Khazanah
Beranda » Berita » Bikin Dunia Lebih Bersahabat, Mulai dari Diri Sendiri

Bikin Dunia Lebih Bersahabat, Mulai dari Diri Sendiri

: cahaya hangat dari tangan simbol perubahan diri untuk dunia bersahaba
Dua tangan menyalakan cahaya hangat di tengah gelap, simbol perubahan dan harapan yang bermula dari hati manusia.

Surau.co. Dunia ini tidak selalu kejam. Terkadang, cara kita memandang dan memperlakukannya justru membuatnya tampak keras. Setiap hari, kita membaca berita tentang kekerasan, dan ketidakadilan. Kita sering mengeluh bahwa dunia semakin keras, dan empati kian menipis. Namun, jarang sekali kita bertanya kepada diri sendiri: apakah aku sudah melakukan perubahan diri sehingga menjadi bagian dari solusi, atau malah menambah kebisingan di dunia yang tak ramah ini?

Sesungguhnya, dunia yang lebih bersahabat tumbuh bukan dari pidato besar, melainkan dari kebaikan kecil yang kita lakukan setiap hari. Dari senyum tulus yang kita berikan, dari kesabaran menahan marah, dan dari keinginan sederhana untuk memahami orang lain. Dunia yang damai tidak tercipta oleh kekuasaan, tetapi oleh hati-hati kecil yang memilih untuk tidak membalas keburukan dengan keburukan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ، فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ”
“Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan, seolah-olah menjadi teman yang setia.” (QS. Fussilat [41]: 34)

Ayat ini menegaskan bahwa kita bisa mengubah dunia — bukan dengan kekuatan fisik, tetapi dengan kelembutan hati.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Mulai dari Diri: Kebaikan yang Tidak Menunggu Orang Lain

Banyak orang ingin dunia berubah, tetapi hanya sedikit yang mau melakukan perubahan diri terlebih dulu. Kita menuntut orang lain agar lebih sabar, padahal kita sendiri mudah marah. Kita mengharapkan pemimpin yang adil, namun sering kali kita belum berlaku adil pada diri sendiri maupun orang sekitar. Padahal, perubahan sejati selalu berawal dari diri sendiri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ”
“Tidaklah sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa membangun dunia yang bersahabat bermula dari kemampuan kita menempatkan diri di posisi orang lain. Jika kita tidak ingin disakiti, maka jangan menyakiti. Jika kita ingin dipahami, maka pahamilah orang lain terlebih dahulu.

Imam al-Māwardī dalam Adāb ad-Dunyā wa ad-Dīn menjelaskan:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“إصلاح النفس مقدمة لإصلاح غيرها”
“Memperbaiki diri adalah langkah awal sebelum memperbaiki orang lain.”

Pesan itu sederhana namun sangat dalam. Sebelum kita menuntut dunia menjadi lebih baik, kita perlu memastikan hati kita bersih dari kebencian. Sebelum kita menegakkan keadilan, kita harus memastikan tidak berlaku zalim. Dunia luar hanya memantulkan apa yang tumbuh di dalam hati kita setiap hari.

Kebaikan Itu Menular, Begitu Juga Keburukan

Kita memang tidak bisa mengubah dunia seluruhnya, tetapi kita bisa mengubah suasana di sekitar kita. Setiap kebaikan kecil yang kita tanam akan menular, sebagaimana keburukan pun bisa menyebar. Ketika kita memberikan senyum di pagi hari, kita menanam rasa dihargai di hati orang lain. Mungkin, orang itu akan menyebarkan senyum yang sama pada orang berikutnya.

Kebaikan memiliki energi yang tidak pernah lenyap. Sekecil apa pun, ia terus bergerak dari hati ke hati. Rasulullah ﷺ bersabda:

“لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ”
“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apa pun, walau hanya dengan menampakkan wajah ceria kepada saudaramu.” (HR. Muslim)

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Dari sinilah kita memahami bahwa dunia yang bersahabat tumbuh dari hal-hal kecil yang kita lakukan dengan ketulusan. Tidak semua orang bisa menulis buku atau memimpin lembaga besar. Namun, setiap orang bisa menebar kebaikan dengan cara sederhana: menjadi orang yang ringan tangan, ringan hati, dan ringan lidah dalam berkata baik.

Empati: Bahasa Universal yang Mulai Terlupakan

Salah satu penyebab utama ketegangan di dunia modern adalah hilangnya empati. Banyak orang terlalu sibuk membela pendapat sendiri hingga lupa mendengarkan. Media sosial, misalnya, telah membuat banyak orang pandai berdebat tetapi miskin perasaan. Padahal, empati adalah bahasa universal yang membuat kehidupan terasa manusiawi.

Empati tidak menuntut kita untuk selalu setuju. Namun, ia mengajarkan kita untuk memahami tanpa menghakimi dan untuk melihat manusia sebagai sesama, bukan lawan.

Allah berfirman:

“وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا”
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah [2]: 83)

Perintah ini tidak terbatas kepada orang beriman saja, tetapi berlaku untuk seluruh manusia. Islam menanamkan kebaikan yang melintasi batas agama dan bangsa. Sebab, yang kita hadapi bukan sekadar perbedaan keyakinan, melainkan sesama ciptaan Tuhan yang juga ingin dimengerti.

Dunia yang Bersahabat Dimulai dari Pikiran yang Damai

Sering kali, dunia terasa tidak bersahabat karena pikiran dan hati kita sendiri dipenuhi prasangka. Kita mudah curiga, cepat tersinggung, dan sulit memaafkan. Padahal, ketenangan dunia luar sangat bergantung pada kedamaian dalam diri.

Imam al-Māwardī menerangkan:

“سلامة الصدر تورث سلامة العيش”
“Kebersihan hati menumbuhkan kedamaian hidup.”

Artinya, sebelum kita berharap dunia tenang, kita perlu menenangkan batin sendiri. Dunia tidak hanya membutuhkan orang pintar, tetapi juga orang berhati lembut. Dunia tidak hanya membutuhkan teknologi, tetapi juga jiwa yang mau memahami dan memaafkan.

Ketika hati kita damai, kita lebih mudah berbuat baik. Kita tidak gampang marah, tidak mudah terprovokasi, dan tidak tergoda membalas keburukan dengan keburukan. Dunia menjadi lebih ramah bukan karena orang lain berubah, tetapi karena kita memilih melihatnya dengan hati yang jernih.

Menjadi Manusia yang Menyejukkan

Setiap orang bisa memilih: menjadi angin yang menyejukkan atau api yang membakar. Pilihan itu selalu ada di tangan kita. Untuk menjadi orang yang menenangkan, kita tidak butuh jabatan tinggi atau harta berlimpah — cukup dengan hati lembut dan lisan yang jujur.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ”
“Seorang Muslim adalah yang membuat Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini tidak hanya memberi nasihat sosial, tetapi juga membimbing spiritual: siapa pun yang ingin membuat dunia lebih baik harus mulai dengan menahan lidah dan tangan dari menyakiti orang lain.

Dunia tidak butuh lebih banyak suara keras, tetapi lebih banyak ketulusan yang lembut. Setiap kali kita memilih bersabar, memahami, dan memaafkan, kita sebenarnya sedang memperluas ruang bagi dunia yang lebih bersahabat.

Mengubah Dunia Lewat Hal Sederhana

Kita sering mengira bahwa mengubah dunia harus melalui hal besar: revolusi, kebijakan, atau gerakan sosial. Padahal, perubahan sejati selalu lahir dari kebiasaan kecil yang konsisten.

Mulailah dengan tersenyum di pagi hari, bahkan kepada orang yang tidak dikenal.
Mendengarkan sebelum menilai, memaafkan meskipun hati masih terasa perih. Mulailah dengan berkata baik, meski sedang kesal.

Setiap tindakan kecil itu menjadi percikan cahaya. Jika banyak orang menyalakan cahaya yang sama, kegelapan dunia perlahan memudar.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ”
“Jagalah diri kalian dari neraka, meskipun hanya dengan bersedekah separuh biji kurma.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini mengingatkan bahwa nilai kebaikan tidak diukur dari besar kecilnya perbuatan, tetapi dari ketulusan niatnya.

Dunia Bersahabat Dimulai dari Hati yang Tulus

Ketika seseorang menanam kebaikan tanpa pamrih, dunia akan menanggapinya dengan keindahan. Mungkin bukan dalam bentuk pujian, melainkan dalam ketenangan batin. Orang yang hidup dengan ketulusan tidak menunggu dunia berterima kasih; ia berbuat karena yakin setiap kebaikan akan kembali, meski lewat jalan yang tidak terduga.

Allah berfirman:

“إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ”
“Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. At-Taubah [9]: 120)

Ayat ini menenangkan hati: tidak ada kebaikan yang sia-sia. Mungkin dunia belum berubah hari ini, tetapi setiap niat baik yang kita tanam sedang bekerja diam-diam di semesta ini.

Penutup: Dunia yang Bersahabat Berawal dari Cermin Diri

Dunia ini ibarat cermin yang memantulkan apa pun yang kita pancarkan kepadanya. Jika kita menatapnya dengan kebencian, ia memantulkan kegelapan. Namun, jika kita menatapnya dengan kasih, dunia pun perlahan menjadi lebih hangat.

Karena itu, marilah kita mulai dari diri sendiri. Jadilah pribadi yang menyejukkan, bukan yang menyulut. Jadilah pembawa damai, bukan pembuat gaduh. Sebab, dunia yang bersahabat tidak datang dari luar, tetapi tumbuh dari hati yang memilih untuk mencintai, meskipun dunia belum sepenuhnya ramah

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement