Surau.co. Ilmu adalah ladang tempat manusia menanam benih pengetahuan, sementara adab adalah air yang membuatnya tumbuh dan berbuah. Tanpa adab, ilmu menjadi kering dan tandus; tanpa ilmu, adab kehilangan arah. Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh kompetisi, kita sering tergoda untuk memanen hasil ilmu tanpa menyiraminya dengan adab. Padahal, dalam pandangan Islam dan tradisi keilmuan para ulama, adab selalu menjadi akar yang menumbuhkan kemuliaan ilmu.
Hubungan Ilmu dan Adab: Fondasi yang Tak Terpisahkan
Ilmu dan adab bukan dua hal yang berdiri sendiri. Keduanya saling melengkapi, seperti tanah dan air dalam kehidupan tumbuhan. Ilmu memberi arah dan isi, sementara adab memberi bentuk dan nilai. Tanpa adab, ilmu bisa menjadi liar, bahkan menyesatkan. Tanpa ilmu, adab kehilangan substansi yang dapat diamalkan.
Imam Malik bin Anas pernah berkata kepada murid-muridnya, “Pelajarilah adab sebelum kalian mempelajari ilmu.” Pesan ini bukan sekadar nasihat moral, tetapi fondasi epistemologis dalam Islam. Adab adalah cara kita menempatkan diri di hadapan ilmu, guru, dan kebenaran. Orang yang memiliki adab akan belajar dengan rendah hati, sementara yang kehilangan adab belajar dengan sombong.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujādilah: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu adalah kemuliaan. Namun, derajat itu hanya diberikan kepada orang yang beriman — yakni mereka yang menghiasi ilmu dengan adab dan ketundukan kepada Allah. Tanpa adab, ilmu tidak lagi menjadi cahaya, melainkan beban yang memadamkan hati.
Ilmu yang Kering Tanpa Siraman Adab
Bayangkan sebuah ladang luas yang ditanami berbagai jenis benih unggul, namun tidak pernah disirami air. Dalam waktu singkat, benih itu akan mati, meski potensinya besar. Begitu pula ilmu tanpa adab — ia tampak menjanjikan, tetapi gagal menumbuhkan manfaat. Banyak orang pandai yang gagal menjadi bijak karena ilmunya tidak disiram dengan kerendahan hati dan kasih sayang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa puncak dari ilmu bukanlah kemampuan logika, melainkan kemuliaan akhlak. Orang yang berilmu tetapi kehilangan adab sama saja seperti ladang tanpa air — luas, tetapi gersang. Sebaliknya, orang yang beradab meski ilmunya sedikit tetap membawa kesejukan bagi sekitarnya.
Imam Al-Mawardi dalam Adāb ad-Dunyā wa ad-Dīn menerangkan:
العِلْمُ زِينَةُ النَّفْسِ، وَالأَدَبُ زِينَةُ العِلْمِ، فَمَنْ جَمَعَ بَيْنَهُمَا كَمُلَتْ زِينَتُهُ
“Ilmu adalah perhiasan jiwa, dan adab adalah perhiasan ilmu. Siapa yang menggabungkan keduanya, maka sempurnalah keindahannya.”
Kutipan ini memperjelas bahwa ilmu tanpa adab kehilangan keindahan dan maknanya. Adab bukan pelengkap, melainkan penyempurna.
Adab sebagai Cermin dari Kualitas Ilmu
Seseorang tidak bisa dinilai berilmu hanya dari banyaknya hafalan atau gelar yang dimiliki. Ukuran sejati ilmu adalah bagaimana ia berperilaku. Adab menjadi cermin dari kedalaman ilmu seseorang. Sebab ilmu sejati selalu melahirkan rasa takut kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.”
(QS. Fāṭir: 28)
Rasa takut di sini bukan ketakutan yang melemahkan, tetapi kesadaran spiritual yang menumbuhkan kebijaksanaan. Orang yang benar-benar berilmu akan berhati-hati dalam berbicara, rendah hati dalam bersikap, dan lembut dalam menasihati. Ia tahu bahwa ilmu yang tidak disertai adab akan menjerumuskannya pada kesombongan.
Dalam sejarah Islam, banyak ulama besar yang mengajarkan murid-muridnya tentang adab sebelum mengajarkan kitab. Imam Ahmad bin Hanbal misalnya, sering mengingatkan: “Kami lebih membutuhkan sedikit adab daripada banyak ilmu.” Karena adab adalah akar yang menguatkan, sementara ilmu adalah cabang yang meneduhkan.
Menumbuhkan Adab di Tengah Arus Kecepatan
Di era digital, ketika informasi melimpah dalam hitungan detik, adab sering tersisih dari ruang belajar. Orang merasa cukup hanya dengan membaca ringkasan, menonton video, atau berdebat di ruang komentar. Proses belajar kehilangan keheningan, sedangkan penghormatan terhadap guru semakin luntur. Inilah ladang ilmu yang kekurangan air adab.
