SURAU.CO– Salim maula Abu Khudzaifah adalah seorang sahabat Nabi Saw. dari golongan Mawali (budak yang dimerdekakan), yang tumbuh di tengah keluarga yang mahir berkuda.
Ia termasuk sahabat utama dan tergolong kaum Muhajirin. Setelah dimerdekakan oleh Tsubayah al-Anshariyah (istri Abu Khudzaifah), Abu Khudzaifah mengambil dan mengangkatnya sebagai anak. Rasulullah Saw. kemudian mempersaudarakan Salim dengan Muaz ibn Ma’idh.
Salim dikenal sebagai qari (pembaca Al-Qur’an) terkemuka, sebuah kehormatan yang dikukuhkan langsung oleh Nabi Saw. Beliau pernah bersabda,
“Ambillah (pelajarilah) Al-Qur’an dari empat orang: Abdullah ibn Mas‘ud, Salim maula Abu Khudzaifah, Muaz ibn Jabal, dan Ubay ibn Ka‘b.”
Pengakuan ini menempatkan Salim dalam jajaran ulama rujukan tertinggi pada awal masa Islam.
Kepemimpinan Hijrah dan Kekaguman Rasulullah
Salim memainkan peran penting sebelum kedatangan Nabi Saw. ke Madinah. Ia hijrah lebih dulu ke Madinah dan memimpin kaum Muhajirin yang sudah tiba terlebih dahulu. Bahkan, Umar ibn al-Khattab ra. termasuk dalam rombongannya saat berhijrah. Salim Rasulullah tugaskan untuk memimpin rombongan tersebut karena ia merupakan sahabat yang Nabi anggap paling banyak hafal Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, standar kepemimpinan ternyata tidak didasarkan pada nasab, melainkan pada keilmuan dan kedekatan spiritual dengan Kitabullah.
Suatu ketika, Aisyah ra. terlambat menemui Rasulullah Saw., sehingga beliau bertanya, “Apa yang menahan dirimu sehingga terlambat datang?”
Aisyah menjawab, “Aku mendengar seseorang membaca Al-Qur’an. Aku terpaku beberapa saat karena bacaannya yang bagus.”
Maka, Rasulullah Saw. mengambil selendangnya dan bergegas keluar. Ternyata, pembaca Al-Qur’an yang Aisyah maksudkan adalah Salim Maula Abu Khudzaifah. Rasulullah Saw. pun bersabda,
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan di antara umatku orang sepertimu.” Pujian ini merupakan bukti nyata kemuliaan Salim dalam hal keimanan dan kualitas bacaan Al-Qur’annya.
Pujian Khalifah Umar
Sahabat Umar ibn al-Khattab ra. pun sering memujinya. Menjelang wafat, Umar ra. pernah berkata,
“Seandainya saat ini Salim masih hidup, tentu urusan (kekhalifahan) ini tidak perlu untuk dimusyawarahkan.”
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Umar ra. sebenarnya akan menunjuknya sebagai khalifah pengganti dirinya jika ia masih hidup. Kepercayaan ini menegaskan betapa tinggi posisi dan kebijaksanaan Salim di mata para sahabat besar.
Salim mengalami banyak peperangan dan berbagai peristiwa penting bersama Rasulullah Saw., termasuk Perang Badar, Uhud, Khandaq, dan perang-perang lainnya.
Loyalitas di Medan Perang
Loyalitas dan kemampuannya teruji saat terjadi Perang Yamamah melawan Musailamah al-Kazzab–sang Nabi palsu. Ia mendapatkan tugas dan amanah penting, yakni sebagai pembawa panji kaum Muslim. Saat itu seseorang berujar kepada Salim, “Hai Salim, kami khawatir akan terjadi sesuatu padamu seperti yang terjadi pada orang sebelummu (yang membawa panji).” Salim menjawab, “Aku adalah pembaca Al-Qur’an yang buruk. Jadi, biarkan saja aku memperbaikinya (dengan berjuang sungguh-sungguh).” Jawaban ini tentunya suatu cermin kerendahan hati dan kegigihan tekadnya untuk mempertahankan kehormatan Al-Qur’an hingga titik darah penghabisan.
Ketika ia melihat banyak Muslim yang gugur, Salim segera mencari Abu Khudzaifah dan memutuskan untuk berperang di sisinya dengan wajah yang ceria. Seakan-akan ia berkata,
“Aku hidup bersamamu dan aku akan tetap bersamamu hingga sampai ke negeri keabadian.”
Keduanya telah gugur sebagai para syuhada , mereka menutup hidup mereka dengan kebersamaan dalam perjuangan membela cahaya Islam. Semoga Allah merahmati mereka berdua.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
