SURAU.CO – Setiap kisah hidup Nabi Muhammad SAW selalu menginspirasi umat Islam di seluruh dunia. Beliau adalah teladan terbaik bagi seluruh umat manusia. Perjalanan hidup beliau penuh hikmah dan pelajaran berharga. Artikel ini membahas masa kecil beliau, peristiwa penting, hingga pernikahan beliau dengan Khadijah. Mari kita selami setiap fase kehidupan beliau yang mulia, agar kita dapat mengambil hikmahnya.
Kelahiran dan Nasab yang Agung
Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah. Ini berarti bertepatan dengan 20 April 571 Masehi. Ayah beliau adalah Abdullah, dan ibunya bernama Aminah. Tentu saja, Nabi Muhammad SAW memiliki nasab yang sangat mulia. Kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang terpandang di Makkah. Allah SWT memilih beliau dari keturunan terbaik.
Sebuah hadis riwayat Muslim menyatakan: “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” Jelas sekali, ini menunjukkan keistimewaan hari kelahiran beliau.
Pada saat itu, ketika Nabi Muhammad SAW lahir, cahaya luar biasa menyertainya. Ibunda Aminah menyaksikan cahaya itu. Cahaya tersebut memancar hingga menyinari istana-istana di Syam. Tidak hanya itu, beberapa peristiwa besar juga terjadi. Empat belas balkon istana Kisra runtuh. Api sesembahan kaum Majusi padam. Gereja di Buhairah pun ambles ke tanah.
Kakek beliau, Abdul Muthalib, sangat gembira. Ia memberi nama Muhammad. Nama ini belum lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Kakeknya mengkhitan Nabi Muhammad SAW pada hari ketujuh. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menguatkan pendapat ini. Selain disusui ibunya, beliau juga disusui Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah budak Abu Lahab. Selain itu, ibu susu lainnya adalah Halimah binti Abu Dzu’aib.
Keberkahan di Bani Sa’ad
Halimah binti Abu Dzu’aib mengambil Nabi Muhammad SAW. Ia membawa beliau ke Bani Sa’ad. Meski demikian, pada awalnya, Halimah kesulitan. Ia dan suaminya adalah orang miskin. Susu unta mereka tidak keluar. Keledai mereka juga sangat lemah. Namun, sungguh menakjubkan, saat Nabi Muhammad SAW bersama mereka, keberkahan datang.
Air susu Halimah melimpah ruah. Bayinya selalu kenyang dan tidur nyenyak. Keledai mereka menjadi kuat dan cepat. Unta mereka menghasilkan banyak susu. Bahkan, tanah Bani Sa’ad menjadi subur. Domba-domba Halimah pulang dengan perut kenyang. Warga lain sangat heran melihat ini. Mereka mencoba meniru Halimah. Akan tetapi, domba mereka tetap lapar.
Keberkahan ini berlangsung selama dua tahun. Halimah ingin memperpanjang waktu pengasuhan beliau. Nabi Muhammad SAW tinggal di Bani Sa’ad hingga usia empat atau lima tahun. Kemudian, peristiwa pembelahan dada oleh malaikat Jibril terjadi. Halimah khawatir akan keselamatan beliau. Ia lalu mengembalikan Muhammad kecil kepada ibunya.
Cobaan Sejak Dini dan Pengasuhan Paman
Saat Nabi Muhammad SAW berusia enam tahun, ibunya mengajaknya ke Yatsrib. Mereka berziarah ke makam ayah beliau. Dalam perjalanan pulang, ibunda Aminah wafat di Abwa. Ini adalah cobaan berat bagi Muhammad kecil. Setelah itu, kakek Abdul Muthalib mengasuh beliau. Kakek sangat menyayangi cucunya ini. Ia bahkan mengizinkan Muhammad duduk di dipannya dekat Ka’bah.
Sayangnya, Abdul Muthalib wafat saat Nabi Muhammad berusia delapan tahun. Maka, paman beliau, Abu Thalib, mengambil alih pengasuhan. Abu Thalib menyayangi beliau melebihi anak-anaknya sendiri. Ketika Nabi Muhammad berusia dua belas tahun, Abu Thalib membawanya berdagang ke Syam. Di sana, mereka bertemu dengan seorang pendeta bernama Buhaira.
Buhaira mengenali tanda kenabian pada Muhammad. “Dia pemimpin semesta alam. Akan diutus Allah jadi rahmat bagi seluruh alam,” kata Buhaira. Ia melihat cincin kenabian di antara kedua bahu Muhammad. Tanda itu tertulis dalam kitab suci mereka. Oleh karena itu, Buhaira menyarankan Abu Thalib segera kembali ke Makkah. Ia khawatir orang Yahudi akan berbuat jahat kepada beliau.
Masa Remaja dan Pembentukan Karakter
Nabi Muhammad SAW menggembalakan kambing pada masa remaja. Beliau melakukannya di Bani Sa’ad bin Bakar dan Makkah. Meskipun imbalannya kecil, ini melatih tanggung jawab beliau. Allah SWT mempersiapkan beliau untuk peran kenabian yang besar. Allah SWT melindungi beliau dari godaan dunia.
Suatu hari, Nabi Muhammad SAW ingin menyaksikan pertunjukan musik. Beliau menitipkan kambingnya kepada teman. Namun, beliau mengantuk dan tertidur. Beliau terbangun setelah pertunjukan selesai. Hal serupa terjadi lagi di lain waktu. Allah SWT menjaga beliau dari hiburan yang tidak bermanfaat. Akibatnya, setelah dua kali kejadian itu, beliau tidak lagi memiliki keinginan serupa. Allah SWT senantiasa menjaga beliau sejak kecil.
Pada usia lima belas tahun, beliau ikut serta dalam Perang Fijar. Tugas beliau mengumpulkan anak panah. Beliau memberikannya kepada Abu Thalib. Setelah perang usai, perjanjian Hilful Fudul terbentuk. Kaum Quraisy bersepakat untuk melindungi yang terzalimi. Nabi Muhammad SAW sangat menghargai perjanjian ini. “Aku telah menghadiri perjanjian di rumah Abdullah bin Jud’an yang lebih aku sukai daripada memiliki unta merah. Andai di masa Islam aku diundang untuk menghadirinya, niscaya aku akan memenuhinya.”
Berdagang dengan Khadijah dan Pernikahan Suci
Ketika Nabi Muhammad SAW berusia dua puluh lima tahun, beliau berdagang ke Syam. Beliau menggunakan modal dari Khadijah binti Khuwailid. Maysarah, pembantu Khadijah, menemani perjalanan beliau. Maysarah sangat terkesan. Ia menyaksikan kejujuran, amanah, dan akhlak mulia Muhammad. Keahlian bisnis beliau juga membawa keuntungan besar bagi Khadijah.
Khadijah terpesona dengan sifat-sifat Muhammad. Ia kemudian mengutus Nafisah binti Munayyah. Nafisah menanyakan kesediaan Muhammad untuk menikahinya. Nabi Muhammad SAW akhirnya menyetujui lamaran tersebut. Beliau menikahi Khadijah dengan mahar dua puluh ekor unta muda. Pernikahan ini terjadi dua bulan setelah kepulangan dari Syam. Nabi Muhammad berusia dua puluh lima tahun. Khadijah berusia empat puluh tahun saat itu.
Dari pernikahan berkah ini, kemudian lahir putra-putri mereka. Mereka adalah Al Qasim, Abdullah (Ath Tahyyib, Ath Thahir), Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.
Gelar Al-Amin dan Renovasi Ka’bah
Masyarakat Quraisy sangat menghormati Nabi Muhammad SAW. Mereka memberinya gelar Al-Amin. Ini karena kejujuran dan sifat amanah beliau. Pada usia tiga puluh lima tahun, Ka’bah direnovasi. Para tokoh Quraisy menghadapi perselisihan. Mereka memperebutkan siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad. Konflik hampir memicu perang besar.
Untuk menyelesaikan masalah ini, mereka sepakat. Orang pertama yang masuk Masjidil Haram akan menjadi hakim. Orang itu ternyata Nabi Muhammad SAW. Beliau memberikan keputusan yang bijaksana. Semua pihak merasa puas. Mereka meletakkan Hajar Aswad di atas sehelai kain. Setiap pemimpin kabilah memegang ujung kain. Mereka mengangkat Hajar Aswad bersama-sama. Terakhir, setelah dekat, Nabi Muhammad SAW meletakkannya kembali ke tempat semula.
Singkatnya, inilah sebagian kecil dari Perjalanan Hidup Nabi Muhammad SAW sebelum kenabian. Kisah ini penuh teladan. Ini mengajarkan kita banyak hal tentang kesabaran, kejujuran, dan kepemimpinan. Semoga menambah kecintaan kita kepada beliau.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
