Masjid
Beranda » Berita » Melintasi Waktu di Masjid Agung Palembang: Warisan Kesultanan Palembang Darussalam

Melintasi Waktu di Masjid Agung Palembang: Warisan Kesultanan Palembang Darussalam

Masjid Agung Palembang
Masjid Agung Palembang

SURAU.CO-Masjid Agung Palembang memancarkan keagungan sejarah Masjid Agung Palembang yang menjadi simbol kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam. Masjid ini berdiri gagah di tengah kota, mengundang setiap jiwa untuk menyelami akar Islam di tanah Sriwijaya. Siapa pun yang melangkah ke pelatarannya akan merasakan kedamaian yang sulit dijelaskan. Udara pagi yang menyentuh dinding tuanya seolah membawa bisikan doa dari masa lalu.

Masjid ini tidak sekadar bangunan megah. Ia adalah cermin hubungan antara iman, budaya, dan kekuasaan yang berpadu dalam harmoni. Sultan Mahmud Badaruddin I membangunnya dengan visi besar: menjadikan Palembang sebagai pusat dakwah dan peradaban Islam. Setiap tiang kayu dan ukiran kaligrafi di dalamnya menyimpan kisah perjuangan umat yang menjaga cahaya tauhid tetap menyala.

Arsitektur masjid ini menakjubkan. Para arsitek menggabungkan gaya Melayu, Tionghoa, dan Eropa menjadi satu kesatuan yang indah. Atap limas bertingkat mencerminkan perjalanan spiritual menuju Allah. Sementara menaranya yang tinggi memanggil setiap insan untuk mengingat Sang Pencipta. Paduan seni ukir, warna, dan bentuk membuatnya tampak hidup bahkan di tengah keheningan.

Ketika azan berkumandang dari menara, suara itu berpadu dengan angin Sungai Musi yang berhembus lembut. Pengunjung yang berdiri di halaman sering kali menutup mata, membiarkan gema itu menembus batin. Masjid Agung Palembang menghadirkan pengalaman spiritual yang tak lekang oleh waktu—menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan dalam satu tarikan napas iman.

Masjid Soko Tunggal Tamansari: Keajaiban Satu Tiang di Jantung Yogyakarta

Jejak Sejarah dan Arsitektur Masjid Agung Palembang

Sultan Mahmud Badaruddin I mendirikan masjid ini pada tahun 1738. Ia tidak hanya membangun rumah ibadah, tetapi juga pusat pendidikan dan pemerintahan Islam. Para pengrajin dari berbagai etnis ikut berperan, menunjukkan bahwa Islam di Palembang tumbuh melalui harmoni budaya.

Pengelola masjid terus menjaga orisinalitasnya meskipun zaman berubah. Renovasi dilakukan dengan hati-hati agar tidak menghapus nilai sejarahnya. Lantai marmer yang kini terpasang memantulkan cahaya alami, sementara jendela kayu berukir masih berdiri kokoh seperti tiga abad lalu. Saat sore tiba, cahaya matahari jingga menyusup melalui kisi-kisi menara dan menari di lantai masjid—pemandangan yang selalu membuat kagum.

Masjid ini juga menjadi ruang sosial yang hidup. Di serambi utamanya, jamaah berdiskusi, belajar, dan berzikir bersama. Ulama, mahasiswa, hingga wisatawan duduk sejajar, menegaskan bahwa rumah Allah tidak mengenal batas. Di sinilah nilai keislaman terasa nyata: kesetaraan, ilmu, dan ketenangan berpadu menjadi satu.

Warisan Kesultanan dan Kehidupan Spiritual Masa Kini

Sebagai warisan Kesultanan Palembang Darussalam, masjid ini tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan terbesar di kota. Setiap Ramadan, ribuan jamaah memenuhi ruang salat dan halaman. Lantunan tadarus Al-Qur’an terdengar dari pagi hingga malam, menciptakan suasana yang menyentuh hati.

Anak muda kini menjadikan masjid ini tempat belajar dan merenung. Mereka menulis, membaca, dan menemukan makna hidup di antara dinding bersejarah. Masjid Agung Palembang mengajarkan bahwa spiritualitas dapat berjalan seiring dengan kemajuan teknologi dan gaya hidup modern.

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 155

Pemerintah kota dan pengurus masjid bekerja sama menjaga kelestarian situs ini. Fasilitas baru seperti tempat wudhu ramah difabel dan area belajar Al-Qur’an menambah kenyamanan pengunjung tanpa mengurangi nilai klasiknya. Masjid ini membuktikan bahwa warisan leluhur dapat terus hidup selama umat menjaganya dengan cinta dan kesadaran.

Masjid Agung Palembang bukan sekadar monumen masa lalu, melainkan napas kehidupan masyarakat Palembang hari ini. Dalam setiap adzan dan doa, sejarah Kesultanan Palembang Darussalam terus berdenyut, mengingatkan umat bahwa iman sejati akan selalu melintasi waktu. (Hendri Hasyim)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement