Opinion
Beranda » Berita » Bertemu Buya Mahyeldi: Pengingat Tujuan Sejati untuk Umat

Bertemu Buya Mahyeldi: Pengingat Tujuan Sejati untuk Umat

Bertemu Buya Mahyeldi untuk Umat
Bertemu Buya Mahyeldi untuk Umat

 

SURAU.CO – Dalam perjalanan dakwah dan pengabdian, ada momen-momen yang Allah hadirkan sebagai peneguh niat, penyegar semangat, dan pengingat tujuan sejati perjuangan. Salah satu momen itu adalah ketika saya berkesempatan bertemu langsung dengan Buya Mahyeldi, seorang pemimpin yang tidak hanya memimpin dengan jabatan, tetapi juga dengan keikhlasan dan keteladanan. Pertemuan ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan momentum untuk merenungi kembali makna mengurus umat—tugas suci yang diwariskan oleh para nabi dan ulama.

Buya yang Membumi, Pemimpin yang Menyapa dengan Hati

Saat pertama kali bersalaman dengan Buya Mahyeldi, kesan yang terasa bukanlah wibawa seorang pejabat, melainkan kelembutan seorang pendidik dan kehangatan seorang ayah. Wajahnya teduh, ucapannya terukur, dan pandangannya meneduhkan. Dalam tatapan itu, saya melihat sosok pemimpin yang tidak sedang menikmati kekuasaan, tapi sedang memikul amanah besar—mengurus umat dalam arti yang sesungguhnya.

Buya berbicara tentang bagaimana umat hari ini membutuhkan bukan sekadar program, tapi pelayanan hati. Beliau mengingatkan bahwa tugas pemimpin dan para dai bukan hanya membuat umat maju secara ekonomi atau bangga dengan identitasnya, tetapi juga membimbing mereka agar selamat di dunia dan akhirat.

“Mengurus umat itu bukan sekadar mengatur, tapi merawat.” begitu kata Buya. Kalimat itu menancap kuat di dada saya.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Mengurus Umat: Amanah Para Nabi

Dalam pandangan Islam, setiap orang yang diberi kelebihan ilmu, kedudukan, atau pengaruh, sejatinya sedang dipanggil untuk mengurus umat. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa “mengurus umat” bukan tugas segelintir orang. Ia adalah kewajiban kolektif. Seorang ayah mengurus keluarganya, seorang guru mengurus muridnya, seorang ulama mengurus jamaahnya, dan seorang pemimpin mengurus rakyatnya.

Buya Mahyeldi menegaskan, “Kalau kita ikhlas melayani umat, Allah akan bukakan jalan dan mudahkan urusan kita. Tapi kalau umat dibiarkan dalam kebodohan dan kesulitan, Allah akan minta pertanggungjawaban di hari akhir.”

Kata-kata itu mengingatkan saya pada ayat Allah dalam Surah Al-An’am ayat 132:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

> “Dan bagi setiap derajat dari apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”

Buya dan Jiwa Kepemimpinan yang Tumbuh dari Dakwah

Buya Mahyeldi bukanlah sosok yang tiba-tiba muncul di panggung politik. Beliau tumbuh dari dunia dakwah, pendidikan, dan pembinaan umat. Dari masjid ke masjid, dari kampus ke kampus, beliau menanam nilai-nilai Islam yang membentuk karakter generasi muda. Maka ketika beliau dipercaya memimpin, arah kebijakannya tidak lepas dari ruh dakwah yang telah lama hidup dalam dirinya.

Saya melihat, politik bagi beliau bukan ambisi, tetapi wasilah (sarana). Buya tidak memandang jabatan sebagai kehormatan pribadi, melainkan ladang amal untuk menebar maslahat. Di tengah derasnya arus pragmatisme politik, keteladanan seperti ini langka dan mahal.

Di sanalah saya belajar, bahwa mengurus umat bukan berarti harus memiliki jabatan tinggi. Yang lebih penting adalah memiliki jiwa kepemimpinan yang tumbuh dari kasih sayang terhadap umat.

Mengurus Umat di Era Tantangan

Kita hidup di masa yang penuh ujian. Kemiskinan, degradasi moral, krisis pendidikan, dan perpecahan sosial menjadi tantangan besar bagi para pengurus umat. Kadang kita merasa kecil, tak berdaya, dan tak punya peran. Tapi Buya Mahyeldi menegaskan, setiap kebaikan kecil yang dilakukan dengan niat ikhlas untuk umat, akan dicatat Allah sebagai bagian dari amal mengurus umat.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

“Jangan menunggu jabatan untuk melayani. Mulailah dari lingkaran terkecil. Jadilah pengurus umat di rumahmu, di sekolahmu, di kampungmu,” pesan beliau.

Kata-kata itu sederhana, tapi menghentak hati. Sebab banyak di antara kita yang ingin berbuat besar, tapi enggan memulai dari hal kecil.

Padahal, mengurus umat tidak selalu berarti berdiri di podium atau memimpin lembaga. Kadang ia berarti menuntun satu anak kecil belajar mengaji, menenangkan seorang ibu yang kehilangan, atau menegur dengan lembut saudara yang khilaf. Semua itu bagian dari amal mengurus umat.

Keteladanan yang Menyala dalam Kesederhanaan

Buya Mahyeldi mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati tampak dari kesederhanaan. Saat berbincang, beliau tidak membicarakan kekuasaan, melainkan tanggung jawab.

Tidak menonjolkan prestasi, tapi mengingatkan kewajiban. Beliau berbicara tentang pentingnya menjaga ukhuwah, memperkuat akhlak, dan menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan masyarakat.

Di situlah saya merasa, pertemuan ini bukan sekadar agenda, tapi peringatan dari Allah. Bahwa perjuangan dakwah harus terus dijaga ruhnya. Dan Bahwa niat mengurus umat harus bersih dari pamrih dunia. Kita harus menapaki jalan ini dengan landasan takwa dan cinta sejati pada Rasul-Nya.

Refleksi Pribadi: Mengurus Umat Dimulai dari Diri Sendiri

Setelah pertemuan itu, saya merenung lama. Sudahkah saya benar-benar mengurus umat? Atau selama ini saya hanya sibuk dengan urusan diri sendiri?

Mengurus umat berarti meneladani Rasulullah ﷺ—yang siang dan malamnya hanya untuk umat. Beliau meneteskan air mata demi umatnya, memanjatkan doa untuk ampunan mereka, dan berjuang membimbing mereka menuju hidayah.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Barang siapa tidak peduli terhadap urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.”
(HR. Hakim)

Hadits ini menegaskan bahwa peduli kepada umat adalah ciri keimanan. Mengurus umat bukan pilihan, tapi konsekuensi dari iman.

Maka saya belajar, mengurus umat bukan tentang seberapa besar posisi kita, tapi seberapa dalam kepedulian kita. Ia bukan tentang berapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa ikhlas kita memberi.

Menjaga Api Dakwah dan Cinta kepada Umat

Pertemuan dengan Buya Mahyeldi menyalakan kembali semangat untuk terus bergerak. Ia mengingatkan bahwa umat ini sedang menanti tangan-tangan yang mau mengangkat, bukan menjatuhkan; mulut yang mau mendoakan, bukan mencaci; hati yang mau memahami, bukan menghakimi.

Mengurus umat memang berat, tetapi indah. Karena di dalamnya ada pengorbanan, tapi juga ada keberkahan. Allah menjanjikan pahala besar di balik setiap tetes air mata.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Muhammad ayat 7:

> “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Setiap langkah kita untuk menolong agama Allah, sekecil apapun, adalah bagian dari mengurus umat.

Penutup: Amanah yang Tak Pernah Selesai

Bertemu Buya Mahyeldi memberi pelajaran berharga: bahwa amanah mengurus umat tidak pernah selesai.

Ia terus membimbing, menasihati, dan menegakkan kebenaran, tiada henti bagi mereka yang membutuhkan.

Maka selama napas masih berhembus, marilah kita terus berkhidmat untuk umat. Kita harus memuliakan umat karena Allah akan memuliakan di dunia dan akhirat siapa yang memuliakan umat-Nya. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement