Khazanah Masjid
Beranda » Berita » Masjid Ki Marogan, Peninggalan Islam Palembang yang Terancam

Masjid Ki Marogan, Peninggalan Islam Palembang yang Terancam

Masjid tertua di Palembang
Masjid Ki Marogan merupakan salah satu warisan Islam tertua di Palembang dengan arsitekturnya yang khas. ( foto dok. FB Masjid KI Merogan Official)

SURAU.CO. Di tengah gemuruh Sungai Musi yang legendaris, sebuah warisan bersejarah kota Palembang kokoh berdiri hingga kini. Walau abrasi ganas kian mengancam, warisan tersebut masih menjadi bagi umat Islam. Warisan tersebut adalah Masjid Ki Marogan, yang menjadi saksi bisu sejarah Islam kota tersebut.

Masjid Ki Marogan menempati letak yang sangat strategis yaitu pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan. Awalnya, masjid ini berfungsi sebagai tempat salat dan belajar agama bagi keluarga serta masyarakat Kampung Karang (kini Kertapati). Namun lambat laun menjadi tempat ibadah musafir dan masyarakat yang ingin beribadah atau belajar agama.

Ki Marogan

Masjid ini tidak bisa lepas dari nama Ki Marogan. Beliau adalah penggagas pendirian masjid. Bernama lengkap Kiai Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud, mendirikan masjid ini dengan dana pribadi. Selain sebagai ulama, Ki Marogan adalah pengusaha sukses.

Selain membangun beberapa masjid seperti Masjid Lawang Kidul, beliau juga dikenal ulama yang sangat fokus pada kajian fikih dan selalu menganjurkan wakaf. Beliau membangun masjid ini dengan dana pribadi sebagai wakaf untuk masyarakat sekitar. Kiai Marogan wafat pada tahun 1901 dan dimakamkan di dekat masjid yang didirikannya. Makam beliau hingga kini menjadi tujuan wisata religi bagi peziarah dari Palembang maupun luar provinsi.

Sejak didirikan, masjid yang luasnya 2.500 meter persegi telah mengalami banyak perubahan, baik dari segi fisik maupun fungsinya. Dahulu, masjid ini hanya tempat ibadah sederhana dan pusat belajar agama. Dari masjid ini Kiai Marogan mengajarkan ilmu-ilmu keislaman seperti membaca Al-Qur’an, fiqih hingga mendirikan majelis taklim. Fungsi masjidpun juga berubah. Tidak hanya menjadi tempat ibadah dan menuntut ilmu saja tetapi juga berkembang menjadi tempat musyawarah para ulama.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Berkembang Pesat

Seiring waktu, fungsinya semakin besar. Masjid Marogan kemudian menyelenggarakan salat Jumat berjamaah dan pusat kegiatan keagamaan yang lebih luas. Dari sinilah mulai ada renovasi dan perluasan masjid. Renovasi besar pertama terjadi pada tahun 1950. Kemudian tahun 1989 ada renovasi kedua yang tidak hanya memperkuat struktur, tetapi juga menambah fasilitas masjid. Salah satunya tempat wudu dan halaman masjid yang lebih luas, tanpa menghilangkan ciri khas tradisionalnya.

Kini, selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi destinasi wisata religi daya tampungnya mencapai 1000 jamaah. Karena kompleks makam Kiai Marogan di areanya, sampai sekarang banyak dikunjungi umat Islam. Selain keunikan arsitekturnya yang memadukan berbagai budaya juga menjadi daya tarik tersendiri.

Arsitektur MasjidMasjid Kiai Marogan adalah contoh nyata akulturasi budaya dalam sebuah bangunan ibadah di Indonesia. Arsitekturnya memadukan gaya lokal Palembang dengan sentuhan Cina, Arab, dan India. Ini menunjukkan eratnya hubungan dagang dan kebudayaan masyarakat Palembang sejak dulu.  Juliana Mona dalam tesisnya berjudul Makna Baru Terhadap Simbol Interior Dalam Pada Masjid Kiai Marogan (UIN Raden Fatah Palembang, 2020) menyebut ada beberapa masjid ini mengadopsi berbagai gaya arsitektur.

Gaya Arsitektur

Salah satu ciri yang menonjol Masjid Marogan adalah struktur atap limas bertingkat. Atap limas ini adalah warisan arsitektur tradisional Indonesia, khususnya Sumatera Selatan. Bentuk bertingkatnya melambangkan tingkatan spiritual dalam mendekatkan diri kepada Tuhan dan juga berfungsi menyesuaikan iklim tropis dengan curah hujan tinggi, menjaga sirkulasi udara tetap baik.

Selain itu, penggunaan tiang-tiang kayu sebagai penopang utama atap menunjukkan kekuatan teknik konstruksi tradisional Palembang yang mengandalkan material alam. Kayu keras dan tahan lama dipilih untuk menghadapi cuaca tropis yang lembap.
Pengaruh budaya Cina terlihat pada ornamen interior masjid, seperti motif geometris dan floral yang rumit pada ukiran kayu di langit-langit dan balok penyokong. Sementara itu, pengaruh Arab dan India tampak pada desain mihrab dan mimbar. Mihrab dihiasi kaligrafi Arab yang artistik pada kayu dan dinding, memuat ayat suci Al-Qur’an dan lafaz Allah serta Nabi Muhammad SAW. Ukiran pada mimbar juga memiliki pola khas India yang ornamental dan simetris.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ukiran Mihrab dan mimbar

Mihrab Masjid Marogan sederhana namun terkesan sakral. Ukiran kayu bercorak Islami dengan motif flora dan kaligrafi Arab terlihat jelas. Sedangkan mimbar terbuat dari kayu jati tua berkualitas tinggi dengan ukiran rumit yang menunjukkan keahlian pengrajin Palembang.
Selain itu jendela-jendela berbentuk lengkung. Ini menandakan bagian khas desain bangunan Islam klasik. Apalagi dengan tambahan kaca patri berwarna-warni yang menciptakan permainan cahaya indah di dalam masjid. Untuk sistem ventilasi dirancang terbuka dan seimbang agar udara bersirkulasi baik, mengingat iklim Palembang yang lembap dan panas.

Lantai masjid menggunakan ubin keramik dengan motif geometris khas Islam. Warna keramiknya cenderung netral. Adapun soko guru (tiang utama) terbuat dari kayu pilihan yang kuat dan tahan lama, dihiasi ornamen khas Palembang seperti motif lebah bergantung, melambangkan kerja keras, kedisiplinan, dan kebersamaan.

Adanya perbapudan tersebut, Masjid Kiai Marogan bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga cerminan kearifan lokal dan simbol keteguhan masyarakat Palembang dalam menjaga nilai-nilai keagamaan dan budaya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement