Surau.co. Kesederhanaan sering disalahartikan sebagai keterbatasan. Padahal, dalam pandangan Islam, hidup sederhana adalah pilihan sadar untuk memerdekakan diri dari belenggu berlebihan. Ketika seseorang memilih kesederhanaan, ia sesungguhnya sedang menata pikirannya agar lapang, menundukkan hawa nafsu, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Al-Qur’an mengajarkan keseimbangan dalam hidup:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan [25]: 67)
Ayat ini menegaskan bahwa jalan tengah — keseimbangan antara cukup dan berlebih — adalah inti kesederhanaan. Kesederhanaan bukan kemiskinan, tetapi kebijaksanaan dalam mengatur nikmat.
Makna Kesederhanaan dalam Perspektif Islam
Kesederhanaan tidak lahir dari keterpaksaan, melainkan dari kesadaran spiritual. Dalam Adāb ad-Dunyā wa ad-Dīn, Imam Al-Māwardī menerangkan:
وَمِنْ آدَابِ الدُّنْيَا أَنْ يَقْتَصِرَ الإِنْسَانُ مِنَ المَطَاعِمِ عَلَى قَدْرِ حَاجَتِهِ، وَمِنَ المَلَابِسِ عَلَى قَدْرِ كِفَايَتِهِ، فَإِنَّ مَا زَادَ عَلَى ذَلِكَ إِثْمٌ أَوْ شُبْهَةٌ.
“Termasuk adab dunia ialah seseorang mencukupkan diri dari makanan sebatas kebutuhannya, dan dari pakaian sebatas kecukupannya, karena selebihnya bisa menjadi dosa atau syubhat.”
Kesederhanaan bukan hanya pilihan moral, tetapi juga penjaga hati. Ketika seseorang menahan diri dari berlebihan, ia melatih jiwanya agar tidak terikat pada dunia.
Dengan hidup sederhana, seseorang membatasi pintu syahwat yang sering membuat batin sempit. Orang yang berlebihan dalam kenikmatan duniawi cenderung kehilangan kedamaian, karena pikirannya selalu disibukkan oleh keinginan yang tak pernah selesai.
Hidup Sederhana sebagai Jalan Menuju Pikiran Lapang
Pikiran lapang bukanlah bawaan lahir, tetapi buah dari kebiasaan batin yang tenang. Hidup sederhana membantu seseorang menerima takdir dengan syukur, bukan dengan keluh kesah.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
Zuhud tidak berarti meninggalkan dunia, tetapi menempatkan dunia di tangan, bukan di hati. Kesederhanaan adalah bentuk zuhud modern — mengelola nikmat tanpa diperbudak olehnya.
Pikiran yang lapang tumbuh dari hati yang tidak iri, tidak dengki, dan tidak bergantung pada penilaian orang lain. Orang sederhana hidup dengan ukuran dirinya sendiri, bukan berdasarkan kemewahan orang lain.
Kedamaian Batin dalam Kesederhanaan
Ketenangan batin sering kali sulit dicapai oleh mereka yang hidup dikelilingi keinginan. Semakin banyak yang diinginkan, semakin sempit ruang batin. Sebaliknya, mereka yang bersyukur atas yang sedikit justru merasa berlimpah.
Imam Al-Māwardī menjelaskan:
وَمَنْ قَنِعَ بِالْقَلِيلِ اسْتَرَاحَ بَدَنُهُ، وَتَفَرَّغَ قَلْبُهُ.
“Barang siapa merasa cukup dengan yang sedikit, tubuhnya akan tenang dan hatinya akan lapang.”
Inilah inti dari hidup sederhana, pikiran lapang. Seseorang yang tidak diperbudak oleh ambisi materi menemukan ruang untuk berpikir jernih, mencintai tanpa pamrih, dan beribadah dengan khusyuk.
Kesederhanaan juga menumbuhkan empati. Ketika seseorang tidak sibuk membandingkan dirinya, ia lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Dari sini lahir solidaritas sosial dan kasih sayang yang tulus.
Menemukan Keseimbangan antara Dunia dan Akhirat
Islam tidak memerintahkan kita meninggalkan dunia, melainkan menempatkannya secara proporsional. Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qashash [28]: 77)
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki keseimbangan. Hidup sederhana bukan berarti menolak kenikmatan, tetapi menggunakannya dengan niat baik dan batas wajar. Orang yang berlebihan pada dunia kehilangan rasa syukur, sementara yang menolak dunia sama sekali kehilangan amanah untuk memakmurkannya.
Kesederhanaan menuntun manusia menuju titik tengah itu — mengelola dunia untuk akhirat, tanpa kehilangan keindahan dunia itu sendiri.
Hidup Sederhana di Era Modern
Di zaman yang serba cepat dan konsumtif ini, kesederhanaan menjadi bentuk perlawanan sunyi. Media sosial menanamkan ilusi bahwa kebahagiaan berasal dari kepemilikan, bukan kedalaman. Padahal, kesederhanaan justru membebaskan pikiran dari beban citra dan kompetisi.
Menjalani hidup sederhana tidak berarti menolak kemajuan, melainkan menggunakan teknologi dan kemudahan hidup secara cerdas. Seseorang bisa hidup modern tanpa kehilangan ketenangan batin — asalkan ia tetap sadar pada tujuan hidupnya.
Kesederhanaan di era ini dapat diwujudkan dengan langkah-langkah nyata:
- Membatasi konsumsi berlebihan.
- Mengatur waktu untuk refleksi diri dan ibadah.
- Mengutamakan relasi sosial daripada gengsi materi.
- Menghadirkan makna dalam setiap aktivitas sehari-hari.
Setiap langkah kecil menuju kesederhanaan adalah bentuk jihad melawan kerakusan diri. Dan dari perjuangan itulah lahir kelapangan pikiran.
Kesederhanaan sebagai Kecerdasan Spiritual
Hidup sederhana adalah bentuk kecerdasan spiritual: kemampuan memahami bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang dimiliki, tetapi oleh seberapa lapang hati dalam menerimanya.
Ketika seseorang hidup sederhana, ia menumbuhkan nilai-nilai utama: syukur, sabar, tawakal, dan qana‘ah. Semua itu membentuk ketahanan jiwa yang membuatnya tangguh di tengah ketidakpastian hidup.
Kesederhanaan juga melatih kemampuan memilah: mana kebutuhan, mana keinginan. Orang yang mampu membedakannya akan lebih tenang, karena tidak hidup dikejar hasrat yang tak berujung.
Penutup
Hidup sederhana bukan kemunduran, melainkan kematangan jiwa. Ia bukan tentang berapa sedikit yang dimiliki, tetapi tentang seberapa dalam seseorang mengenal dirinya.
Kesederhanaan adalah taman tempat pikiran beristirahat; ruang sunyi di mana hati bertemu Tuhan tanpa penghalang dunia. Pikiran lapang tumbuh dari hati yang ridha — hati yang tahu bahwa cukup itu bukan kekurangan, melainkan keberlimpahan yang sesungguhnya.
“Jika engkau ingin damai, sederhanakan hidupmu. Jika engkau ingin bahagia, lapangkan hatimu.”
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
