Khazanah
Beranda » Berita » Al-Barra ibn Malik: Sahabat yang Menumbangkan 100 Musuh di Tustar

Al-Barra ibn Malik: Sahabat yang Menumbangkan 100 Musuh di Tustar

Ilustrasi keberanian prajurit muslim melawan musuh.
Ilustrasi keberanian prajurit muslim melawan musuh.

SURAU.CO-Al-Barra ibn Malik adalah sahabat Nabi dari kalangan Anshar, berasal dari kabilah Khazraj, keturunan Bani Najjar. Ayahnya bernama Malik ibn al-Nadhar, yang menikah dengan Sahlah binti Malik, yang masyhur dengan panggilan Ummu Sulaim. Pasangan Sahlah dan Malik mendapat karunia dua orang anak, yaitu Anas dan al-Barra.

Ketika Rasulullah Saw. wafat, al-Barra dan seluruh kaum muslimin berduka. Seluruh Madinah seakan terliputi  mega mendung karena ujian hebat yang dirasakan kaum muslimin. Namun, seperti itulah kehendak dan ketentuan Allah, tak ada seorang pun yang dapat menolak atau mengubahnya. Estafet kepemimpinan kemudian dipegang oleh Abu Bakar, yang langsung menghadapi tantangan yang sangat berat. Di masa awal kekhalifahannya, Abu Bakar harus memerangi orang yang murtad dan mereka yang menolak membayar zakat. Khalifah bertekad untuk memerangi dan menumpas mereka hingga mereka binasa atau kembali ke jalan yang benar.

Khalifah Abu Bakar menegaskan,

“Demi Allah, jika mereka menolak membayarkan apa yang dulu mereka berikan kepada Rasulullah, kemudian mereka datang dengan membawa pepohonan, tanah, manusia, dan jin sekalipun, niscaya aku akan tetap memerangi mereka sampai nyawaku dicabut oleh Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah memisahkan antara salat dan zakat, melainkan menghimpun keduanya.”

Ketika mendengar pidato Abu Bakar, Umar berkata, “Demi Allah, aku setuju. Ikrar Abu Bakar kepada Allah untuk memerangi mereka adalah kebenaran.”

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Keberanian  Al-Barra

Khalid ibn Walid berangkat memimpin pasukannya menuju Yamamah, sarang orang yang murtad. Sejumlah sahabat besar ikut dalam pasukan itu. Al-Barra pun tidak mau ketinggalan. Ia ikut serta dalam pasukan itu demi mewujudkan cita-cita yang terus ia pelihara. Dalam berbagai peperangan, al-Barra selalu tampil sebagai prajurit yang gagah berani. Ia tidak pernah surut dari medan perang dan akan menghadapi siapa pun yang menjadi musuhnya. Kadang-kadang, didorong keberanian yang besar, ia bertempur tanpa memikirkan keselamatan dirinya.

Oleh karena itu, hal tersebut membuat khawatir Umar ibn al-Khattab, sehingga ia menulis surat kepada para pembantunya,

“Jangan pergunakan al-Barra untuk memimpin pasukan muslim, karena ia terlalu berani dan kurang perhitungan, sehingga dikhawatirkan akan membahayakan pasukan.”

Menerobos ‘Kebun Kematian’

Perhatikanlah apa yang dilakukan al-Barra dalam Perang Yamamah. Kedua pasukan berperang habis-habisan. Pasukan murtad pimpinan sang nabi palsu, Musailamah al-Kazzab, memiliki kekuatan yang cukup besar, sehingga perang berlangsung sangat sengit. Akhirnya, setelah pertempuran beberapa waktu, pasukan Musailamah terdesak dan memasuki sebuah perkebunan, yang kelak dikenal dengan sebutan “kebun kematian”. Ia memerintahkan pasukannya untuk menutup dan menjaga pintu kebun agar pasukan muslimin tidak dapat masuk.

Pagar dan pintu kebun itu cukup kokoh karena Musailamah telah mempersiapkannya untuk menghadapi saat seperti itu. Sang nabi palsu yang memimpin pasukan murtad merasa aman berada di dalam kebun. Ia sama sekali tidak tahu bahwa di tengah pasukan muslimin ada seseorang yang bernama al-Barra. Ia tidak membayangkan seberapa besar keberanian pasukan muslimin, khususnya al-Barra, untuk menembus pertahanannya.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Kaum muslimin terus mengepung perkebunan itu, tetapi mereka tidak dapat memasukinya. Al-Barra, yang menganggap pintu dan pagar itu sebagai penghalang utama antara pasukan Muslim dan pasukan musuh, berkata kepada beberapa sahabat di dekatnya,

“Berdirikan aku di atas perisai kalian, kemudian lemparkan aku dengan kuat melewati pagar itu agar aku bisa membukakan pintu untuk kalian!”

Taktik al-Barra Menembus Pertahanan Musuh

Semua sahabat terkejut mendengar usulan al-Barra, tetapi mereka mengikuti apa yang diinginkannya. Setelah dilemparkan dan memasuki kebun, al-Barra langsung berkelahi melumpuhkan beberapa musuh yang menjaga pintu. Setelah semua penjaga binasa, ia segera membukakan pintu untuk kaum muslimin. Pasukan Muslim pun berderap memasuki kebun itu, mengalir laksana air bah.

Akhirnya, perang hebat kembali berkecamuk antara pasukan Muslim dan pasukan Musailamah. Tanah kebun itu memerah karena darah dan penuh dengan mayat yang bergelimpangan dari kedua belah pihak. Para sahabat yang syahid dalam perang itu meliputi Zaid al-Khattab, Abu Khudzaifah ibn Utbah, Salim—maula Abu Khudzaifah, Tsabit ibn Qais, dan Abu Dujanah. Musailamah sendiri tewas bersama ribuan pasukannya.

Lalu bagaimana dengan al-Barra, apakah ia berhasil mewujudkan cita-citanya? Ternyata ia menderita 87 luka, karena sabetan pedang dan tombak. Darah mengucur deras dari luka-lukanya. Namun, kaum muslimin segera merawat luka-lukanya dan setelah beristirahat selama sebulan, al-Barra pulih kembali. Ternyata Allah masih belum memberikan kesempatan mati syahid kepadanya.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Perang Yamamah berakhir dengan kemenangan di tangan pasukan Muslim. Musailamah al-Kazzab bersama sebagian pengikutnya tewas terbunuh, dan mereka yang selamat kembali ke ajaran yang benar. Al-Barra belum bisa mewujudkan cita-citanya untuk mati syahid di medan perang. Tentu saja ia gembira dengan kemenangan besar yang mereka raih dalam peperangan itu, tetapi ia merasa belum puas karena belum bisa mewujudkan impiannya yang ia pelihara setiap saat.

Kesyahidan di Tustar

Adakah kesempatan lain yang tersisa bagi al-Barra untuk meraih impiannya? Ia sadar sepenuhnya bahwa tidak boleh berputus asa dan kehilangan harapan. Keimanan al-Barra yang mendalam tidak membuatnya goyah, ia terus menunggu hingga kesempatan itu datang. Di hadapan kaum muslimin masih terbentang luas kota-kota dan daerah-daerah yang menunggu dikibarkannya bendera keagungan Islam dan ditegakkannya hukum Islam.

Oleh karena itu, al-Barra tidak membiarkan dirinya berputus asa. Ia tetap sabar menunggu hingga Allah memberinya buah kesabaran. Ibn al-Atsir meriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa Nabi Saw.bersabda, “Berapa banyak orang yang kusut masai rambutnya dan berdebu, tetapi ketika bersumpah atas nama Allah, mereka akan memegang teguh sumpahnya, di antaranya al-Barra ibn Malik.”

Ketika hari penyerangan kota Tustar, sebuah kota di daerah Persia, datang, pasukan muslimin terdesak. Beberapa orang mendekati al-Barra dan berkata,

“Wahai Barra, bersumpahlah atas nama Tuhanmu dan berdoalah kepada-Nya (al-Barra dikenal sebagai salah seorang yang diterima doanya).”

Maka, al-Barra berkata, “Aku bersumpah atas nama-Mu ya Allah, berilah kami kekuatan dan pertolongan untuk menumpas mereka dan pertemukanlah kami dengan Nabi-Mu yang mulia.” Kemudian, ia langsung bergerak dengan tangkas dan penuh semangat bersama kaum muslimin lainnya. Mereka bertempur gagah berani menyerang pasukan Persia hingga banyak pemimpin musuh terbunuh. Akhirnya, pasukan Muslim dapat mengalahkan pasukan Persia dan mereka mendapat harta rampasan yang berlimpah.

Al-Barra gugur dalam pertempuran tersebut. Menurut al-Waqidi, peristiwa itu terjadi pada 20 Hijriah; ada yang mengatakan 17 atau 23 Hijriah. Pasukan Hormus membunuhnya. Al-Barra terkenal sebagai sahabat bersuara merdu, sehingga Nabi Saw. sering memintanya mendendangkan puja-puji dalam berbagai perjalanan yang mereka tempuh. Pada Perang Tustar, al-Barra membunuh sedikitnya seratus musuh.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement