Khazanah
Beranda » Berita » Jangan Mengejar Dunia yang Fana Ini

Jangan Mengejar Dunia yang Fana Ini

Jangan Mengejar Dunia yang Fana Ini
Jangan Mengejar Dunia yang Fana Ini

 

SURAU.CO – Dunia adalah tempat singgah yang sementara. Ia bagaikan bayangan yang tampak panjang di sore hari, namun perlahan hilang ketika matahari terbenam. Setiap manusia yang lahir di ke dunia ini pasti akan meninggalkannya. Tak seorang pun kekal di atas bumi, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qashash ayat 88:

> “Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya (Allah). Bagi-Nya segala keputusan, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.”

Ayat ini mengingatkan kita bahwa semua yang ada di dunia — harta, jabatan, kekuasaan, dan kenikmatan — hanyalah titipan yang suatu saat akan pergi. Maka, betapa bodohnya bila seseorang mengorbankan akhiratnya demi mengejar dunia yang fana ini.

Dunia: Ladang Ujian, Bukan Tujuan Akhir

Rasulullah ﷺ bersabda:

Ilusi yang Menghambat Majunya Pendidikan Indonesia

> “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
(HR. Muslim)

Bagi orang beriman, dunia bukan tempat bersenang-senang tanpa batas. Dunia hanyalah ujian untuk menakar seberapa kuat keimanan dan kesabaran seseorang. Adapun bagi orang kafir, dunia menjadi tempat pelampiasan nafsu, karena mereka tidak menanti balasan akhirat.

Lihatlah bagaimana manusia hari ini berlari tanpa henti mengejar dunia. Mereka bangun pagi bukan karena ingin menunaikan shalat Subuh, tetapi karena takut kehilangan peluang bisnis. Mereka menatap layar ponsel bukan untuk membaca Al-Qur’an, tetapi untuk mengecek harga saham, kurs, atau pengikut media sosial. Dunia menjadi pusat perhatian, sementara akhirat dilupakan.

Hakikat Kekayaan dan Kemiskinan

Kekayaan sejati bukanlah banyaknya harta, tetapi lapangnya hati. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sejati adalah kekayaan hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Buah dari Kesabaran: Ketika Ujian Menjadi Jalan Menuju Kedewasaan

Berapa banyak orang kaya yang tidak pernah tenang? Ia memiliki segalanya, namun selalu merasa kekurangan. Sebaliknya, banyak orang sederhana yang hidupnya penuh syukur, meski makannya hanya dengan garam dan sambal.

Ketenangan bukan terletak pada isi dompet, tetapi pada keikhlasan menerima takdir Allah. Dunia sering memperdaya manusia dengan gemerlapnya, membuat mereka lupa bahwa segala sesuatu yang dimiliki akan dipertanggungjawabkan.

Allah berfirman dalam surah At-Takatsur ayat 1–2:

> “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”

Itulah realita dunia: manusia baru tersadar ketika malaikat maut datang menjemput, dan semua ambisi duniawi berakhir di liang lahat.

Akar Yang Merintih, Daun Yang Merangas: Sebuah Risalah Rindu

Kesenangan Dunia Tak Lebih dari Fatamorgana

Bayangkan seseorang yang berjalan di padang pasir. Dari kejauhan ia melihat bayangan air yang seolah menenangkan dahaganya. Namun, ketika didekati, yang ada hanyalah pasir panas yang memantulkan cahaya. Begitulah dunia: tampak indah dari jauh, namun kosong ketika digenggam.

Allah mengibaratkan dunia seperti ini dalam surah Al-Hadid ayat 20:

> “Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan, hiburan, perhiasan, saling bermegah-megahan di antara kamu, dan berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan; seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian (tanaman itu) menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, lalu hancur berantakan.”

Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia bagaikan tanaman: indah ketika tumbuh, tapi cepat layu. Tidak ada yang abadi kecuali amal shalih yang dibawa pulang kepada Allah.

Dunia Tidak Layak Dijadikan Tujuan Hidup

Kehidupan dunia ibarat jembatan menuju akhirat. Tidak ada orang berakal yang menjadikan jembatan sebagai rumah. Maka siapa pun yang menjadikan dunia sebagai tujuan, sesungguhnya ia sedang menipu dirinya sendiri.

Imam Hasan al-Bashri pernah berkata,

“Dunia ini hanya tiga hari: Hari kemarin telah berlalu, tidak akan kembali. Hari esok belum tentu kamu dapatkan. Maka manfaatkanlah hari ini untuk beramal.”

Ungkapan ini mengandung hikmah mendalam. Hidup ini singkat, dan tidak ada jaminan kita akan menyaksikan matahari esok hari. Maka, jangan tunda amal kebaikan. Jangan sibukkan diri dengan sesuatu yang tak bisa kita bawa ke akhirat.

Tanda Orang yang Mengejar Dunia

Ada beberapa tanda bahwa seseorang telah terjerat dalam cinta dunia:

  1. Enggan beribadah karena sibuk mencari harta.
    Shalat dianggap mengganggu waktu kerja, padahal shalatlah yang membuka pintu rezeki.

  2. Bangga dengan kemewahan dan status sosial.
    Ia berlomba dalam hal yang tidak menambah nilai di sisi Allah, seperti pakaian mewah, kendaraan mahal, atau popularitas.

  3. Lupa bersyukur dan selalu merasa kurang.
    Sebanyak apa pun harta yang dimiliki, hatinya tetap gelisah.

  4. Mudah iri terhadap nikmat orang lain.
    Ia tidak melihat nikmat Allah yang telah ada padanya, karena pandangannya tertuju pada dunia orang lain.

Sifat-sifat ini adalah penyakit hati yang menggerogoti keikhlasan dan menghapus pahala amal. Maka, hendaknya setiap mukmin sering melakukan muhasabah (introspeksi diri): apakah kita masih mengejar dunia yang fana, atau sudah meniti jalan menuju ridha Allah?

Kaya Hati di Tengah Kefanaan Dunia

Menjadi zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi menempatkan dunia di tangan, bukan di hati. Seorang muslim tetap boleh bekerja, berusaha, dan meraih kesuksesan, selama semuanya diniatkan karena Allah.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sebaik-baik harta yang baik adalah di tangan orang shalih.”
(HR. Ahmad)

Artinya, dunia tidak tercela bila dijadikan sarana menuju akhirat. Dunia menjadi bernilai ketika digunakan untuk menolong sesama, menegakkan agama, dan berbuat kebajikan.

Seorang petani yang menanam dengan niat memberi makan keluarganya karena Allah, seorang pedagang yang jujur dan tidak menipu, seorang guru yang mengajar dengan niat dakwah — semua mereka adalah pencari dunia yang diberkahi, bukan yang diperbudak olehnya.

Ingat Akhirat, Dunia Akan Mengikutimu

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, mengatur urusannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan hina. Tetapi barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya, menceraiberaikan urusannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali apa yang telah ditentukan baginya.”
(HR. Tirmidzi)

Hadits ini menjadi pedoman agung bagi orang beriman: fokuslah pada akhirat, maka dunia akan mengikuti. Jika engkau mengejar dunia, maka ia akan lari menjauh, meninggalkan hatimu dalam kegelisahan tiada akhir.

Penutup: Kembalilah kepada Kesadaran

Kehidupan dunia hanyalah mimpi singkat. Ketika maut datang, semua berlalu seperti bayangan pagi yang memudar. Maka, jangan tertipu oleh gemerlapnya. Dunia hanyalah perhiasan sementara, sedangkan akhirat adalah rumah abadi.

Mari kita renungi firman Allah dalam surah Al-A‘la ayat 16–17:

> “Tetapi kamu (wahai manusia) memilih kehidupan dunia. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”

Jangan mengejar dunia yang fana ini. Kejarlah ridha Allah, karena di situlah letak kebahagiaan sejati. Hiasi hidup dengan amal shalih, taburi hari-hari dengan dzikir dan syukur, dan berlarilah bukan menuju harta dan kemegahan, tetapi menuju ampunan Allah yang luasnya seluas langit dan bumi. (Tengku Iskandar, M.Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara, Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.