Khazanah
Beranda » Berita » Thalhah ibn Ubaidillah: Sang Dermawan yang Dijamin Surga

Thalhah ibn Ubaidillah: Sang Dermawan yang Dijamin Surga

Ilustrasi prajurit Islam menunggang kuda.
Ilustrasi prajurit Islam menunggang kuda.

SURAU.CO-Thalhah ibn Ubaidillah adalah seorang sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Bani Tayyim. Ayahnya bernama Abdullah ibn Utsman dan ibunya bernama al-Sha’bah binti Abdullah. Allah telah memuliakan ibunda Thalhah dengan Islam.

Thalhah memiliki sejarah hidup yang cukup panjang dan mulia. Ia termasuk satu dari enam anggota syura untuk memberikan saran dan pendapat. Ia juga termasuk salah seorang dari delapan orang yang lebih dulu memeluk Islam. Selain itu, ia termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga (Al-‘Asyarah al-Mubasysyarūna bil Jannah).

Thalhah merupakan satu-satunya orang yang mendapatkan gelar dari Rasulullah. Saat Perang Dzātul ‘Asyirah, beliau memanggilnya Thalhah al-Fayyādh (yang berlimpah kebaikan). Dalam Perang Uhud, beliau menyebutnya Thalhah al-Khayr (pemilik kebajikan). Sedangkan pada Perang Hunain, beliau memberinya gelar Thalhah al-Jūd (sang dermawan).

Bahkan, dalam kesempatan lain, beliau sering menyebutnya dengan nama-nama sifat, seperti al-Shabih, al-Fasih, atau al-Malih. Tidak hanya itu, beliau mengungkapkan penghormatan kepadanya dalam sabda beliau,

“Thalhah dan al-Zubair adalah tetanggaku di surga.”

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Awal Keislaman dan Penderitaan

Ibn al-Atsir menuturkan bahwa Thalhah termasuk golongan pertama yang memeluk Islam. Abu Bakar al-Shiddiq mengajaknya menemui Rasulullah Saw., dan di hadapan beliau ia bersyahadat.

Setelah memeluk Islam, Naufal ibn Khuwailid mengikat Abu Bakar dan Thalhah. Naufal termasuk orang Quraisy yang sangat kejam, sehingga tak seorang pun dari Bani Tayyim yang mencegahnya. Karena itulah mereka disebut al-Qarinayn (Dua Sahabat). Meskipun ada yang mengatakan Utsman ibn Ubaidillah yang mengikat mereka agar tidak dapat mendirikan salat, mereka mengabaikannya dan tetap menunaikan salat.

Ketika Thalhah dan al-Zubair memeluk Islam, Rasulullah Saw. mempersaudarakan mereka di Makkah. Setelah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Thalhah dengan Abu Ayyub al-Anshari.

Keberanian di Perang Uhud

Thalhah tidak ikut dalam Perang Badar karena saat itu ia berada di Syam. Ia datang kembali di Madinah saat kaum Muslim pulang dari Badar. Meskipun tidak ikut perang, Thalhah menanyakan panahnya, dan beliau bersabda, “Bagimu panahmu,” Thalhah bertanya, “Lalu pahalanya?” Beliau menjawab, “Juga pahalanya.”

Setelah Perang Badar, Thalhah mengikuti berbagai peperangan lain bersama Rasulullah , termasuk Perang Uhud.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Keberanian dan kewiraan Thalhah tampak jelas saat Perang Uhud. Ia bertempur habis-habisan dan menjadikan dirinya sebagai tameng hidup untuk melindungi Rasulullah Saw. Saat itu tangannya terkena tombak hingga tak bisa digerakkan dan kepalanya pun terluka, tetapi ia masih kuat menggendong Rasulullah Saw. dan membawa beliau menaiki sebuah batu besar.

Al-Zubair berkata, “Ketika bermaksud menaiki batu dan tak bisa meraihnya karena lemah, Thalhah menggendong beliau dan menaikkannya pada batu itu hingga beliau dapat berdiri di sana. Ketika itulah aku mendengar beliau bersabda, ‘Kabulkanlah (doa) Thalhah.’ ”

Rasulullah bersabda,

“Barang siapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas kedua kakinya, lihatlah Thalhah ibn Ubaidillah.”

Pribadi yang dermawan

Thalhah termasuk Muslim yang kaya raya. Namun, hartanya yang berlimpah itu sering membuatnya susah tidur. Suatu malam, istrinya Su’da bertanya, “Apa yang terjadi, hai Abu Muhammad? Adakah sesuatu pada diriku yang meragukanmu?”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Thalhah menjawab, “Tidak. Hanya saja, aku merasa bingung oleh harta kita. Entah apa yang mesti kulakukan dengan harta itu?”

Su’da menjawab, “Berikan saja kepada keluarga dan kaummu.” Keesokan harinya, ia memerintah para pembantunya untuk membagikan hartanya ke seluruh penjuru Madinah. Barulah kemudian Thalhah bisa tidur tenang.

Ketika Perang Jamal berkecamuk, Ali memanggilnya bersama al-Zubair. Mereka pun berbincang-bincang. Akhirnya, Thalhah dan al-Zubair menarik diri dari peperangan. Sayang sekali, usai berbincang-bincang, sebuah anak panah melesat mengenai tubuhnya. Terdapat cerita bahwa anak panah itu meluncur dari busur milik Marwan ibn al-Hakam.

Saat Thalhah terbunuh, Ali mengusap debu di wajahnya dan berkata,

“Aku mengagumimu, wahai Abu Muhammad. Tak pernah aku melihatmu tersungkur di bawah langit seperti ini.”

Demikianlah akhir hayat seorang sahabat mulia yang berjuluk Sang Dermawan dan Allah janjikan surga.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement