SURAU.CO-Thufail ibn Amr al-Dausi adalah seorang sahabat Nabi dari suku Azadi, keturunan Bani Dausi, yang bergelar Dzunnur (Si Pemilik Cahaya). Ia adalah pemimpin suku Daus, suku penyembah berhala yang mereka namai “Dzul Kaffain”. Thufail tidak hanya terpandang di tengah kaumnya, tetapi juga di kalangan bangsa Arab.
Saat pertama kali ia berziarah ke Makkah (setelah Nabi Saw. menyiarkan dakwahnya), orang Quraisy memperingatkannya agar berhati-hati terhadap Muhammad dan perkataannya. Bahkan, mereka mengawasinya selama berada di Makkah agar jangan sampai mendengar perkataan Muhammad.
Suatu ketika Thufail ibn Amr al-Dausi datang ke Makkah. Sekelompok Quraisy menemui Thufail dan berkata,
“Hai Thufail, kau datang ke negeri kami, dan apa yang dilakukan orang ini (Muhammad) sungguh membuat kami khawatir. Ia telah memecah-belah persatuan kami dan merusak urusan kami. Jangan sekali-kali kau berbicara dengannya atau mendengar perkataannya!”
Memeluk Islam dan Karunia Cahaya
Thufail menuturkan,
“Kaum Quraisy terus memperingatkan aku… sampai-sampai aku mesti menutup kedua telinga dengan kain ketika memasuki masjid agar tidak mendengar ucapan Muhammad.”
Namun, ia masuk masjid dan melihat Rasulullah Saw. sedang berada di dekat Ka‘bah. Secara tak sengaja ia mendengar sepatah perkataan beliau. Maka, ia berpikir, “Demi Allah, orang ini pasti orang yang pandai… kenapa aku mesti khawatir mendengar ucapannya? Jika ucapannya bagus, pasti aku menerimanya. Jika perkataannya buruk, tentu aku akan menolaknya.”
Thufail mengikuti Rasulullah sampai beliau memasuki sebuah rumah, dan Thufail pun ikut masuk. Saat itu ia langsung berkata, “Hai Muhammad, kaummu mengatakan anu dan anu tentang dirimu… Jadi, ceritakanlah kepadaku apa yang kaudakwahkan itu.”
Rasulullah Saw. menjelaskan tentang Islam dan membacakan Al-Qur’an. Thufail berkata,
“Demi Allah, belum pernah aku mendengar perkataan yang sebagus itu dan ajaran yang seadil ajarannya.” Dengan penuh kesadaran, ia bersyahadat.
Kemudian ia berkata, “Aku adalah orang yang ditaati oleh kaumku dan aku akan pulang menemui mereka. Aku akan mengajak mereka ke dalam Islam. Karena itu, doakan aku agar Allah memberi tanda keagungan-Nya yang dapat membantuku mengajak mereka kepada Islam.” Lalu beliau berdoa,
“Ya Allah, jadikan baginya tanda (keagungan-Mu).”
Setelah itu, ia pulang kepada kaumnya. Saat tiba di Tsaniyah, tiba-tiba saja ia melihat secercah cahaya bagaikan lampu tepat di depan matanya. Ia berkata, “Ya Allah, (pindahkan) pada tempat selain wajahku.” Tiba-tiba saja cahaya itu pindah ke atas kepalanya, sehingga semua orang melihat cahaya tersebut bagaikan lampu yang tergantung.
Keluarga yang Menerima Islam
Ketika tiba di kampung halaman, Thufail segera menemui ayahnya yang sudah tua. Meskipun ayahnya kaget, ia berkata, “Anakku, agamamu adalah agamaku juga.” Thufail memintanya pergi bersuci dan membersihkan pakaiannya. Setelah itu, Thufail menjelaskan ajaran Islam dan ayahnya bersedia memeluk Islam.
Kemudian istrinya datang, dan ia mengatakan kepadanya, “Islam telah memisahkan kita. Aku telah mengikuti agama Muhammad.” Di luar dugaan, istrinya berkata, “Agamamu adalah agamaku juga.” Thufail pun mengajaknya bersuci dan mengajarkan ajaran Islam, dan istrinya bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Dakwah yang Gigih dan Perang Yamamah
Setelah itu, Thufail menemui kaumnya, suku Daus, dan mengajak mereka kepada Islam, tetapi mereka menolaknya. Karena mereka menolak, ia kembali menghadap Rasulullah Saw.dan mengadukan hal itu, “Wahai Nabi Allah, aku tak mampu mengajak suku Daus. Karena itu, doakanlah mereka.”
Nabi berdoa,
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada suku Daus! Pulanglah kepada kaummu, ajak mereka dan perlakukan mereka dengan lembut.”
Sejak saat itu, ia terus berusaha mengajak kaumnya. Akhirnya, ia datang menghadap beliau (di Madinah) bersama kaumnya yang telah memeluk Islam. Saat itu, Rasulullah sedang berada di Khaibar. Thufail bersama rombongan menyusul beliau ke Khaibar dan ikut berperang bersama kaum Muslim lainnya.
Ketika banyak orang Arab yang murtad, Thufail ikut serta memerangi mereka. Ia berhasil menumpas habis Thulaihah dan pengikutnya di wilayah Nejed. Setelah itu, Thufail dan pasukan Muslim lainnya terus bergerak menuju Yamamah. Di dalam pasukan itu terdapat putranya, Amru ibn al-Thufail.
Thufail gugur sebagai syahid di Yamamah. Sedangkan anaknya mendapat luka yang parah, tetapi ia bisa pulih kembali. Putranya gugur sebagai syahid dalam Perang Yarmuk di masa Khalifah Umar ibn al-Khattab.
Penghancuran Berhala Dzul Kaffain
Satu hal yang sangat mengusik pikirannya adalah berhala Amr ibn Humamah yang dinamai “Dzul Kaffain”. Thufail telah bertekad untuk menghancurkan berhala itu.
Untuk memenuhi keinginannya, Thufail menghadap Rasulullah dan meminta izin beliau untuk membakar berhala Dzul Kaffain di hadapan orang-orang yang menyembahnya. Setelah Rasulullah memberinya izin, Thufail bersama beberapa orang pergi ke tempat berhala tersebut. Setibanya di sana, ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan kayu bakar.
Para penyembah berhala itu, yang kesal dan marah melihat perbuatan Thufail, mengatakan bahwa ia akan terkena bencana. Namun, Thufail terus membakarnya sambil melantunkan syair. Thufail terus membakar berhala itu hingga berubah menjadi debu. Semua orang yang menyaksikan akhirnya menyadari kesesatan mereka. Apa yang telah dilakukan Thufail menjadi sebab keislaman kaumnya.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
