Khazanah
Beranda » Berita » Scroll Media Sosial Bisa Jadi Ujian Syukur?

Scroll Media Sosial Bisa Jadi Ujian Syukur?

Pemuda muslim menatap layar ponsel dengan cahaya lembut, simbol ujian syukur di era digital.
Gambar menggambarkan simbol ujian syukur saat berinteraksi dengan media sosial.

tiSurau.co. Setiap hari, jari-jari kita tanpa sadar menelusuri layar ponsel. Dalam hitungan detik, dunia terbuka: pencapaian orang lain, wajah-wajah bahagia, liburan mewah, pasangan serasi, rumah megah. Kita scroll dengan enteng, tapi hati kadang terasa berat. Tanpa sadar, media sosial menguji sesuatu yang amat halus: rasa syukur.

Di tengah derasnya informasi dan perbandingan sosial, kemampuan bersyukur kini bukan sekadar ibadah, tapi juga ketahanan batin. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang benar-benar bersyukur.”
(QS. Saba’ [34]: 13)

Ayat ini terasa sangat relevan di era digital. Mungkin bukan karena kita tak punya nikmat, tapi karena terlalu sibuk membandingkan nikmat kita dengan milik orang lain.

Media Sosial dan Rasa Kurang yang Tak Berujung

Scroll media sosial bisa menjadi dua hal sekaligus: hiburan dan jebakan. Hiburan, karena kita menikmati konten; jebakan, karena tanpa sadar kita mulai menilai hidup dengan ukuran orang lain.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Sebuah penelitian psikologi modern menunjukkan bahwa semakin sering seseorang melihat pencapaian orang lain di media sosial, semakin tinggi potensi munculnya rasa tidak puas dan rendah diri. Tapi jauh sebelum penelitian itu ada, Islam sudah mengingatkan manusia agar tidak terjebak dalam perbandingan yang menyesakkan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat kepada yang di atas kalian, karena hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”
(HR. Muslim)

Di era Instagram dan TikTok, hadis ini seolah menjadi pedoman baru: bukan larangan bersosial media, tetapi peringatan agar hati tetap sadar. Bahwa di balik layar, bukan semua yang tampak indah benar-benar bahagia.

Mengenal Ujian Syukur di Zaman Digital

Dulu, ujian syukur datang dalam bentuk harta, jabatan, atau waktu lapang. Sekarang, ujian syukur hadir lewat feed dan story orang lain. Kita diuji bukan karena kehilangan nikmat, tapi karena melihat terlalu banyak nikmat milik orang lain.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Ujian syukur di era digital adalah:

  • Tetap merasa cukup saat dunia menampilkan kelebihan orang lain.
  • Tidak iri ketika orang lain terlihat lebih berhasil.
  • Tidak mengeluh hanya karena hidup kita tampak lebih “biasa”.

Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syathā ad-Dimyāthī dalam Kifāyatul Atqiyā’ wa Minhājul Ashfiyā’ menjelaskan:

الشُّكْرُ صَرْفُ الْعَبْدِ جَمِيعَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ بِهِ عَلَيْهِ فِيمَا خُلِقَ لَهُ
“Syukur adalah menggunakan segala nikmat Allah pada tujuan yang seharusnya.”

Artinya, termasuk di dalamnya adalah menggunakan pandangan dan pikiran dengan benar. Maka ketika kita melihat sesuatu di media sosial, ujian syukurnya bukan pada apa yang dilihat, tapi bagaimana hati kita menanggapinya.

Scroll Bisa Menjadi Ladang Syukur, Kalau Hati Terlatih

Scroll media sosial tidak selalu buruk. Ia bisa menjadi ladang pahala jika digunakan dengan niat baik dan hati yang terjaga. Saat melihat orang lain bahagia, ucapkan “Alhamdulillah.” ketika melihat rezeki orang lain, doakan “Semoga Allah tambahkan keberkahan.” Saat melihat kemalangan, tumbuhkan empati dan ingat bahwa hidup kita pun penuh karunia.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Di titik itulah, scrolling bisa berubah menjadi latihan spiritual. Karena yang dinilai bukan layar yang kita lihat, tapi hati yang menatap dari baliknya.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

مَنْ رَأَى مُبْتَلًى فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا لَمْ يُصِبْهُ ذَلِكَ الْبَلَاءُ
“Barang siapa melihat orang yang mendapat musibah lalu berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari cobaan yang menimpanya dan telah melebihkanku atas banyak makhluk lainnya,’ maka ia tidak akan ditimpa bala itu.”
(HR. Tirmidzi)

Hadis ini menegaskan: bahkan ketika melihat ujian orang lain, kita bisa berlatih syukur. Maka, tak ada alasan untuk mengatakan media sosial hanya membawa mudarat — karena pada akhirnya, hati yang menentukan bagaimana ia bekerja.

Ketika Rasa Iri Menyelinap: Cermin untuk Mengenal Diri

Jujur saja, siapa di antara kita yang tidak pernah merasa iri saat melihat kesuksesan orang lain?. Rasa iri adalah naluri manusiawi, tapi bila dibiarkan tumbuh, ia akan menggerogoti syukur dan menghapus kebahagiaan.

Iri muncul karena kita lupa bahwa setiap orang punya jalan hidup berbeda. Kita sibuk menghitung nikmat orang lain, tapi lupa bahwa Allah pun menulis kisah indah bagi kita — hanya waktunya belum tiba.

Syaikh Syathā menasihati dalam kitabnya:

الْحَسَدُ يُذْهِبُ السَّعَادَةَ وَيُفْسِدُ الْعِبَادَةَ
“Iri hati menghapus kebahagiaan dan merusak ibadah.”

Maka, saat hati mulai panas karena unggahan orang lain, berhentilah sejenak. Tarik napas dan katakan dalam hati: “Ya Allah, bahagiakan dia dan cukupkan aku.”
Kalimat sederhana itu bisa menjadi filter spiritual di tengah derasnya arus konten digital.

Cara Melatih Syukur di Era Media Sosial

Menjaga hati di tengah banjir informasi bukan hal mudah. Tapi bisa dilatih dengan langkah-langkah kecil yang konsisten.

  1. Batasi waktu scroll.
    Karena semakin banyak waktu di layar, semakin banyak ruang bagi perbandingan tumbuh.
  2. Ikuti akun yang menenangkan.
    Pilih konten yang menambah iman dan ilmu, bukan yang memicu iri.
  3. Buat jurnal syukur digital.
    Catat hal-hal kecil yang kamu syukuri setiap hari. Misalnya: “Masih bisa tersenyum pagi ini”, “Hujan turun, udara jadi segar.”
  4. Gunakan media sosial untuk kebaikan.
    Bagikan kebaikan, bukan pamer. Unggah hal yang menginspirasi, bukan yang mengundang dengki.

Dengan begitu, media sosial tidak lagi menjadi sumber stres, tapi wadah syukur.
Karena pada dasarnya, platform digital hanyalah alat — yang menentukan manfaatnya tetaplah hati manusia.

Scroll dan Tanggung Jawab Spiritual: Melihat dengan Hati

Di zaman ini, mata bukan lagi satu-satunya pintu dosa atau pahala. Scroll dan klik pun bisa jadi ladang amal, tergantung niat dan kesadaran. Saat melihat sesuatu yang baik, hati kita diuji untuk kagum tanpa iri. Saat melihat sesuatu yang buruk, hati diuji untuk tidak menghina.

Allah berfirman:

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.”
(QS. Al-Isrā’ [17]: 36)

Ayat ini memperingatkan bahwa scroll pun bisa termasuk “penglihatan” yang akan dipertanggungjawabkan. Maka, bersyukur bukan hanya saat mendapat nikmat, tapi juga saat Allah menjaga mata dan hati kita dari hal yang tak perlu.

Menjadikan Syukur Sebagai Filter Kehidupan Digital

Di dunia maya, kita tidak bisa mengontrol apa yang ditampilkan orang lain. Tapi kita bisa mengontrol bagaimana menanggapinya. Syukur menjadi semacam filter spiritual yang membuat hati tetap jernih. Ia bekerja seperti kacamata yang memantulkan sinar silau perbandingan, dan menyisakan cahaya lembut kesadaran.

Ketika rasa cukup tumbuh, media sosial berubah fungsi — bukan lagi tempat berlomba, tapi ruang belajar tentang kehidupan dan karunia Allah yang beragam.
Kita belajar menghargai perjalanan orang lain tanpa kehilangan arah hidup sendiri.

Penutup: Ujian Syukur yang Menyamar di Balik Layar

Mungkin, di zaman ini, salah satu ujian terbesar bukanlah kekurangan, tapi berlimpahnya informasi yang membuat kita lupa bersyukur.
Media sosial mengajarkan kita untuk melihat segalanya, tapi hanya iman yang mengajarkan kita untuk memaknai apa yang dilihat.

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu; bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 152)

Mari belajar bersyukur bahkan saat scroll media sosial. Karena mungkin, di antara unggahan dan komentar itu, Allah sedang menguji bukan seberapa banyak yang kita lihat — tapi seberapa ikhlas hati kita menerima hidup yang telah diberi.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement