Opinion
Beranda » Berita » Untuk Saudaraku yang Lalai

Untuk Saudaraku yang Lalai

Untuk Saudaraku yang Lalai
Untuk Saudaraku yang Lalai

 

SURAU.CO – Bismillah. Saudaraku, engkau, Begitu semangatnya mengikuti berita. Begitu seriusnya mencari data dan informasi terbaru darinya.

Begitu antusiasnya memberikan komentar terhadapnya.
>Begitu pedulinya akan peristiwa yang berlangsung hanya sehari, seminggu, dstnya.

Benih Kemunafikan

Tapi, Apakah sebegitu semangatnya, seriusnya, antusiasnya, perhatian dan pedulinya dirimu dengan agamamu, dan kehidupan hakiki di Akhirat yang pasti abadi?
Kenapa masalah yang sehari bisa mengalahkan masalah kehidupan akhirat yang kekal dan tidak akan pernah mati?
Kenapa ketika ada hal-hal yang berkaitan dengan akhirat, ganjaran, kebaikan, kematian, dll tidak seperti itu sikapnya?
Apakah sudah ada benih-benih kemunafikan yang tidak disadari?

Hudzaifah bin Yaman radhiallahu ‘anhu berkata:
“Nifaq (munafik) adalah engkau berbicara tentang Islam, tetapi engkau tidak mengamalkan ajarannya dalam kehidupan.” [Hilyatul Auliyaa’ I/182]

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
“Wahai jiwa yang miskin.
>Engkau selalu berbuat jelek, tetapi menyangka telah berbuat baik!
Engkau bodoh, tetapi menyangka dirimu berilmu!
>Engkau bakhil, tetapi menyangka dirimu dermawan!
Ajalmu telah dekat, tetapi angan-anganmu masih jauh!
>>Dan Engkau telah berbuat zalim, tapi menyangka engkaulah yang terzalimi!
>Engkau memakan harta yang haram, tetapi menganggap dirimu wara!
>>Engkau telah menuntut ilmu demi meraup keuntungan dunia, tetapi engkau katakan menuntutnya karena Allah Azza wa Jalla.” [Siyar A’lamin Nubalaa’ VIII/440]

Ingatlah,  Kehidupan dunia hanyalah sebentar dan tidak lama.
Janganlah masalah yang paling penting yaitu akhirat ternyata diabaikan begitu saja, sehingga hilanglah begitu banyak kebaikan.

Pertanggungjawaban Terhadap Nikmat-Nya

Coba tanyakanlah kepada diri sendiri.
Sudah berapa kebaikan yang telah dilakukan?
Sudah berapa banyak khatam membaca Alquran?
>>Sudahkah salat dilakukan dengan penuh khusyuk?
>Suudahkah ibadah benar-benar niatnya karena Allah?
>>Sudahkah bertambah iman?
>>Sudahkah bertambah ilmu?
>Sudaahkah bertambah amal?
>>Sudahkah bertambah semangat?

Seberapa sering menghadiri majelis taklim?
>>Seberapa banyak yang dipahami dari Alquran dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar?
>Dan Seberapa besar rasa takut kepada Allah ta’ala?
>>Seberapa banyakkah mengingat kematian?

Kenapa seseorang membenci kematian?
Karena ia telah memakmurkan dunia dan menghancurkan akhiratnya, maka ia benci keluar dari kemakmuran menuju kehancuran.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Wahai saudaraku, Kita tidak sedang berada di dunia yang kekal.
Kita telah diizinkan untuk pergi.
Maka bersiaplah, karena perjalanannya sebentar lagi berangkat.

Beruntunglah orang yang takut ketika di dunia, dan betapa buruk orang yang dosanya masih tersisa sepeninggalnya.

Perhatikanlah, sebagai apa nanti bila sudah berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla, lalu Dia meminta pertanggung jawaban terhadap nikmat yang telah diberikan.

Orang-orang yang baik akan kembali kepada Allah, seperti perantau yang kembali kepada keluarganya.
Sedangkan orang yang penuh dengan dosa dan maksiat, akan datang seperti budak yang kabur, lalu dia diseret kepada majikannya dengan keras.

Syahwat yang Menghalangi Beribadah

Allah ta’ala berfirman:

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

أَفَرَءَيْتَ إِن مَّتَّعْنَٰهُمْ سِنِينَ
ثُمَّ جَآءَهُم مَّا كَانُوا۟ يُوعَدُونَ
مَآ أَغْنَىٰ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يُمَتَّعُونَ

“Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka? Niscaya tidak berguna bagi mereka kenikmatan yang mereka rasakan.” 
(Asy-Syu’ara 205-207)

Seburuk-buruk hamba adalah hamba yang diciptakan untuk beribadah, namun syahwat malah menghalanginya untuk beribadah.
Seburuk-buruk hamba adalah hamba yang diciptakan untuk masa yang akan datang, namun masa yang sekarang menghalanginya dari masa yang akan datang.

Sunnah dijaga dengan kebenaran, kejujuran, dan keadilan bukan dengan kedustaan dan kedhaliman.”
(Ibnu Taimiyyah rahimahullahu). (fawaid Najmi Umar Bakkar hafidzahullah). (Armi Daily)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement