Khazanah
Beranda » Berita » Bahaya Jika Rasa Malu Telah Hilang: Malu Adalah Bagian Dari Iman

Bahaya Jika Rasa Malu Telah Hilang: Malu Adalah Bagian Dari Iman

Bahaya Jika Rasa Malu Telah Hilang: Malu Adalah Bagian Dari Iman
Bahaya Jika Rasa Malu Telah Hilang: Malu Adalah Bagian Dari Iman. Gambar : SURAU.CO

SURAU.CO – Dalam ajaran Islam, rasa malu bukanlah sifat lemah atau tanda ketidakyakinan diri. Sebaliknya, malu adalah perhiasan bagi seorang Muslim dan bagian penting dari keimanan. Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”
(HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menjelaskan betapa agungnya kedudukan rasa malu dalam Islam. Ia bukan sekadar perasaan sosial, tetapi merupakan nilai spiritual yang berakar dari iman kepada Allah. Jika rasa malu hilang dari hati seorang Muslim, maka akan hilang pula benteng terakhir yang melindunginya dari perbuatan dosa dan maksiat.

Makna Rasa Malu dalam Islam

Malu dalam pandangan Islam bukanlah rasa rendah diri, takut berbicara, atau tidak berani tampil. Malu yang termaksud adalah perasaan takut dan enggan untuk melakukan sesuatu yang dapat menodai kehormatan diri, mencemari agama, atau menyakiti hati orang lain.

Rasulullah bersabda:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Malu adalah sifat yang mendorong manusia untuk menjaga diri dari keburukan. Seorang yang memiliki rasa malu akan selalu berusaha melakukan hal-hal yang diridhai Allah dan menjauhi perbuatan dosa. Ia malu bila meninggalkan kewajiban, malu bila berbuat zalim, dan malu bila melanggar perintah Allah.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa malu adalah sifat yang menyebabkan seseorang meninggalkan segala hal buruk dan mencegahnya dari kelalaian dalam menunaikan hak orang lain serta hak Allah.

Malu Sebagai Bagian dari Iman

Rasulullah dengan tegas mengaitkan rasa malu dengan iman. Beliau bersabda:

“Iman itu memiliki lebih dari tujuh puluh cabang, dan malu adalah salah satu cabang dari iman.”
(HR. Muslim)

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hadis ini menegaskan bahwa malu bukan sekadar etika sosial, melainkan bagian dari struktur keimanan itu sendiri. Iman tanpa malu seperti pohon tanpa akar—mudah tumbang ketika godaan dunia menerpa.

Rasa malu menjadi pengendali dari hawa nafsu. Saat seseorang tergoda untuk berbuat dosa, rasa malu kepada Allah akan menahannya. Ia malu bila Allah melihatnya dalam keadaan bermaksiat. Inilah rasa malu yang terpuji — malu kepada Allah, malu kepada sesama, dan malu kepada diri sendiri.

Tanda-Tanda Hilangnya Rasa Malu

Ketika rasa malu mulai pudar dari hati, maka perilaku manusia pun berubah drastis. Hilangnya rasa malu adalah pertanda kehancuran moral dan lemahnya iman. Rasulullah telah memperingatkan dalam sabdanya:

“Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”
(HR. Bukhari)

Hadis ini bukan perintah untuk berbuat dosa, melainkan bentuk peringatan keras. Artinya, jika seseorang sudah kehilangan rasa malu, maka tidak ada lagi penghalang antara dirinya dengan perbuatan maksiat. Ia akan melakukan apa saja tanpa peduli halal dan haram, benar atau salah.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Beberapa tanda hilangnya rasa malu dalam kehidupan modern dapat dilihat dengan jelas:

  1. Normalisasi maksiat.
    Dosa dan pelanggaran terhadap syariat kini dianggap hal biasa. Aurat dipamerkan, zina dianggap kebebasan, bahkan perilaku menyimpang dipertontonkan tanpa rasa bersalah.
  2. Kurangnya adab dalam berbicara.
    Ucapan kotor, gosip, dan hinaan menjadi hal yang lumrah di media sosial maupun kehidupan sehari-hari. Orang tidak lagi merasa malu memfitnah atau mencaci sesama.
  3. Hilangnya rasa hormat kepada orang tua dan ulama.
    Banyak anak yang tidak segan membantah orang tua dengan nada tinggi, bahkan menuduh para ulama sebagai kolot hanya karena berbeda pendapat.
  4. Bangga menampakkan dosa.
    Sebagian orang malah merasa bangga ketika bisa menampakkan perbuatan dosa di hadapan publik, padahal Rasulullah
    bersabda:
    “Semua umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hilangnya rasa malu bukanlah masalah sepele. Ia adalah awal dari kehancuran moral, sosial, dan spiritual suatu masyarakat.

Dampak Hilangnya Rasa Malu

  1. Terbukanya pintu maksiat
    Tanpa rasa malu, seseorang tidak akan memiliki benteng yang menahannya dari perbuatan dosa. Ia tidak lagi merasa bersalah ketika meninggalkan shalat, membuka aurat, atau melakukan zina.
  2. Rusaknya tatanan masyarakat
    Bila masyarakat tidak lagi memiliki rasa malu, maka kemaksiatan akan merajalela dan menjadi budaya. Padahal, sebuah bangsa hanya akan tegak bila moral rakyatnya terjaga.
  3. Hilangnya rasa takut kepada Allah
    Rasa malu berakar dari keyakinan bahwa Allah selalu melihat setiap perbuatan hamba-Nya. Ketika rasa malu hilang, berarti seseorang sudah tidak lagi merasakan pengawasan Allah (muraqabah).
  4. Turunnya martabat manusia
    Manusia yang kehilangan malu akan kehilangan kehormatannya sendiri. Ia tidak lagi menjaga lisan, pandangan, dan perilakunya. Akhirnya, manusia bisa lebih rendah dari hewan, karena hewan tidak memiliki akal untuk menahan diri.
  5. Melemahnya iman
    Karena malu adalah bagian dari iman, maka hilangnya rasa malu menjadi tanda menurunnya keimanan. Seseorang yang tidak malu berbuat dosa berarti imannya sedang sakit atau bahkan mati.

Menumbuhkan dan Menjaga Rasa Malu

Rasa malu bisa tumbuh dari keimanan dan pengetahuan yang benar. Oleh karena itu, menjaga rasa malu harus dimulai dari pendidikan hati dan pemahaman agama.

Beberapa cara untuk menumbuhkan rasa malu antara lain:

  1. Menumbuhkan rasa muraqabah (merasa diawasi Allah).
    Sadari bahwa Allah melihat setiap amal, bahkan yang tersembunyi di hati. Jika kita yakin Allah Maha Melihat, maka kita akan malu untuk berbuat dosa.
  2. Meneladani akhlak Rasulullah .
    Rasulullah dikenal sebagai orang yang sangat pemalu, bahkan lebih malu daripada gadis yang perawan di balik tirainya. Namun rasa malu beliau tidak membuatnya lemah, melainkan semakin terhormat dan berwibawa.
  3. Bersahabat dengan orang saleh.
    Lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap karakter. Berteman dengan orang yang menjaga adab akan membuat kita ikut menjaga perilaku dan rasa malu.
  4. Menjaga pandangan dan ucapan.
    Pandangan adalah jendela hati. Jika mata terbiasa melihat hal-hal haram, maka hati akan keras dan rasa malu akan sirna. Begitu pula dengan lisan, jika terbiasa berkata kotor, maka hati pun akan gelap.
  5. Menjaga adab berpakaian dan bergaul.
    Islam tidak melarang tampil rapi dan bersih, namun mengajarkan batasan aurat serta adab dalam berinteraksi. Menjaga adab berpakaian adalah salah satu bentuk nyata rasa malu.

Penutup

Rasa malu adalah benteng terakhir yang menjaga kehormatan manusia dan keimanan seorang Muslim. Ia adalah cahaya dalam hati yang mencegah seseorang terjerumus ke dalam dosa. Ketika cahaya itu padam, maka hati menjadi gelap, dan dosa akan terasa biasa.

Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya di antara kalimat yang masih dikenal manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”
(HR. Bukhari)

Hadis ini mengingatkan kita bahwa hilangnya rasa malu berarti hilangnya iman. Maka, jagalah rasa malu sebagaimana kita menjaga iman. Malulah kepada Allah sebelum berbuat dosa, malulah kepada sesama agar tidak menyakiti, dan malulah kepada diri sendiri agar tidak menodai kehormatan.

Semoga Allah menanamkan dalam hati kita rasa malu yang terpuji—malu yang membuat kita semakin dekat kepada-Nya dan menjauh dari segala kemaksiatan. Karena sesungguhnya, malu adalah bagian dari iman, dan hilangnya rasa malu adalah awal dari kehancuran umat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement