SURAU.CO–Said ibn Amir adalah seorang sahabat dari suku Quraisy keturunan Bani Jumah. Ayahnya bernama Amir ibn Hidzyam ibn Salaman ibn Rabiah dan ibunya bernama Ummu Said Arwa binti Abi Mu’ith, yang tak lain merupakan saudari Uqbah ibn Abu Mu’ith, salah seorang dedengkot kafir Quraisy yang sangat membenci Rasulullah Saw.
Pamannya, Uqbah ibn Abu Mu’ith, menjalani penawanan bersama 43 orang lain oleh kaum Muslim dalam Perang Badar. Setelah pulang dari Badar dengan membawa para tawanan, Rasulullah Saw. memerintahkan eksekusi atas al-Nadhar ibn al-Harits. Ali ibn Abu Thalib mendapat tugas untuk mengeksekusinya. Setibanya di Irqi al-Zabiyah, Rasulullah Saw. memerintahkan Ashim ibn Tsabit ibn Abil Aqlah untuk membunuh Uqbah. Sebelum lehernya terpenggal, Uqbah berkata, “Siapakah (yang akan mengurus) anak-anak, hai Muhammad?” Beliau bersabda, “Neraka (tempatmu).” Kemudian, Ashim memenggal lehernya.
Said adalah sahabat yang paling zuhud dan dekat kepada Nabi Saw. Ia masuk Islam sebelum penaklukan Khaibar dan ikut berhijrah ke Madinah. Ia berpartisipasi dalam Perang Khaibar bersama Rasulullah Saw. dan beberapa peristiwa lain. Setelah Rasulullah wafat, Said sering memberi nasihat dan juga peringatan kepada para khalifah agar senantiasa waspada akan murka Tuhan. Ia terkenal sebagai orang yang sangat sederhana, bahkan tergolong dalam kategori kaum Muslim yang fakir.
Suatu hari ia pernah menghadap Khalifah Umar ibn al-Khattab untuk menasihatinya,
“Wahai Umar, aku wasiatkan agar engkau takut kepada Allah dalam urusan manusia dan jangan sekali-kali takut terhadap manusia dalam urusan Allah. Janganlah ucapanmu menyalahi perbuatanmu… Cintailah mereka seperti kau mencintai dirimu dan keluargamu.”
Mendengar nasihatnya, Umar berkata, “Siapakah yang mampu melakukan itu semua, hai Said?”
“Orang yang dipercayakan oleh Allah untuk mengurus umat Muhammad dan tak menjadikan perantara apa pun antara dirinya dan siapa pun kecuali Allah.”
“Mulai sekarang engkau kuangkat menjadi gubernur Homs. Lakukan tugasmu dengan baik.”
Namun, Said menolak dan berkata, “Demi Allah, jangan kau timpakan fitnah kepadaku, hai Umar!”
Mendengar penolakannya, Khalifah Umar berseru, “Kalian limpahkan seluruh urusan kalian ke pundakku, dan kalian biarkan aku sendirian? Sudahlah, sekarang juga kau berangkat ke Homs!” Dengan berat hati Said berangkat menuju Homs seraya memohon pertolongan Allah.
Sedekah Seluruh Harta
Ketika Said menjabat sebagai gubernur Homs, istrinya sangat ingin membeli pakaian dan barang-barang lain. Said berkata, “Maukah engkau sesuatu yang lebih baik dari itu? Perdagangan di negeri ini sangat ramai. Aku akan memberikan harta kita kepada orang yang mampu memperdagangkan dan mengembangkannya.”
Maka, tanpa ragu-ragu lagi Said menyedekahkan semua hartanya kepada orang yang membutuhkan.
Hari-hari berlalu dan sang istri terus menanyakan kepada siapa harta mereka investasikan. Selang beberapa hari, seorang sahabat yang tahu persis ke mana larinya harta itu mengunjungi rumah Said. Karena terus mengalami desakan, sahabat Said menceritakan bahwa seluruh harta keluarga itu disedekahkan oleh Said kepada fakir miskin.
Tentu saja jawaban sahabat suaminya itu membuat istrinya marah. Ia menumpahkan kekecewaan. Said menjawab,
“Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Seandainya salah seorang dari wanita surga muncul ke bumi, niscaya bumi akan dipenuhi harum misik.’ Aku, demi Allah, tak ingin memilih mereka.”
Pengaduan Penduduk Homs
Suatu hari, Khalifah Umar raḍiyallāhu ‘anhu mengunjungi Homs. Ia meminta data kaum fakir miskin. Mereka (pegawai Homs) menuliskannya,
“Yang termasuk fakir adalah si fulan, si fulan, si fulan, dan Said ibn Amir.”
Khalifah Umar bertanya heran, “Gubernur kalian fakir? Lalu dikemanakan gajinya?”
“Ia menyedekahkan semuanya setiap kali ia menerimanya.”
Mendengar penjelasan mereka, Khalifah Umar menangis, kemudian memasukkan seribu dinar ke dalam pundi dan memerintahkan agar diberikan kepada Said. Ketika utusan Khalifah Umar datang membawa uang itu, Said mengembalikannya.
Sang istri yang mendengar dari balik tirai bertanya, “Apakah kiamat segera tiba?”
“Lebih penting dari itu,” jawab Said. “Fitnah memasuki rumahku. Dunia datang untuk merusak akhiratku.”
Said pun mengumpulkan uang dinar tersebut lalu memasukkannya ke dalam pundi. Sejurus kemudian, semua uang itu dibagikan kepada orang yang membutuhkan. Setelah itu, hatinya kembali merasa tenang.
Saat Khalifah Umar berkunjung ke Homs, penduduk di wilayah itu mengadukan gubernur mereka Said ibn Amir. Ada empat hal yang mereka sampaikan kepada Khalifah.
Khalifah Umar berpaling kepada Said ibn Amir dan bertanya, “Apa pembelaanmu terhadap kesalahan-kesalahan yang telah kau lakukan itu, hai Said?”
Said menjawab satu per satu:
“Keluargaku tak punya pembantu. Jadi, di pagi hari aku membuat tepung untuk mereka… Setelah itu, aku berwudu dan keluar menemui orang-orang. Lalu Aku membagi hari-hariku. Satu bagian untuk Tuhanku dan satu bagian untuk rakyatku… Waktu malam khusus untuk Tuhanku. Kemudian Aku hanya memiliki satu potong pakaian. Setiap bulan aku mencucinya dua kali… Setelah itu, aku menunggu pakaianku kering dan kukenakan kembali untuk menemui mereka. Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri—bersama orang Quraisy—bagaimana Khubaib ibn Adi disalib. Setiap kali aku teringat kejadian itu, pandanganku gelap dan aku jatuh pingsan.”
Mendengar jawaban Said, Khalifah Umar menarik napas dalam-dalam, kemudian meminta agar Said melanjutkan tugasnya, tetapi ia menolak. Ibn al-Atsir menuturkan perbedaan pendapat tentang di mana Said ibn Amir wafat. Ada yang mengatakan ia wafat di Kaesaria, atau di Homs.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
