Khazanah
Beranda » Berita » Ngeluh Itu Manusiawi, Tapi Syukur Itu Superpower

Ngeluh Itu Manusiawi, Tapi Syukur Itu Superpower

manusia duduk di bawah cahaya lembut, simbol keseimbangan antara keluhan manusia dan kekuatan syukur
Ilustrasi realistik simbolik: seorang manusia duduk tenang di bawah cahaya lembut yang menembus awan, menggambarkan momen reflektif antara keluhan dan rasa syukur. Warna lembut: biru keabu-abuan dengan sorot cahaya keemasan.

Surau.co. Kita semua pernah merasa lelah. Entah karena pekerjaan yang tak selesai-selesai, doa yang terasa belum dijawab, atau harapan yang tiba-tiba pupus. Dalam kelelahan itu, mulut kita kadang spontan berkata, “Capek banget, hidup kok gini-gini aja.”
Itu wajar kok, karena geluh merupakan bagian dari kemanusiaan kita. Ia muncul dari rasa ingin dimengerti, ingin didengar, dan ingin diberi jeda oleh semesta. Namun, yang sering kita lupakan adalah: terlalu lama tenggelam dalam keluhan bisa membuat kita lupa pada nikmat yang masih tersisa.

Islam tidak melarang kita merasa sedih atau mengeluh. Rasulullah ﷺ pun pernah menangis, pernah lelah, dan pernah berduka. Tetapi, beliau tidak larut di dalamnya. Karena di balik semua itu, beliau selalu kembali pada satu hal yang membuat jiwanya tegak kembali — syukur.

Allah ﷻ berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’”
(QS. Ibrahim: 7)

Ayat ini adalah pengingat lembut bahwa syukur bukan sekadar perasaan bahagia, tapi kekuatan spiritual yang membuka pintu kelapangan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ngeluh Itu Refleks, Tapi Syukur Itu Pilihan

Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, reaksi pertama manusia biasanya adalah mengeluh. Ngeluh tidak salah — ia tanda kita masih peka terhadap keadaan. Tapi jika terus-menerus, ia bisa menjadi racun yang menumpulkan rasa syukur.

Keluhan sering membuat kita lupa menghitung nikmat yang sudah ada. Kita terlalu fokus pada apa yang hilang, hingga lupa bahwa masih banyak yang tersisa. Padahal, setiap detik nafas, setiap denyut jantung, setiap pagi yang masih bisa kita sapa, adalah bentuk kasih Allah yang tak ternilai.

Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syathā ad-Dimyāthī dalam Kifāyatul Atqiyā’ wa Minhājul Ashfiyā’ berkata:

الشُّكْرُ صَرْفُ العَبْدِ جَمِيعَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ بِهِ عَلَيْهِ فِيمَا خُلِقَ لَهُ
“Syukur adalah menggunakan segala nikmat yang Allah berikan untuk tujuan yang diciptakan karenanya.”

Artinya, bersyukur bukan hanya ucapan alhamdulillah, tapi juga tindakan sadar untuk memanfaatkan nikmat dengan benar. Syukur adalah gaya hidup orang yang mengenal Tuhannya.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Syukur Itu Superpower, Karena Ia Mengubah Perspektif

Syukur tidak mengubah situasi, tapi mengubah cara kita melihat situasi. Ia membuat hati lapang di tengah kesempitan. Ketika orang lain hanya melihat kekurangan, orang yang bersyukur justru menemukan alasan untuk tersenyum. Ia bisa berkata, “Aku kehilangan satu hal, tapi masih punya seribu lainnya.” Inilah kekuatan yang membuat seseorang tetap kuat meski hidupnya tak mudah.

Allah ﷻ berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat-Ku).”
(QS. Al-Baqarah: 152)

Ayat ini bukan hanya perintah, tapi janji. Ketika kita bersyukur, Allah akan “mengingat” kita — dalam arti, Dia akan memelihara, menenangkan, dan menuntun kita keluar dari sempitnya pikiran manusia.

Syukur adalah superpower karena ia bisa menetralkan luka yang tak bisa disembuhkan oleh logika.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Kenapa Ngeluh Lebih Mudah daripada Bersyukur?

Karena mengeluh adalah jalan pintas untuk mendapatkan simpati, sedangkan bersyukur menuntut kedewasaan spiritual. Orang yang mengeluh ingin dunia berubah agar ia tenang.

Sedangkan orang yang bersyukur mengubah dirinya agar dunia terasa tenang. Mengeluh tidak butuh latihan. Tapi bersyukur memerlukan latihan hati, kesadaran, dan iman yang kuat.

Sabar dan syukur berjalan beriringan. Ketika sabar membuat kita bertahan dalam ujian, syukur membuat kita tetap bahagia meski dalam kesempitan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ
إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya.”
(HR. Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa syukur dan sabar adalah dua sisi dari satu kekuatan yang sama: keimanan yang kokoh.

Syukur Tidak Menunggu Bahagia, Tapi Menciptakan Bahagia

Banyak orang berpikir mereka akan bersyukur setelah bahagia. Padahal, justru syukur yang menghadirkan kebahagiaan.
Ketika kita mulai menghitung hal kecil yang patut disyukuri, kita sedang menata batin untuk menerima hidup dengan lebih lembut.

Seseorang yang bersyukur akan lebih mudah memaafkan, lebih tenang menghadapi cobaan, dan lebih optimis melihat masa depan. Ia tahu bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba yang masih mau berterima kasih.

Syukur bukan tentang keadaan ideal, tapi tentang cara kita menafsirkan setiap keadaan. Orang yang bersyukur tidak selalu punya hidup yang mudah, tapi mereka punya hati yang damai.

Syukur Itu Ibadah yang Tidak Pernah Usang

Di tengah dunia yang cepat dan sibuk, kita sering lupa bersyukur. Kita terburu-buru mengejar lebih, padahal yang kita punya sekarang adalah doa orang lain yang sudah terkabul.

Syukur adalah ibadah yang tak membutuhkan tempat dan waktu khusus. Ia bisa dilakukan di jalan, di dapur, di kampus, bahkan di tengah kesedihan.
Setiap kali kita berkata “Alhamdulillah,” sejatinya kita sedang memperkuat hubungan dengan Allah.

Dalam Kifāyatul Atqiyā’, Syaikh Abu Bakar ad-Dimyāthī menerangakn bahwa syukur sejati mencakup tiga hal:

شُكْرُ الْقَلْبِ بِالِاعْتِرَافِ، وَشُكْرُ اللِّسَانِ بِالْحَمْدِ، وَشُكْرُ الْجَوَارِحِ بِالطَّاعَةِ
“Syukur hati dengan mengakui nikmat, syukur lisan dengan memuji, dan syukur anggota tubuh dengan taat.”

Inilah keseimbangan yang membuat syukur menjadi superpower: ia tidak berhenti di lisan, tapi meresap hingga tindakan.

Ngeluh Tidak Membatalkan Iman, Tapi Bisa Menumpulkan Harapan

Allah tidak melarang manusia mengeluh, asalkan keluhannya ditujukan kepada-Nya, bukan kepada dunia.
Nabi Ya’qub عليه السلام pun berkata:

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
“Sesungguhnya aku hanya mengadukan kesedihanku dan dukaku kepada Allah.”
(QS. Yusuf: 86)

Keluhan kepada Allah bukan bentuk kelemahan, tapi tanda kedekatan. Yang berbahaya adalah ketika kita mengeluh kepada manusia tanpa henti, hingga lupa bahwa hanya Allah yang mampu menenangkan hati.

Syukur adalah kebalikan dari keluh kesah yang berlebihan. Ia mengangkat derajat jiwa, membungkus luka dengan harapan, dan mengubah “mengapa aku” menjadi “terima kasih, ya Allah.”

Penutup: Belajar Bersyukur di Tengah Luka

Hidup tidak akan pernah sempurna. Akan selalu ada hari ketika kita ingin menyerah, ketika doa terasa menggantung, ketika hati terasa penuh beban. Tapi di saat itulah, syukur bekerja paling kuat.

Syukur mengajarkan kita bahwa hidup bukan hanya tentang apa yang hilang, tapi juga tentang apa yang masih tersisa.
Ia mengajarkan bahwa bahkan dalam tangis, ada alasan untuk tetap percaya.

اللهم اجعلنا من الشاكرين في السراء والضراء
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang bersyukur dalam suka maupun duka.”

Maka, jika hari ini kamu lelah dan ingin mengeluh — silakan. Itu manusiawi. Tapi jangan lupa, setelah itu, ucapkan “Alhamdulillah.” Karena dalam kata itu, ada kekuatan yang bisa menenangkan badai apa pun di hatimu.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement