SURAU.CO. Salah satu tanda anak durhaka adalah tidak hormat kepada orang tua, yang bisa diwujudkan dengan membentak, mengucapkan kata kasar, atau memandang sinis. Selain itu, tanda lainnya termasuk berkata “ah” ketika dipanggil, tidak memenuhi panggilan orang tua, tidak menuruti perintah yang baik, atau bersikap kasar.
Salah satu filosofi tanda anak durhaka adalah sikap tidak menghargai dan membangkang terhadap orang tua, baik melalui perkataan maupun perbuatan. Hal ini tercermin dalam tindakan seperti tidak menuruti nasihat yang baik, membentak, memandang sinis, atau bahkan membuat orang tua sedih dan sakit hati. Selanjutnya, sikap ini menunjukkan bahwa seseorang menolak untuk memberikan penghargaan dan bakti yang seharusnya diberikan kepada orang tua yang telah membesarkannya.
Secara alami, cinta orang tua kepada anak bersifat tanpa syarat, sementara anak belajar membalas cinta tersebut. Selain itu, orang tua seharusnya menjadi sosok yang dihormati dan disegani, bukan ditakuti. Namun, situasi ini menunjukkan bahwa kekuasaan emosional ada di tangan anak, yang bisa membalas dengan kemarahan jika orang tua tidak hati-hati. Selanjutnya, keadaan ini menciptakan hubungan yang tidak sehat dan abnormal.
Ketika orang tua berjalan di atas duri untuk menghindari kemarahan anaknya, hak mereka untuk mengarahkan, menasihati, dan menegur anak telah dirampas. Anak menjadi sosok yang dominan, sementara orang tua merasa tidak berdaya. Hal ini bertentangan dengan ajaran agama dan norma sosial yang mengharuskan anak untuk menghormati dan patuh kepada orang tua.
Seorang anak yang menjadi sumber ketakutan bagi orang tuanya adalah anak yang telah kehilangan kepekaan dan nuraninya. Sikap ini berawal dari hal-hal kecil, seperti mengabaikan panggilan orang tua, membantah dengan kasar, atau meremehkan nasihat mereka. Ketika orang tua sudah tidak lagi berani menegur, itu berarti sikap durhaka anak sudah mengakar dan menumpulkan hati nuraninya.
Bentuk-bentuk durhaka
Sikap berhati-hati orang tua karena takut anak marah adalah cerminan dari keangkuhan anak yang merasa lebih berkuasa. Anak seperti ini biasanya merasa lebih pintar, lebih kaya, atau lebih modern dari orang tuanya. Ia lupa bahwa kekayaan atau kepintaran yang dimilikinya tidak akan pernah bisa membalas jasa dan pengorbanan orang tua. Situasi ini dapat menjadi refleksi kegagalan dalam mendidik anak sejak dini. Terkadang, sikap durhaka anak berakar dari kesalahan orang tua, seperti membanding-bandingkan, mencaci maki, atau mengabaikan hak anak. Jika orang tua tidak mampu lagi menegur anak yang salah, berarti mereka tidak berhasil menanamkan nilai-nilai moral dengan baik sejak kecil.
Pertama, Tidak mendengarkan nasihat:
Mengabaikan nasehat yang baik atau peringatan dari orang tua, terutama nasihat yang mengarah pada kebaikan dan keselamatan.
Kedua, Berbicara kasar atau membentak:
Mengucapkan kata-kata kasar, seperti “ah,” atau membentak orang tua.
Ketiga, Menghardik atau menyinggung:
Perilaku merendahkan, seperti memandang sinis, menghardik, atau menggunakan kata-kata yang menyakitkan hati.
Keempat, Berperilaku tidak hormat:
Berjalan di depan orang tua.
Duduk membelakangi orang tua.
Menjauhi dengan rasa jijik.
Kelima, Melakukan hal yang dibenci:
Dia melakukan perbuatan yang diketahui dan sangat dibenci oleh orang tuanya.
Keenam, Tidak memenuhi panggilan atau permintaan:
Mengabaikan panggilan atau permintaan orang tua, bahkan yang sederhana sekalipun.
Dampak filosofis
Penolakan nilai-nilai luhur:
Durhaka merupakan penolakan terhadap konsep berbakti dan menghormati orang tua, yang merupakan nilai penting dalam banyak kebudayaan dan agama.
Mengabaikan rasa tanggung jawab:
Sikap tidak peduli terhadap kesejahteraan orang tua menunjukkan hilangnya rasa tanggung jawab terhadap keluarga.
Menimbulkan kesengsaraan:
Secara filosofis, durhaka bisa membawa kesengsaraan, baik di dunia maupun akhirat, sebagai dampak dari tindakan tidak berterima kasih dan menyakiti orang tua.
Contoh perilaku durhaka terhadap orang tua
- Berbicara dan bersikap tidak hormat:
Membentak, mencaci, atau mengucapkan kata-kata kasar
Mengucapkan “ah” atau “cis”
Memandang orang tua dengan tatapan sinis atau marah
Berbicara dengan suara lebih keras daripada orang tua
- Tidak menaati dan tidak peduli:
Tidak memenuhi panggilan orang tua, terutama jika mereka membutuhkan
Menolak menuruti perintah orang tua yang baik
Bersikap bakhil atau tidak mau membantu orang tua yang membutuhkan
Mengabaikan tanggung jawab terhadap orang tua atau merasa malu mengakui mereka
- Menyakiti perasaan orang tua:
Melakukan perbuatan maksiat yang membuat orang tua marah
Membicarakan keburukan orang tua di belakang mereka
Menyakiti orang tua secara fisik maupun perasaan tanpa penyesalan
Dalam hubungan keluarga yang sehat, penting untuk memupuk komunikasi yang penuh hormat antara orang tua dan anak. Tindakan yang menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap orang tua dapat mencakup, tetapi tidak terbatas pada:
- Menggunakan nada bicara yang kasar atau membentak saat berbicara dengan orang tua.
- Menunjukkan ekspresi wajah yang merendahkan atau sinis.
- Memberikan perintah kepada orang tua.
- Tidak menunjukkan kepedulian atau keengganan untuk membantu orang tua saat mereka membutuhkan.
- Mengucapkan kata-kata yang menghina atau mencela orang tua.
- Tidak merespon atau mengabaikan panggilan dari orang tua.
- Melakukan tindakan yang dapat membuat orang tua merasa sedih atau marah secara terus-menerus.
- Memutuskan hubungan atau tidak mengakui keberadaan orang tua.
Membangun hubungan yang positif dan saling menghargai dalam keluarga memerlukan usaha dari semua pihak. Jika ada kesulitan dalam komunikasi atau interaksi dalam keluarga, mencari nasihat atau dukungan dari profesional yang sesuai dapat membantu. (mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
