Kisah
Beranda » Berita » Sang Al-Faruq, Khalifah yang Ditikam Ketika Subuh

Sang Al-Faruq, Khalifah yang Ditikam Ketika Subuh

Ilustrasi by Meta AI.

SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat banyak figur agung yang menginspirasi umat. Di antara para sahabat Nabi Muhammad ﷺ, Umar bin Khattab muncul sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh. Beliau adalah Khalifah kedua umat Islam dijuluki Sang Al-Faruq. Namanya harum karena keberanian, keadilan, dan ketegasannya. Kisah syahadahnya (kematian sebagai martir) menjadi salah satu yang paling mengharukan. Ini mengajarkan banyak hal berharga, meliputi iman yang kokoh, pengorbanan, dan akhir yang mulia. Artikel ini akan membahas peristiwa tragis itu dengan detail.

Amirul Mukminin: Kepemimpinan Umar bin Khattab yang Adil dan Merakyat

Umar bin Khattab memimpin umat Islam sebagai Khalifah kedua. Beliau menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Masa kepemimpinannya sangat gemilang. Beliau dikenal sangat adil. Ia menegakkan syariat Islam tanpa kompromi. Ia tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Kebijakannya selalu berpihak pada rakyatnya. Beliau juga sangat memperhatikan kesejahteraan umatnya.

Umar sering berpatroli malam hari. Tujuannya adalah memastikan rakyatnya hidup layak. Kisah-kisah keadilannya sangat banyak, menjadikannya teladan pemimpin yang adil dan merakyat. Pada masanya, wilayah Islam meluas pesat. Pasukan muslimin menaklukkan Syam, Mesir, dan Persia. Beliau juga mendirikan berbagai lembaga pemerintahan, seperti Baitul Mal (kas negara) dan Diwan (departemen). Ia bahkan menetapkan kalender Hijriah, yang menjadi standar umat Islam. Selain itu, beliau memperkenalkan sistem administrasi baru. Semua ini menunjukkan visinya, sebuah kepemimpinan yang jauh ke depan.

Benih Kebencian: Konspirasi di Balik Peristiwa Subuh

Meskipun Umar bin Khattab adalah Khalifah yang adil, musuh-musuh Islam tetap ada. Beberapa pihak menyimpan dendam. Kebencian itu akhirnya berujung pada konspirasi keji.

Seorang Majusi bernama Abu Lu’lu’ah, dengan nama asli Fairuz, adalah budak milik Al-Mughirah bin Syu’bah. Abu Lu’lu’ah ini menyimpan dendam pribadi terhadap Umar bin Khattab. Ia merasa gajinya terlalu rendah. Namun, para sejarawan banyak menyebutkan bahwa motivasi Abu Lu’lu’ah lebih dari sekadar gaji. Ia merupakan bagian dari konspirasi besar. Konspirasi itu melibatkan musuh-musuh Islam. Mereka tidak menyukai kekuatan Islam. Mereka juga tidak menyukai keadilan Umar. Demikianlah, benih kebencian ini tumbuh subur, hingga berujung pada rencana pembunuhan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Peristiwa tragis itu terjadi pada tahun 23 Hijriah, tepatnya Hari Rabu, 26 Dzulhijjah. Umar bin Khattab sedang memimpin shalat Shubuh berjamaah.

Ketika Umar mengumandangkan takbir, memulai shalatnya, Abu Lu’lu’ah tiba-tiba muncul dari kerumunan jamaah. Ia membawa belati beracun bermata dua yang telah disiapkan. Dengan cepat, ia menusuk Umar sebanyak tiga atau enam kali. Tikaman itu sangat parah. Umar bin Khattab pun tersungkur, berlumuran darah di mihrab shalat. Jamaah kaget dan panik. Mereka segera mengejar Abu Lu’lu’ah, namun ia melukai beberapa jamaah lain. Akhirnya, ia bunuh diri dengan belati yang sama.

Meskipun dalam kondisi terluka parah, Umar bin Khattab masih mampu menyelesaikan shalatnya. Beliau meminta Abdurrahman bin Auf menggantikan posisinya sebagai imam. Ini menunjukkan keteguhan beliau dalam ibadah, bahkan di saat-saat terakhir hidupnya.

Hari-hari Terakhir Sang Khalifah: Wasiat, Iman, dan Kesedihan Umat

Setelah peristiwa penikaman yang mengerikan itu, Umar bin Khattab segera dibawa pulang. Beliau menderita luka yang sangat parah.

Beliau sempat meminta informasi mengenai pelaku penusukan. Ketika diberitahu bahwa pelakunya adalah Abu Lu’lu’ah, ia bersyukur. “Alhamdulillah, Allah tidak menjadikan kematianku di tangan seorang muslim,” katanya. Ini menunjukkan pemahaman mendalamnya tentang pentingnya persatuan umat. Selain itu, beliau berpesan kepada putranya, Abdullah. Beliau meminta agar putranya melunasi semua utangnya kepada Baitul Mal (kas negara).

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Lebih lanjut, Umar juga memikirkan masa depan umat. Beliau memanggil enam sahabat terkemuka sebagai calon penggantinya. Beliau membentuk Dewan Syura untuk memilih Khalifah baru. Anggotanya adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqas. Beliau memberi mereka waktu tiga hari untuk musyawarah. Akhirnya, setelah tiga hari dirawat, Umar bin Khattab wafat sebagai syahid mulia.

Jenazah Umar bin Khattab dimakamkan di tempat yang sangat mulia. Beliau dimakamkan di samping Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Aisyah, istri Nabi ﷺ, adalah pemilik makam itu. Beliau mengizinkan Umar dimakamkan di sana. Ini merupakan kehormatan luar biasa, sebab hanya orang-orang pilihan yang dapat dimakamkan di tempat tersebut. Hal ini menunjukkan kedudukan Umar yang sangat tinggi di sisi Allah. Beliau adalah Amirul Mukminin yang telah menunaikan amanahnya dengan sempurna.

Pelajaran Abadi dari Syahadah Umar: Iman, Keadilan, dan Pengorbanan

Kisah syahadah Umar bin Khattab memberi banyak pelajaran berharga. Ini adalah inspirasi abadi bagi kita.

Pertama, ia mengajarkan kekuatan iman yang mampu menghadapi musuh. Kedua, ia menekankan pentingnya keadilan seorang pemimpin. Keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi. Ketiga, ia menunjukkan kebijaksanaan Umar dalam menghadapi tantangan dan musuh. Keempat, ia adalah bukti pengorbanan tertinggi, yaitu pengorbanan jiwa demi Islam. Kelima, ia menginspirasi kepedulian terhadap nasib umat.

Riyadus Shalihin: Buku Panduan Kecerdasan Emosional (EQ) Tertua Dunia


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement