SURAU.CO– Imam Abu Hamid Al-Ghazali, dalam karyanya yang monumental, Bidayatul Hidayah menegaskan mengingatkan kita bahwa lisan merupakan anggota badan yang paling besar mendatangkan kerusakan bagi seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Lisan yang tidak terkontrol dapat merusak kehormatan, memicu kemurkaan Allah, bahkan menghancurkan seluruh amal kebaikan.
Larangan Memuji Diri
Al-Ghazali berpendapat bahwa yang ia maksudkan dalam pembahasan ini adalah menyanjung diri sendiri, seakan-akan kita merasa tidak mempunyai dosa. Hal yang demikian dimaksudkan untuk pamer (riya’) terhadap orang lain. Namun, merasa suci dari dosa dengan maksud untuk mengakui kenikmatan yang telah Allah curahkan merupakan bagian dari syukur kepada Allah dan tidak dilarang ajaran Islam.
Dalam masalah ini, Allah SWT. berfirman:
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32)
Oleh karena adanya keterangan di atas, janganlah kita membiasakan menyanjung diri sendiri. Ketahuilah, sesungguhnya menyanjung diri dapat mengurangi kedudukan di hadapan sesama umat manusia, dan dapat menjadi penyebab kita mendapatkan murka dari sisi Allah.
Selanjutnya, sekiranya kita ingin melihat dan mengetahui kalau sanjungan yang kita lakukan terhadap diri sendiri tidak akan menambah kedudukan, maka lihat dan rasakanlah perasaan kita terhadap teman-teman kita. Perhatikanlah ketika mereka menyanjung diri sendiri dan menganggap baik diri sendiri dengan mengaku utama, mengaku agung, dan mengaku banyak harta.
Bagaimana perasaan hati kita dan ketidakcocokan pikiran kita, serta bagaimana kita mencela mereka setelah berpisah, karena ucapan ataupun perbuatan mereka yang menyanjung diri sendiri? Oleh karena itu, orang lain pun akan merasakan seperti yang kita rasakan.
Tentu, mereka pun akan menganggap tidak baik, sebagaimana anggapan kita ketika melihat mereka melakukan hal serupa. Dan, perasaan kurang enak tersebut, apalagi setelah berpisah dengan kita, tentu akan mereka lahirkan dengan ucapan.
Menghindari Diri dari Melaknat Makhluk Allah
Hendaklah kita menjauhi dan menghindarkan diri dari melaknat makhluk Allah, baik pada binatang, makanan, dan lain sebagainya. Demikian pula, jangan sekali-kali kita melaknati orang lain.
Jangan pula kita berkata kepada orang Islam dengan mengatakan syirik, kafir, ataupun munafik. Sebab, yang mengetahui batin seseorang hanyalah Allah. Karena itu, janganlah sekali-kali kita masuk dalam masalah yang berada di antara hamba dan Allah.
Ketahuilah, di hari kiamat Anda tidak akan ditanya: “Mengapa kamu tidak melaknat Fulan, dan mengapa kamu mendiamkannya?” Bahkan, seandainya Anda tidak pernah melaknat Iblis sepanjang umur Anda, dan tidak menyibukkan lidah dengan menyebutnya, Anda pun tidak akan ditanya tentang hal itu.
Tetapi sebaliknya, bila kita melaknati salah satu makhluk Allah, maka kita akan dituntut sebagaimana mestinya di hari kiamat. Karena itu, janganlah kita mencela makhluk Allah, sebab Rasulullah SAW. belum pernah sama sekali mencela makanan hina. Kalau kiranya beliau menghendaki, beliau akan memakannya. Kalau tidak, beliau cukup diam dan tidak mencela.
Mendoakan Jelek sesama Makhluk
Hendaklah kita menjauhkan lisan dari mendoakan kejelekan makhluk, meskipun makhluk itu telah berbuat aniaya ataupun menyakiti kita. Cukuplah kita menyerahkan persoalan tersebut kepada pengadilan Allah SWT. Allah akan memberi hukuman dan balasan terhadap makhluk yang berbuat zalim tersebut. Rasulullah SAW. pernah menegaskan:
“Sesungguhnya orang yang dianiaya, jika mendoakan kepada orang yang menganiaya, tentu Allah mengabulkannya, sehingga mengimbangi penganiayaan si zalim. Jika masih sisa, maka kelak di hari kiamat akan diminta orang yang dianiaya.”
Masyarakat terlalu melebih-lebihkan dalam menceritakan kejelekan dan kekejian al-Hajjaj bin Yusuf. Kemudian, seorang tokoh Salaf berkata: “Sesungguhnya Allah akan membalaskan bagi al-Hajjaj orang yang menjelek-jelekkannya, sebagaimana Allah akan menyiksa al-Hajjaj bagi orang yang telah dianianya.”
Memelihara Lisan dari Mencela, Sinis, dan Menghina
Ada pun Imam Al-Ghazali mengajak agar kita pandai memelihara diri, jangan sampai kita menggunakan lisan untuk mengejek, merendahkan, dan mempermainkan orang lain, baik secara sungguhan ataupun hanya main-main. Sebab, semua itu dapat mempermalukan, menghilangkan kewibawaan dan kehormatan, serta dapat menimbulkan kegelisahan, bahkan dapat menyakitkan hati orang.
Tiga perkara yang disebutkan di atas merupakan sumber dari timbulnya pertengkaran, kemarahan, perpecahan, dan kedengkian. Oleh karena itu, hendaknya kita memelihara diri, jangan sampai kita mengejek siapa saja.
Jika orang lain memperlakukan kita sembarangan, kita tidak perlu menanggapinya. Kemudian, jauhilah mereka sehingga mereka terlibat pembicaraan lainnya. Dan, jadilah kita seperti orang-orang yang jika menemui tindakan sia-sia, mereka menjauhinya dengan mulia.
Oleh sebab itu, sahabat Abu Bakar Shiddiq pernah menutup mulutnya dengan batu, agar beliau tidak berbicara yang tidak ada gunanya, serta mengurangi bicara. Abu Bakar menunjuk mulutnya sambil berkata: “Lisanku ini yang dapat mendatangkan bahaya.”
Karena itu, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa hendaknya kita memelihara dan menjaga lisan dengan sebaik mungkin. Janganlah kita menggunakan lisan ini untuk melakukan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat, yang mengantarkan kita dalam jurang kenistaan dan kehinaan. Lisan merupakan anggota badan yang paling besar mendatangkan kerusakan bagi seseorang, baik di dunia maupun di akhirat.(St.Diyar)
Referensi: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ghazali at-Thusi , Bidayatul Hidayah
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
