Khazanah
Beranda » Berita » Bagaimana Ibn Ḥajar Menyusun Biografi Ribuan Perawi dalam Taqrīb al-Tahdhīb

Bagaimana Ibn Ḥajar Menyusun Biografi Ribuan Perawi dalam Taqrīb al-Tahdhīb

ulama klasik menulis biografi perawi hadis di ruang perpustakaan
Menggambarkan keheningan ilmiah di ruang studi klasik, simbol dedikasi ulama terhadap amanah ilmu.

Surau.co. Dalam kajian ilmu hadis, tidak ada pekerjaan yang lebih menantang daripada menyusun ribuan biografi perawi hadis dengan akurat dan ringkas. Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī, dengan ketelitian dan kecemerlangannya, berhasil melakukan hal itu dalam kitab monumental Taqrīb al-Tahdhīb. Karya ini menjadi tonggak penting dalam sejarah ilmu rijāl (biografi perawi hadis), dan hingga kini tetap menjadi rujukan utama bagi para peneliti hadis di seluruh dunia Islam.

Kitab ini bukan sekadar daftar nama. Ia adalah hasil saringan tajam dari karya-karya sebelumnya seperti Tahdhīb al-Kamāl karya al-Mizzī dan Tahdhīb al-Tahdhīb yang juga ditulis oleh Ibn Ḥajar sendiri. Dalam Taqrīb al-Tahdhīb, sang pengarang menghadirkan keajaiban ilmiah dalam ringkasan — meringkas biografi ribuan tokoh tanpa kehilangan makna ilmiah.

Keajaiban di Balik Ringkasan: Ketelitian yang Terukur

Banyak yang bertanya, bagaimana mungkin Ibn Ḥajar menyusun ribuan biografi tanpa tergelincir dalam kesalahan? Jawabannya ada pada sistematika dan ketegasan metodologi. Ia tidak menulis dengan tergesa-gesa, melainkan menyusun sistem penilaian yang kokoh berdasarkan sumber otoritatif sebelumnya.

Dalam salah satu entri, beliau menulis:

“محمد بن سيرين ثقة ثبت فقيه إمام من كبار التابعين”
“Muḥammad bin Sīrīn adalah perawi yang tepercaya, kuat hafalannya, ahli fikih, dan termasuk tabi‘in senior.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dalam kalimat yang hanya terdiri dari beberapa kata, Ibn Ḥajar menempatkan empat lapisan informasi: kredibilitas (thiqah), kekuatan hafalan (tsabt), keahlian (faqīh), dan generasi keislaman. Ringkas tapi dalam, padat tapi kaya.

Menyusun dengan Hati, Bukan Sekadar Pena

Bila dibaca perlahan, setiap entri dalam Taqrīb al-Tahdhīb menunjukkan keseimbangan antara keilmuan dan adab. Ibn Ḥajar tidak asal memberi label “lemah” atau “kuat”. Ia mempertimbangkan reputasi, konteks, bahkan perbedaan pendapat ulama sebelumnya.

Sebagai contoh, ia menulis:

“عكرمة مولى ابن عباس صدوق له أوهام”
“‘Ikrimah, mantan budak Ibnu ‘Abbās, jujur namun memiliki kekeliruan.”

Ungkapan ini mencerminkan sikap adil dan penuh empati. Ibn Ḥajar tidak menafikan kejujuran seorang perawi hanya karena kelemahan hafalannya. Ia menilai manusia sebagaimana adanya — jujur tapi tidak sempurna.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Di sinilah Taqrīb al-Tahdhīb menjadi lebih dari sekadar ensiklopedia; ia adalah manifesto keilmuan yang berlandaskan integritas dan rahmah.

Struktur Penulisan: Alfabet, Tapi Penuh Makna

Struktur Taqrīb al-Tahdhīb disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah (alfabet Arab). Setiap perawi disebutkan dengan nama, kunyah (gelar seperti Abu, Umm), nasab, dan nisbah (asal daerah). Format ini memungkinkan pembaca menemukan nama dengan cepat, sekaligus memahami jaringan sanad dan asal-usul mereka.

Namun, yang menarik bukan hanya urutannya, tetapi juga pilihan kata yang sangat terukur. Satu istilah seperti thiqah, ṣadūq, layyin, atau majhūl bisa menentukan apakah sebuah hadis diterima atau ditolak.

Contohnya:

“إسماعيل بن عياش صدوق في روايته عن أهل بلده، ضعيف في غيرهم”
“Ismā‘īl bin ‘Ayyāsy jujur dalam riwayat dari penduduk negerinya, tetapi lemah dalam riwayat dari selain mereka.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Di sini, Ibn Ḥajar menunjukkan relativitas kredibilitas — bahwa keandalan seseorang bisa berubah tergantung konteks sanadnya. Pendekatan ini sangat modern: ia memahami bahwa kejujuran ilmiah tidak bersifat absolut, melainkan bergantung pada konteks dan sumber data.

Dari Ilmu Menjadi Spirit: Etika Sanad di Tengah Informasi Cepat

Di dunia digital, setiap orang bisa menjadi “perawi berita”. Bedanya, kita tidak lagi meneliti kredibilitas sebelum menyebarkan. Kitab Taqrīb al-Tahdhīb mengajarkan pelajaran penting: setiap informasi memiliki tanggung jawab moral di belakangnya.

Sebagaimana firman Allah Ta‘ālā:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu seorang fasik membawa berita, maka telitilah kebenarannya.”
(QS. al-Ḥujurāt: 6)

Ayat ini seolah menjadi ruh kitab Taqrīb al-Tahdhīb. Ibn Ḥajar tidak hanya menulis untuk para muhaddits (ahli hadis), tapi untuk siapa pun yang ingin menjadi penyampai kebenaran yang amanah.

Ketekunan dan Kecermatan yang Melahirkan Warisan Abadi

Tidak ada jalan pintas dalam ilmu. Ibn Ḥajar menunjukkan bahwa ketekunan adalah jalan menuju kemuliaan. Bayangkan, untuk menulis Taqrīb al-Tahdhīb, ia harus membaca, menelaah, dan memverifikasi ribuan biografi ulama sebelumnya.

Beliau menulis dalam salah satu mukadimah karyanya:

“جمعت ما في التهذيب من تراجم الرجال فهذبتها تقريبا وتوضيحا”
“Aku kumpulkan biografi para perawi dari kitab Tahdhīb dan aku ringkas agar lebih dekat dan mudah dipahami.”

Dari kalimat ini, kita belajar bahwa ringkas bukan berarti dangkal. Justru, di tangan orang yang benar-benar menguasai ilmunya, ringkasan bisa menjadi bentuk tertinggi dari kedalaman.

Refleksi: Amanah dalam Setiap Nama

Taqrīb al-Tahdhīb bukan hanya daftar panjang nama ulama. Ia adalah jaringan kepercayaan yang menghubungkan Rasulullah ﷺ dengan umatnya melalui rantai sanad yang bersih.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله، ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين”
“Akan membawa ilmu ini dari setiap generasi orang-orang yang adil, yang menyingkirkan penyimpangan orang melampaui batas, klaim palsu para penipu, dan penafsiran orang bodoh.” (HR. al-Baihaqī)

Hadis ini mencerminkan apa yang dilakukan Ibn Ḥajar. Ia menjadi penjaga keadilan ilmiah, memastikan agar ilmu Nabi ﷺ tetap bersih dari distorsi dan kebohongan.

Penutup: Menyusun Kebenaran dengan Kejujuran

Dalam dunia modern yang serba cepat, Taqrīb al-Tahdhīb mengingatkan kita akan nilai kejujuran, kesabaran, dan ketelitian. Ibn Ḥajar tidak hanya menyusun biografi, tetapi juga membangun budaya verifikasi — sesuatu yang sangat dibutuhkan di era media sosial hari ini.

Membaca karya ini adalah perjalanan spiritual dan intelektual: kita tidak hanya mengenal para perawi, tapi juga belajar tentang arti menjaga amanah ilmu.

 

* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement