SURAU.CO–Al-Fatihah mengandung kesembuhan paling komplit yang mampu menyembuhkan hati. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dua sumber penyakit dan derita hati adalah ilmu yang rusak dan tujuan yang rusak. Dari dua sumber ini, muncul dua penyakit lain: kesesatan dan kemarahan. Kesesatan muncul sebagai akibat dari ilmu yang rusak, sedangkan kemarahan akibat dari tujuan yang rusak. Kedua jenis penyakit ini adalah inti dari semua jenis penyakit hati.
Hidayah menuju jalan yang lurus menjamin kesembuhan dari penyakit kesesatan. Oleh karena itu, memohon hidayah ini menjadi doa yang paling wajib bagi setiap hamba, yang juga wajib ia lakukan setiap malam dan siang, dalam setiap shalat, dan saat terdesak keperluan.
Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in sebagai Obat Tujuan yang Rusak
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menegaskan iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in secara ilmu dan ma’rifat, amal, dan kondisional, guna menjamin kesembuhan dari penyakit hati dan tujuan yang rusak. Sebab, tujuan yang rusak berkaitan dengan sasaran dan sarana. Siapa pun yang mencari tujuan yang pasti akan terputus dan fana, lalu menggunakan berbagai macam sarana untuk dapat meraihnya, maka hal itu justru akan membebani dirinya, dan tujuannya jelas salah.
Inilah keadaan setiap orang, seperti orang musyrik, yang tujuannya untuk mendapatkan hal-hal selain Allah. Termasuk juga orang-orang yang hanya ingin memuaskan nafsunya, serta para tiran yang menopang kekuasaan mereka dengan segala cara, tak peduli benar maupun batil.
Jika ada kebenaran yang menghambat jalan kekuasaan mereka, mereka akan mendepaknya. Jika tidak mampu, mereka akan menepis kebenaran itu, layaknya pemelihara sapi yang menyingkirkan sampah di kandang. Apabila mereka tidak bisa melakukannya, mereka menghentikan langkah di jalan itu, lalu mencari jalan lain. Mereka siap menolak kebenaran itu dengan cara apa pun. Sebaliknya, jika ada kebenaran yang mendukung kekuasaan, mereka mendukungnya, bukan karena kebenaran itu sendiri, tetapi karena kebenaran itu kebetulan sejalan dengan tujuan dan nafsu mereka.
Rusaknya Tujuan dan Sarana
Karena tujuan dan sarana yang mereka pergunakan rusak, mereka menjadi orang-orang yang paling menyesal dan merugi, apalagi jika tujuan yang mereka raih meleset. Mereka adalah orang-orang yang paling menyesal dan merugi di dunia, terutama jika kebenaran dikatakan benar dan kebatilan dikatakan batil. Yang demikian ini seringkali terjadi di dunia. Penyesalan ini akan semakin nyata ketika mereka meninggal dunia, menghadap Allah, dan berada di alam Barzakh.
Begitu pula orang yang mencari tujuan yang tinggi dan sasaran yang mulia, namun tidak menggunakan sarana yang mendukung untuk meraih tujuan itu. Ia hanya menduga-duga bahwa sarana yang ia gunakan akan mendukungnya. Keadaan orang ini tidak jauh berbeda dengan orang yang pertama. Ia tidak akan mendapatkan kesembuhan dari penyakit ini kecuali dengan obat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.
Komposisi Obat Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in
Obat ini mempunyai empat komposisi utama:ibadah kepada Allah, perintah dan larangan-Nya, memohon pertolongan dengan beribadah kepada-Nya, serta tidak memohon pertolongan dengan hawa nafsu, pendapat manusia, pemikiran, diri sendiri, atau kekuatannya.
Inilah unsur-unsur yang terkandung di dalam obat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Apabila seorang dokter berpengalaman meramu unsur-unsur ini, tentu akan menjadi obat yang sangat mujarab.
Obat Riya dan Takabur
Hati mudah terjangkiti dua macam penyakit kronis: riya’ dan takabur. Jika seseorang tidak mengobatinya, ia tentu akan binasa.
Obat riya’ adalah iyyaka na’budu dan Obat takabur adalah iyyaka nasta’in. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sering mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Iyyaka na’budu menolak penyakit riya’, dan iyyaka nasta’in menolak penyakit takabur.”
Jika seseorang mendapat kesembuhan dari penyakit riya’ dengan iyyaka na’budu, diberi kesembuhan dari penyakit takabur dan ujub dengan iyyaka nasta’in, dan diberi kesembuhan dari penyakit kesesatan dan kebodohan dengan ihdinash-shirathal-mustaqim, maka berarti ia telah diberi kesembuhan dari segala macam penyakit.
Namun demikian, di antara orang-orang yang mendapat kenikmatan, ada juga yang mendapat murka. Mereka adalah orang-orang yang tujuannya rusak, yang sebenarnya mengetahui kebenaran, tetapi menyimpanginya. Ada pula di antara mereka yang adh-dhallin (sesat), yaitu mereka yang memiliki ilmu yang rusak dan tidak mengetahui kebenaran.
Al-Fatihah Sebagai Penyembuh Penyakit Badan (Ruqyah)
Tentang surat Al-Fatihah yang mengandung obat bagi penyakit badan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskannya seperti yang telah As-Sunnah jelaskan, dan ilmu medis serta pengalaman menguatkannya.
Di dalam Ash-Shahih, dari hadits Abul-Mutawakkil An-Najy, dari Abu Sa’id Al-Khudry, disebutkan bahwa beberapa orang dari shahabat Nabi Saw. melewati sebuah perkampungan Arab dalam perjalanannya. Penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka sebagai tamu, apalagi menjamu. Pada saat yang sama, seekor hewan menyengat pemimpin mereka. Maka, penduduk kampung mendatangi mereka dan bertanya, “Adakah kalian mempunyai mantera atau adakah di antara kalian yang bisa menyembuhkan dengan mantera?”
Mereka menjawab, “Ya, ada. Tetapi karena kalian tidak mau menjamu kami, maka kami tidak mau mengobati kecuali jika kalian memberikan imbalan kepada kami.”
Oleh sebab itu, penduduk kampung itu sepakat untuk memberikan beberapa ekor kambing. Maka, salah satu dari para shahabat membacakan Al-Fatihah. Seketika itu pula, pemimpin kampung itu bangkit, seakan-akan sebelumnya dia tidak pernah sakit. Para shahabat berkata, “Janganlah kita terburu-buru menerima imbalan ini sebelum kita menemui Nabi Saw.”
Setelah bertemu beliau, mereka menceritakan kejadian ini. Beliau bersabda,
“Apa pendapat kalian jika memang Al-Fatihah itu benar-benar merupakan ruqyah? Terimalah imbalan itu dan sisihkan bagianku.”
Keampuhan Al-Fatihah
Hadits ini menjelaskan keampuhan Al-Fatihah yang bisa menyembuhkan sengatan hewan, sehingga ia berfungsi sebagaimana obat, atau bahkan lebih mujarab daripada obat itu sendiri. Padahal, orang yang mereka sembuhkan itu tidak terlalu tepat untuk disembuhkan dengan cara tersebut, entah karena penduduk kampung itu bukan orang Muslim atau karena mereka orang-orang yang kikir. Lalu, bagaimana jika yang disembuhkan adalah orang yang lebih baik dari mereka?
Sedangkan dari teori medis, kita dapat membuktikannya sebagai berikut: Sengatan itu berasal dari hewan yang mempunyai racun, yang berarti mempunyai jiwa yang kotor. Racun terbentuk karena amarah, lalu hewan menyalurkan unsur racun yang panas lewat sengatan itu.
Apabila jiwa yang kotor ini terbentuk bersamaan dengan terbentuknya kemarahan, maka ia akan merasa senang jika dapat menyalurkan racun ke tempat yang layak menerimanya. Sama halnya seperti orang jahat yang merasa senang jika dapat menyalurkan kejahatannya kepada orang yang layak menerimanya. Bahkan, ia akan merasa tersiksa jika tidak bisa menyalurkan kejahatannya itu kepada seseorang.
Prinsip Penyembuhan: Tiga Unsur Penting
Prinsip penyembuhan adalah dengan menggunakan kebalikannya dan menjaga kesehatan dengan sesuatu yang serupa. Kesehatan kita jaga dengan sesuatu yang serupa, dan penyakit kita sembuhkan dengan kebalikannya. Ini merupakan hukum sebab-akibat yang sudah Allah Yang Maha Bijaksana atur sedemikian rupa.
Namun, hal ini tidak akan berhasil kecuali dengan kekuatan jiwa pelakunya dan reaksi penerima. Apabila jiwa orang yang tersengat tidak layak menerima ruqyah itu, dan jiwa yang membacakan ruqyah tidak mampu memberikan pengaruh apa-apa, maka kesembuhan tidak akan berhasil.
Jadi, di sini ada tiga unsur yang menentukan:kesesuaian obat dengan penyakit, kesungguhan orang yang mengobati, dan orang yang diobati bisa menerimanya. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada kelaikannya, maka kesembuhan tidak akan terjadi.
Siapa pun yang bisa memahami hal ini, tentu ia bisa memahami rahasia ruqyah tersebut. Ia juga bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat, dan ia bisa mencocokkan obat dengan penyakit yang hendak ia obati, seperti penggunaan pedang untuk memotong barang yang memang bisa dipotong dengan pedang itu.(St.Diyar)
Referensi: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in, 1408 H.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
