusantara, Syekh Nawawi memiliki keunikan dalam menulis. Beliau memadukan kedalaman fiqih, ketelitian akidah, dan kelembutan tasawuf dalam satu alur pemikiran. Selain itu, Bahjatul Wasail sebagai syarah dari al-Risalah al-Jami‘ah membahas tata cara ibadah dengan ruh spiritual yang lembut, membumi, dan penuh kedekatan dengan realitas kehidupan umat.

Menurut Syekh Nawawi, shalat jamaah tidak dapat dimaknai sekadar sebagai aktivitas berkumpul. Jamaah menjadi cara Allah mengajarkan disiplin, kesetaraan, dan kekuatan persaudaraan. Sebab, dalam satu saf, tidak ada batas antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, atau muda dan tua — semuanya tunduk kepada satu arah, satu imam, dan satu niat.

Beliau menulis:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

«وَجَمَاعَةُ الْمَسْجِدِ أَجَلُّ فِي الْبَرَكَةِ وَالْخَيْرِ»
“Dan jamaah masjid lebih agung dalam keberkahan dan kebaikan.”
(Bahjatul Wasail, Syarh al-Masail)

Melalui penjelasan itu, beliau menunjukkan bahwa masjid bukan hanya tempat sujud, tetapi ruang pertemuan hati-hati yang rindu kepada Tuhan.

Makna Spiritualitas di Balik Shalat Jamaah

Dalam kehidupan modern yang serba cepat, banyak orang kehilangan rasa kebersamaan. Shalat sering berubah menjadi rutinitas pribadi tanpa dimensi sosial dan spiritual yang menyatukan. Namun, Bahjatul Wasail mengingatkan bahwa shalat jamaah menghadirkan dua makna sekaligus: ibadah vertikal (hablun minallah) dan ibadah horizontal (hablun minannas).

Syekh Nawawi menulis dengan lembut namun tetap tegas:

«فَاجْتَهِدُوا فِي الْخُرُوجِ إِلَى الصَّلَاةِ مَعَ الْجَمَاعَةِ فَإِنَّهَا سَبِيلُ الْمُتَّقِينَ»
“Berusahalah kalian keluar untuk shalat bersama jamaah, karena itu adalah jalan orang-orang bertakwa.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Dengan demikian, pesan beliau tidak hanya bernuansa hukum, tetapi juga ajakan spiritual. Bahkan secara psikologis, shalat berjamaah menumbuhkan rasa diterima, ditemani, dan dikuatkan oleh komunitas.

Cahaya Saf dan Kekuatan Ukhuwah

Cobalah bayangkan seseorang yang datang ke masjid setelah seharian bekerja keras. Ketika ia berdiri dalam saf yang rapat, seluruh kelelahan perlahan sirna. Bahunya menyentuh bahu orang lain, langkahnya mengikuti imam, dan jiwanya larut dalam ketenangan kolektif. Pada momen seperti itu, shalat jamaah berubah menjadi “cahaya di antara hamba yang beriman”.

Syekh Nawawi menggambarkannya dengan indah:

«فَإِنَّ صَفًّا وَاحِدًا يَجْعَلُ فِيهِ الإِمَامُ وَالْمَأْمُومُونَ شَكْلَةً وَاحِدَةً لِلْعِبَادَةِ»
“Satu saf di mana imam dan makmum berdiri menjadikan mereka satu bentuk ibadah.”

Kutipan ini menegaskan bahwa ibadah bersama tidak sekadar menampilkan keseragaman. Sebaliknya, ia menghidupkan kesatuan spiritual yang membuat setiap perbedaan melebur dalam ketulusan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Rahasia Pahala yang Dilipatgandakan

Rasulullah ﷺ bersabda:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Syekh Nawawi menafsirkan hadis ini dengan pendekatan spiritual yang halus. Beliau menulis:

«إِنَّ اللّٰهَ يُضَاعِفُ أُجُورَ الْمُتَجَاوِرِينَ فِي الصَّفِّ كَمَا يُضَاعِفُ نُورَهُمْ فِي الْآخِرَةِ»
“Allah melipatgandakan pahala bagi mereka yang berdampingan dalam saf, sebagaimana Dia melipatgandakan cahaya mereka di akhirat.”

Dengan demikian, pahala bukan hanya soal angka. Ia juga menjadi cahaya yang menerangi batin manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

Pesan Kemanusiaan dari Shalat Jamaah

Selain menguraikan hukum ibadah, Bahjatul Wasail juga menanamkan nilai kemanusiaan. Setiap ajakan untuk berjamaah menghadirkan makna sosial: menumbuhkan empati, meruntuhkan ego, dan memperkuat rasa saling membutuhkan.

Ketika seseorang membiasakan diri datang ke masjid, ia mulai mengenali wajah-wajah yang sama setiap hari — tetangga, sahabat, atau orang yang sebelumnya tidak dekat. Selanjutnya, dari kebiasaan itu tumbuhlah rasa saling peduli. Inilah cara halus agama membangun masyarakat: melalui ibadah yang menyatukan hati.

Menumbuhkan Semangat Jamaah di Era Modern

Di era digital, manusia sering merasa sendiri meskipun terhubung secara virtual. Namun shalat jamaah mengajarkan bahwa kebermaknaan hidup lahir dari keterhubungan yang nyata. Maka, mari jadikan masjid bukan hanya tempat singgah, tetapi rumah kedua bagi jiwa.

Beberapa langkah kecil bisa kita mulai hari ini:

  • Datang ke masjid untuk satu waktu shalat setiap hari.

  • Mengajak anak-anak dan keluarga agar terbiasa berjamaah sejak dini.

  • Memanfaatkan waktu selepas shalat untuk bertegur sapa dan mempererat ukhuwah.

Kita mungkin tidak dapat mengubah dunia sekaligus. Tetapi, dengan menghadirkan diri dalam shalat jamaah, kita sudah menyalakan satu cahaya kecil di tengah kegelapan zaman.

Penutup: Menjadi Bagian dari Cahaya

Melalui Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi al-Bantani tidak hanya membahas hukum-hukum ibadah. Beliau juga menjelaskan makna cinta, kedekatan, dan kebersamaan di balik setiap gerakan shalat berjamaah. Iman yang hidup selalu menemukan bentuknya dalam komunitas.

Ketika seorang hamba menundukkan kepala bersama yang lain, ia belajar bahwa hidup tidak hanya tentang “aku dan Engkau”, tetapi tentang “kami bersama-Mu”. Di sanalah cahaya keimanan tumbuh — lembut, hangat, dan menyinari hati setiap insan.

Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement