SURAU.CO – Koperasi adalah wajah ekonomi gotong royong bangsa. Ia lahir dari kesadaran bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada modal besar, tetapi pada persatuan dan kebersamaan. Di tengah derasnya arus kapitalisme global yang menempatkan keuntungan di atas nilai-nilai kemanusiaan, koperasi menjadi oase yang menghadirkan keadilan sosial, kemandirian ekonomi, dan kesejahteraan bersama.
Namun, untuk membangun ekonomi umat yang kuat dan mandiri, kita perlu menengok kembali akar koperasi yang sesungguhnya: koperasi dari desa, untuk desa, dan demi kemaslahatan umat.
Koperasi: Warisan Nilai Gotong Royong Umat Islam
Jika ditelusuri, semangat koperasi sesungguhnya sangat sejalan dengan nilai-nilai Islam. Prinsip ta’awun (saling tolong-menolong) dan musyarakah (kerja sama dalam keuntungan dan risiko) adalah fondasi ekonomi yang mengedepankan keberkahan, bukan semata keuntungan materi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.”
(HR. Muslim)
Inilah ruh koperasi yang sesungguhnya: menolong anggota, bukan menindas mereka. Menyatukan potensi umat kecil yang selama ini tercerai berai oleh sistem ekonomi yang individualistik.
Menghidupkan Koperasi dari Desa
Desa adalah jantung ekonomi rakyat. Di sanalah sumber daya alam tersedia, dan di sanalah kehidupan sosial masih kuat. Tapi sering kali potensi desa tidak terkelola dengan baik karena lemahnya kelembagaan ekonomi. Maka, koperasi menjadi solusi strategis.
Bayangkan sebuah koperasi desa yang bergerak di sektor pertanian. Para petani menjadi anggota, mereka menabung dan berinvestasi bersama. Koperasi membeli hasil panen dengan harga layak, mengolahnya menjadi produk bernilai tambah, lalu memasarkan secara kolektif. Keuntungan dibagi secara adil kepada seluruh anggota.
Dengan sistem seperti ini, petani tidak lagi tergantung pada tengkulak. Mereka menjadi pelaku utama ekonomi, bukan sekadar korban pasar.
Koperasi Syariah: Jalan Tengah Ekonomi Ummat
Untuk umat Islam, koperasi syariah menawarkan jalan tengah antara sistem kapitalis dan sistem sosialistis. Di dalamnya, setiap transaksi diatur dengan prinsip keadilan, transparansi, dan bebas dari riba. Keuntungan diperoleh dari usaha riil, bukan spekulasi.
Koperasi syariah bisa bergerak di berbagai bidang:
Koperasi simpan pinjam syariah, yang membantu anggota dengan pembiayaan tanpa bunga.
Dan Koperasi konsumsi, yang menyediakan kebutuhan pokok dengan harga lebih murah.
Koperasi produksi, yang menampung hasil karya anggota dan memasarkan bersama.
Koperasi jasa, seperti transportasi, digital, dan wisata halal.
Semua jenis koperasi ini bisa menjadi penggerak roda ekonomi umat jika dikelola dengan amanah, profesional, dan berlandaskan nilai Islam.
Tantangan dan Solusi
Kita harus jujur bahwa banyak koperasi di Indonesia yang hanya hidup di atas kertas. Ada yang mati suri, ada yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Ini terjadi karena lemahnya manajemen, rendahnya literasi keuangan, dan kurangnya pengawasan.
Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan:
- Pendidikan Koperasi dan Literasi Syariah
Setiap anggota koperasi perlu memahami hak dan kewajiban, serta prinsip ekonomi Islam agar koperasi tidak hanya berjalan, tapi juga membawa berkah. -
Kepemimpinan Amanah dan Profesional
Kita pilih pengurus koperasi berdasarkan integritas, bukan sekadar kedekatan. Amanah dalam pengelolaan dana umat adalah hal mutlak. -
Digitalisasi dan Transparansi
Koperasi desa harus beradaptasi dengan teknologi. Pengelolaan berbasis aplikasi digital dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan anggota. -
Sinergi Pemerintah dan Masyarakat
Dukungan dari Kementerian Koperasi, pemerintah daerah, dan lembaga keuangan syariah sangat penting. Tapi yang lebih penting adalah kesadaran masyarakat untuk terlibat aktif, bukan sekadar menunggu bantuan.
Koperasi Sebagai Instrumen Kebangkitan Umat
Kita bisa belajar dari sejarah kejayaan Islam. Rasulullah ﷺ dan Khulafaur Rasyidin wujudkan ekonomi umat dengan keadilan sosial. Tidak ada yang terlalu kaya hingga menindas, dan tidak ada yang terlalu miskin hingga terhina.
Sistem baitul maal, hisbah, dan syirkah adalah bentuk-bentuk ekonomi kolektif yang mirip dengan koperasi modern. Dengan ruh yang sama—gotong royong, kejujuran, dan keadilan—umat Islam pernah mencapai puncak kejayaan ekonomi dan peradaban.
Kita mulai kebangkitan itu kembali dari desa-desa melalui gerakan koperasi umat.
Dari Desa Menuju Kemandirian Nasional
Bila setiap desa memiliki satu koperasi yang sehat, maka ratusan ribu koperasi akan menjadi kekuatan ekonomi nasional.
Koperasi bukan hanya wadah bisnis, tapi juga wadah dakwah ekonomi—mengajarkan nilai kejujuran, kerja sama, dan solidaritas.
Ekonomi umat tidak akan bangkit hanya dengan pidato, tapi dengan gerakan nyata. Kita wujudkan kemandirian ekonomi umat dengan mendirikan koperasi desa yang islami.
Penutup
Koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, tetapi wadah perjuangan. Ia adalah simbol perlawanan terhadap sistem yang menindas rakyat kecil. Ia adalah alat bagi umat Islam untuk mewujudkan kemandirian tanpa meninggalkan nilai-nilai agama.
Mulailah dari desa, dari yang kecil, dari yang kita bisa. Kita bangun koperasi dengan semangat ukhuwah dan nilai-nilai Islam untuk kesejahteraan bersama.
Sebab, dari tangan-tangan petani, nelayan, pengrajin, dan pedagang kecil di desa—akan lahir kekuatan besar yang mampu menegakkan kembali ekonomi umat.
Sebagaimana pepatah lama mengatakan:
“Jika ingin berjalan cepat, berjalanlah sendiri.
Namun jika ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama.”
Dan koperasi adalah cara terbaik bagi umat untuk berjalan bersama menuju keberkahan dan kemandirian ekonomi. (Oleh: Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