Padahal, adab tidak lahir dari kecepatan, melainkan dari kesabaran. Ia tumbuh dari penghargaan terhadap proses, bukan hasil. Menyimak dengan tenang, menghormati pendapat, dan mengakui keterbatasan diri adalah bagian dari adab yang membuat ilmu berbuah.
Seorang murid sejati tidak hanya bertanya untuk tahu, tetapi juga mendengarkan untuk memahami. Ia tidak mendebat untuk menang, melainkan berdialog untuk tumbuh. Tanpa adab, ilmu hanya menjadi peluru yang menembak, bukan jembatan yang menyambung.
Adab kepada Guru: Menghormati Sumber Cahaya
Guru adalah perantara cahaya ilmu. Tanpa penghormatan kepada guru, ilmu sulit menembus hati. Ulama terdahulu memuliakan guru mereka dengan cara yang luar biasa. Imam Syafi‘i, misalnya, tidak pernah membuka kitab di depan gurunya tanpa izin. Ia duduk dengan penuh hormat, seakan-akan di hadapan seorang raja.
Imam Al-Mawardi menerangkan:
وَمِنَ الأَدَبِ مَعَ الْمُعَلِّمِ أَنْ يَعْرِفَ لَهُ قَدْرَهُ، وَيَشْكُرَ لَهُ جَهْدَهُ، فَإِنَّ الْعِلْمَ لَا يَنْتَفِعُ بِهِ مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ أَهْلَهُ
“Termasuk adab terhadap guru adalah mengenali kedudukannya dan berterima kasih atas usahanya. Sesungguhnya, ilmu tidak akan bermanfaat bagi orang yang tidak memuliakan pemiliknya.”
Ungkapan ini menggambarkan bahwa keberkahan ilmu lahir dari hati yang menghormati. Di tengah zaman yang serba instan, adab kepada guru adalah pengingat bahwa ilmu sejati butuh kerendahan hati.
Ketika Adab Menjadi Jalan Keberkahan
Ilmu yang berbuah manfaat adalah ilmu yang disiram dengan adab. Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang beradab lebih mudah mendapatkan kepercayaan, lebih diterima dalam pergaulan, dan lebih dihormati karena ketulusannya. Adab adalah jalan yang membawa ilmu kepada keberkahan.
Rasulullah ﷺ adalah teladan terbesar dalam hal ini. Beliau tidak hanya mengajarkan wahyu, tetapi juga memperlihatkan bagaimana adab menjadi ruh dari setiap ilmu. Beliau menegur dengan lembut, mengajarkan dengan sabar, dan memperlakukan setiap orang dengan hormat. Itulah sebabnya, para sahabat belajar bukan hanya dari kata-kata beliau, tetapi dari akhlaknya.
Ketika ilmu bersanding dengan adab, manusia tidak hanya pintar, tetapi juga bijak. Ia tidak sekadar tahu, tetapi juga mengerti kapan harus diam dan kapan harus berbicara. Itulah tanda ilmu yang hidup — yang menumbuhkan kedamaian, bukan kesombongan.
Menanam Ilmu, Menyirami dengan Adab
Ilmu adalah ladang luas yang membutuhkan kesabaran dalam menanam, ketekunan dalam merawat, dan keikhlasan dalam memanen. Sementara adab adalah air yang menjaga agar ladang itu tetap subur. Tanpa air, tanah akan retak; tanpa adab, ilmu akan layu.
Menanam ilmu berarti terus belajar dengan rendah hati. Menyiraminya dengan adab berarti menjaga hati agar tetap lembut. Dalam dunia yang kerap memuja kecerdasan, mari kita ingat bahwa kecerdasan tanpa keadaban adalah ketajaman tanpa arah.
Seperti kata pepatah ulama, “Adab di atas ilmu, karena dengan adab seseorang menjaga ilmunya; tetapi tanpa adab, ilmunya akan hilang.”
Penutup: Ilmu yang Menumbuhkan, Adab yang Menenangkan
Ilmu sejati tidak diukur dari banyaknya pengetahuan, tetapi dari kedalaman adab yang lahir darinya. Ilmu adalah ladang yang luas, namun hanya akan berbuah bila disirami air adab. Tanpa adab, ilmu menjadi kering dan kehilangan daya hidup. Dengan adab, ilmu tumbuh menjadi pohon yang menaungi dan memberi manfaat bagi banyak orang.
Maka, marilah kita menata kembali cara kita menuntut ilmu. Bukan untuk kebanggaan diri, tetapi untuk kebermanfaatan hidup. Bukan untuk mengalahkan orang lain, tetapi untuk menundukkan ego. Sebab ilmu yang sejati adalah ilmu yang menumbuhkan cinta, dan adab adalah air yang menjaganya tetap hidup.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
