SURAU.CO. Ada enam fatwa penting yang menjadi pembahasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI mendatang. Adapun yang menjadi bahsan fatwa tersebut antara lain adalah status manfaat polis jiwa syariah. Kemudian pedoman pengelolaan sampah untuk kepentingan kemaslahatan dan pajak berkeadilan. Selain itu juga hukum elektronik uang hilang atau kadaluarsa dan rekening dormant (pasif).
Menurut Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh keenam fatwa tersebut merupakan hasil penyaringan 44 masalah. “Hasil diskusi tim materi, tersaring final menjadi 6 tema fatwa yang dibahas dan ditetapkan,” kata Prof Ni’am. Dalam keterangannya di Kantor MUI, Jakarta Pusat (4/11),Niam juga menambahkan 44 masalah tersebut berdasar pada pertanyaan publik. Pertanyaan itu berasal dari ulil amri (pemerintah) dalam hal ini kementerian, lembaga, masyarakat dan MUI Daerah.
Dalam penjelasannya, dari 44 masalah tersebut kemudian menyaringnya berdasarkan 3 kriteria, yaitu kompleksitas masalah, relevansi keagamaan dan aspek strategisnya. Hasilnya da edam yang menjadi pembahasan yaitu pertama mengenai status manfaat polis jiwa syariah apakah masuk ke dalam warisan atau tidak yang diajukan oleh Prudential Syariah. “Karena ini problematik, begitu orang mengikuti asuransi jiwa syariah kemudiaan pemegang meninggal ini jatuh pada siapa. Ketika pemberi mandat meninggal, jatuhnya kepada siapa?,”ungkapnya.
Masalah Sampah Hingga Transaksi Keuangan
Selanjutanya, kata Niam adalah pedoman pengelolaan sampah untuk kepentingan kemaslahatan. Pembahasan kedua ini sebagai wujud kontribusi keagamaan dalam memecahkan masalah sosial yang sangat panjang. “Ada momentumnya, Presiden memiliki konsen terkait masalah sampah ini dengan memodernisasi pengelolaan sampahnya, mengubah sampah menjadi tenaga listrik, maka ini harus didukung dengan etos keagamaan,” ujarnya. Menurut Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, harapannya melalui etos keagamaan bisa menjadi pengubah perilaku masyarakat dan pengusaha terkait persoalan sampah.
Kemudian yang ketiga adalah pajak berkeadilan. Adanya pembahasan persoalan ini adalah untuk memastikan agar pajak itu dikenakan pada orang yang tepat dan diperuntukkan untuk kepentingan kemaslahatan. Adapaun yang keempat akan membahas tentang hukum elektronik uang hilang atau kadaluarsa. Dalam persoalan ini, uang di dalam e-money ketika hilang dan rusak tidak bisa digunakan oleh pemiliknya. Namun, pada hakikatnya uang tersebut masih ada di dalam bank pemegang kartunya. Oleh karena itu, MUI akan melakukan pembahasan dan menetapkan fatwa, sekaligus mendorong otoritas memperbaikinya. Kemudian yang kelima, mengenai rekening dormant (pasif) yang menjadi pertanyaan dari Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dan keenam adalah ketentuan nishab zakat penghasilan.
>Munas XI MUI mengangkat tema: Meneguhkan Peran Ulama untuk Mewujudkan Kemandirian Bangsa dan Kesejahteraan Rakyat akan berlangsung 20-23 November 2025 di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta Utara. Presiden Presiden RI Prabowo Subianto rencanya akan membuka Munas MUI ini
Momentum Perkuat Kelembagaan
Adapun Lembaga lain yang terlibat dalam acara ini adalah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). kemudian ada Kementerian Haji dan Umrah, Badan Amil Zakat Nasional, MUI Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan. selanjutnya ada Dirjen Pajak, Bank Indonesia dan lembaga amil zakat IZI. “Munas nanti akan mempertegas posisi MUI sebagai lembaga keulamaan yang memiliki otoritas keagamaan untuk menjawab tantangan umat. Karena itu, bidang fatwa akan tetap menjadi pilar utama. Selain itu membahas penguatan program unggulan MUI yang sudah berjalan baik,” ujar Ketua Steering Committee (SC) Munas XI MUI, Buya Amirsyah Tambunan.
Menurut Amirsyah, Munas MUI mendatang bukan sekadar forum pemilihan pengurus baru. Akan tetapi, Lanjut Amirsyah, acara ini menjadi momentum penting untuk memperkuat arah kelembagaan dan efektivitas peran MUI di tengah perubahan sosial yang begitu cepat. Ia menjelaskan bahwa MUI selama ini telah menunjukkan kontribusi besar dalam penguatan ekonomi syariah dan sistem jaminan produk halal di Indonesia.
Perumusan Program
Selain itu melalui Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dan kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). MUI juga menjadi pioner dalam membangun ekosistem ekonomi halal yang mendapatkan pengakuan secara nasional dan internasional. “MUI berbeda dengan ormas Islam lainnya karena memiliki fungsi yang khas dan strategis. Kita berperan sebagai lembaga fatwa sekaligus penggerak program keumatan seperti ekonomi syariah dan sertifikasi halal. Ini menjadi keunggulan dan ciri khas MUI,”jelasnya.
Selain memperkuat bidang fatwa, Munas XI MUI juga akan merumuskan arah program baru yang relevan dengan tantangan kekinian, seperti dakwah digital, literasi halal, serta penguatan peran ulama muda. Kemudian MUI juga ingin memastikan peran keulamaan tetap adaptif terhadap perkembangan zaman tanpa kehilangan otoritas moral dan keagamaan. “Munas ini harus menjadi momentum konsolidasi, memperkuat ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan Basyariyah, agar MUI semakin kokoh dalam membimbing umat sekaligus bermitra dengan pemerintah secara konstruktif,” sambungnya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
