SURAU.CO – Pendahuluan: Di tengah dunia modern yang penuh klaim kebenaran, opini, dan logika buatan manusia, muncul pertanyaan mendasar:
๐๐ถ๐ธ๐ฎ ๐๐ฒ๐บ๐๐ฎ ๐บ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐๐ฎ ๐ฝ๐ฎ๐น๐ถ๐ป๐ด ๐ฏ๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฟ, ๐น๐ฎ๐ป๐๐ฎ๐ ๐๐ถ๐ฎ๐ฝ๐ฎ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ฏ๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฟ?
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, tetapi panggilan akal untuk menimbang dasar epistemologi kebenaran.
Kebenaran sejati tidak bisa diukur oleh perasaan, melainkan oleh wahyu Ilahi sumber kebenaran mutlak yang tak berubah sepanjang zaman.
Hari ini, manusia terjerumus dalam kesesatan berpikir menjadikan rasa sebagai hakim kebenaran.
Padahal perasaan hanyalah getaran jiwa yang berubah-ubah, sementara akal adalah amanah logika yang Allah ciptakan untuk tunduk pada firman-Nya.
๐๐ฒ๐ณ๐ถ๐ป๐ถ๐๐ถ โ๐ฅ๐ฎ๐๐ฎโ ๐ฑ๐ฎ๐ป โ๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐๐ฎ๐ฎ๐ปโ
Secara bahasa, rasa adalah tanggapan batin terhadap pengalaman, sedangkan perasaan adalah ekspresi emosi dan kecenderungan nafsu terhadap sesuatu.
Perasaan tidak bersifat tetap ia bergantung pada suasana, keinginan, dan hawa nafsu.
Ketika perasaan dijadikan dasar berpikir, manusia mudah tertipu oleh subjektivitasnya: merasa benar, merasa tahu, merasa suci padahal tidak berdasar pada ilmu.
Inilah akar dari relativisme moral dan krisis kebenaran dalam ideologi sekuler modern: setiap orang merasa bebas menentukan benar dan salah menurut dirinya sendiri.
๐๐ฑ๐ฒ๐ผ๐น๐ผ๐ด๐ถ ๐ฆ๐ฒ๐ธ๐๐น๐ฒ๐ฟ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ฒ๐ธ๐ผ๐๐ผ๐ป๐ด๐ฎ๐ป ๐ฅ๐๐ต๐ฎ๐ป๐ถ
Sekularisme menuhankan akal tapi menyingkirkan wahyu. Ia mengagungkan logika manusia, namun menolak sumber kebenaran yang absolut.
๐๐๐จ๐๐ก๐ฃ๐ฎ๐? ๐๐๐ฃ๐ช๐จ๐๐ ๐ ๐๐๐๐ก๐๐ฃ๐๐๐ฃ ๐๐ง๐๐, ๐๐๐๐ช๐ฅ ๐๐๐ก๐๐ข ๐ ๐๐ ๐ค๐จ๐ค๐ฃ๐๐๐ฃ ๐ข๐๐ ๐ฃ๐.
Mereka menyebut kebebasan berpikir tanpa wahyu sebagai โkemajuanโ, padahal itu kebingungan intelektual.
Tanpa wahyu, akal hanya mampu mengurai ciptaan Allah tanpa menciptakan apa pun.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman:
> โMereka tidak menciptakan sesuatu pun, bahkan mereka sendiri diciptakan.โ
(QS. An-Naแธฅl: 20)
Akal manusia hanya alat untuk mengenali tanda-tanda kebesaran Allah, bukan sumber hukum atau kebenaran mutlak.
Saat akal menolak wahyu, ia akan tersesat dalam kesombongan intelektual, lahirlah generasi yang merasa paling benar namun terputus dari cahaya Ilahi.
๐๐ฒ๐ฏ๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐ป ๐๐ฎ๐ธ๐ถ๐ธ๐ถ: ๐๐ธ๐ฎ๐น ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ง๐๐ป๐ฑ๐๐ธ ๐ฝ๐ฎ๐ฑ๐ฎ ๐ช๐ฎ๐ต๐๐
Kecerdasan sejati bukan yang melawan wahyu, tetapi yang tunduk kepada-Nya.
Wahyu adalah firman Allah, sumber segala kebenaran dan ilmu.
Allah menurunkan wahyu sebagai panduan agar akal tidak sesat di jalan logika.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman:
> โMaka berpeganglah kamu kepada apa yang diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di jalan yang lurus.โ
(QS. Az-Zukhruf: 43)
Akal yang tunduk kepada wahyu mampu berpikir jernih, menimbang logika tanpa hawa nafsu. Di sinilah perbedaan antara akal yang beriman dan akal yang ber-ego.
Yang pertama menghasilkan kebenaran, yang kedua menumbuhkan kesombongan.
๐ฅ๐ถ๐๐ถ๐ธ๐ผ ๐๐ฒ๐ด๐ฎ๐ด๐ฎ๐น๐ฎ๐ป ๐ ๐ฎ๐ป๐๐๐ถ๐ฎ: ๐ ๐ฒ๐ป๐ด๐ฎ๐ป๐ฑ๐ฎ๐น๐ธ๐ฎ๐ป ๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐๐ฎ๐ฎ๐ป
Perasaan menjadikan manusia terjebak dalam kebahagiaan semu, mencari tenang di luar dirinya, mengejar sensasi yang menipu, dan kehilangan arah menuju makna.
Bahaya menuhankan perasaan:
- Gagal membedakan cinta karena Allah dengan cinta karena nafsu.
-
Mudah goyah oleh suasana hati dan tekanan emosi.
-
Menolak nasihat dan kebenaran karena โmerasa paling benar.โ
-
Mengira bahagia adalah senang, padahal batin kosong tanpa hidayah.
Kebahagiaan sejati tidak lahir dari perasaan, melainkan dari akal yang tunduk kepada wahyu. Perasaan bisa menipu, tetapi wahyu tak pernah salah.
Dan akal yang berpegang pada wahyu mampu menundukkan nafsu dan ego.
๐ช๐ฎ๐ต๐๐: ๐๐ฒ๐ป๐๐ฒ๐ฟ๐ฎ ๐๐ธ๐ฎ๐น ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ฎ๐ป๐ฑ๐ฎ๐๐ฎ๐ป ๐๐ฒ๐ฏ๐ฎ๐ต๐ฎ๐ด๐ถ๐ฎ๐ฎ๐ป
Wahyu adalah cahaya bagi akal ia menuntun logika, menenangkan hati, dan menundukkan hawa nafsu.
Ketika akal berjalan dalam terang wahyu, ia mampu menembus batas ego dan mencapai kedamaian sejati.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman;
> โ๐ ๐ฎ๐ธ๐ฎ ๐ฏ๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐ป๐ด ๐๐ถ๐ฎ๐ฝ๐ฎ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐บ๐ฒ๐ป๐ด๐ถ๐ธ๐๐๐ถ ๐ฝ๐ฒ๐๐๐ป๐ท๐๐ธ-๐๐, ๐ป๐ถ๐๐ฐ๐ฎ๐๐ฎ ๐ถ๐ฎ ๐๐ถ๐ฑ๐ฎ๐ธ ๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ป ๐๐ฒ๐๐ฎ๐ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ถ๐ฑ๐ฎ๐ธ ๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ป ๐ฐ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐ฎ.โ
(QS. แนฌฤhฤ: 123)
Bahagia sejati bukan perasaan senang yang sesaat, melainkan manifestasi akal yang tunduk kepada wahyu yang mampu mengendalikan ego, mengatur nafsu, dan menenangkan jiwa.
Kesimpulan
Kembalikan kebenaran sejati kepada Yang Maha Benar jika semua merasa paling benar! Wahyu Allah adalah ukuran mutlak yang tak pernah berubah, bukan rasa, mayoritas, atau opini.
Jangan cepat berkata โ๐ฎ๐ธ๐ ๐บ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐๐ฎ ๐ฏ๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฟโ,
karena perasaan tidak menentukan kebenaran wahyulah yang menentukannya.
Akal yang tunduk pada wahyu adalah akal yang bebas dari nafsu.
Dan hanya dengan itulah manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
๐ฃ๐ฒ๐ป๐๐๐๐ฝ ๐ฆ๐ฒ๐ฟ๐๐ฎ๐ป ๐๐ฎ๐ธ๐๐ฎ๐ต
Wahai manusia berakal, hindari menjadikan perasaanmu sebagai tuhan kecil dalam dirimu. Gunakan akalmu untuk tunduk kepada wahyu di sanalah letak kemerdekaan sejati dan kebahagiaan yang abadi.
๐๐๐ง๐๐ ๐๐ฃ ๐๐๐ ๐ฎ๐๐ฉ ๐ฝ๐๐ง๐จ๐๐ฉ๐ช ๐ฝ๐๐ง๐๐ฃ๐ฉ๐๐จ ๐๐ผ๐๐ผ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ฟ๐๐ข๐ค๐ ๐ง๐๐จ๐ ๐๐๐ ๐ช๐ก๐๐ง ๐ฌ๐๐ง๐๐จ๐๐ฃ ๐๐๐๐๐ก๐๐ข๐๐ฃ ๐๐ผ๐๐ผ๐ ๐๐ช๐ฃ๐๐ฃ๐ ๐๐๐๐. Islam โ Sumber Ilmu Pengetahuan dan Cahaya Akhir Zaman
#KembaliKeWahyu #AkalTundukPadaAllah #BukanZamanRasa #DakwahBerpikir #TauhidSebagaiStandar #KebenaranHakiki #FilsafatIslam #AkalDanWahyu #TundukPadaAllah #BahagiaDenganIman #IslamSebagaiCahaya #LogikaIslam #IslamKaffah #KhilafahSolusiGlobal. (Rahmat Daily)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
