SURAU.CO – Suatu sore yang tampak biasa di Jakarta, menjadi saksi bisu sebuah temuan yang mengguncang hati banyak orang. Di balik hiruk pikuk kota, di antara deru kendaraan dan rutinitas warga, ditemukan kerangka manusia di galian saluran air. Sebuah berita yang singkat, namun menyimpan kisah panjang di balik sunyi. Tayangan “Kilas Kriminal” di Kompas TV menampilkannya sekilas, tetapi sesungguhnya peristiwa ini mengandung pesan moral dan spiritual yang mendalam — tentang kehidupan, kematian, dan tanggung jawab sosial yang kian pudar di tengah peradaban modern.
Di Balik Galian Saluran Air: Sebuah Cermin Kehidupan
Tidak ada yang menyangka bahwa tanah yang digali untuk memperlancar aliran air itu justru memperlihatkan rahasia yang lama tersembunyi. Kerangka manusia — tanda keheningan terakhir — muncul ke permukaan, seolah ingin berbicara kepada kita semua.
Kematian, yang selama ini disembunyikan di bawah tanah, kini seakan berkata: “Wahai manusia, ke mana engkau berlari dari takdirmu?”
Temuan seperti ini seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi kriminalitas semata, tetapi juga sebagai cermin sosial dan spiritual. Sebab, di setiap tulang yang ditemukan, ada pertanyaan besar tentang bagaimana manusia memperlakukan sesamanya — baik semasa hidup maupun setelah meninggal dunia.
Hilangnya Rasa Aman di Tengah Kota Besar
Jakarta, kota yang tak pernah tidur, kini menambah satu daftar panjang kisah misteri. Ketika berita semacam ini muncul, yang tergambar bukan hanya kasus hukum, tetapi juga rasa kehilangan atas nilai kemanusiaan.
Bagaimana mungkin seseorang bisa berakhir menjadi kerangka di dalam saluran air tanpa seorang pun tahu? Di sinilah kita menyadari bahwa individualisme dan kesibukan telah menumpulkan empati.
Islam mengajarkan bahwa keamanan adalah salah satu nikmat terbesar. Nabi ﷺ bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian bangun di pagi hari dalam keadaan aman di rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.”
(HR. Tirmidzi)
Namun, ketika keamanan dan kepedulian mulai pudar, maka tragedi demi tragedi akan muncul tanpa kita sadari.
Pesan dari Kematian: Dunia Tidak Abadi
Kerangka manusia yang ditemukan di galian itu seolah mengingatkan kita pada firman Allah:
> “Setiap jiwa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu…”
(QS. Ali Imran: 185)
Tidak ada yang abadi. Rumah, jabatan, kendaraan, bahkan tubuh kita sendiri — semua akan kembali menjadi tanah. Tetapi di balik kepastian kematian, Allah mengajarkan agar manusia tidak lalai menyiapkan bekal terbaik sebelum dipanggil pulang.
Berita semacam ini bukan sekadar laporan kriminal; ia adalah panggilan ruhani agar setiap kita menatap hidup dengan lebih sadar. Karena boleh jadi, hari ini kita yang menonton berita itu, besok nama kita yang diberitakan.
Menyoal Kepedulian dan Sosialisasi Lingkungan
Peristiwa ini juga membuka mata tentang pentingnya sense of community — rasa memiliki terhadap lingkungan. Bila setiap tetangga mengenal satu sama lain, bila setiap warga peka terhadap perubahan sekitar, maka kemungkinan besar tragedi semacam ini dapat dicegah lebih awal.
Islam menekankan pentingnya silaturahmi dan kepedulian sosial. Nabi ﷺ bersabda:
“Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Sayangnya, banyak masyarakat kota kini hidup dalam “kesendirian beramai-ramai”. Kita tinggal bersebelahan, tetapi hati terpisah oleh tembok kesibukan.
Refleksi Dakwah: Dari Berita ke Ibrah
Setiap berita kriminal, bila direnungkan dengan hati yang jernih, sebenarnya bisa menjadi bahan dakwah dan pendidikan jiwa. Dalam kasus ini, kita belajar bahwa:
Dunia yang gemerlap tidak menjamin keselamatan seseorang.
Kehidupan yang sibuk tidak boleh menghilangkan nurani dan rasa peduli.
Kematian adalah guru terbesar yang mengajarkan makna rendah hati dan tanggung jawab.
Maka dari itu, para dai, guru, dan pemimpin masyarakat perlu menjadikan peristiwa seperti ini sebagai bahan renungan publik. Dakwah tidak selalu harus di atas mimbar; terkadang, satu berita kriminal bisa menghidupkan kesadaran tauhid dan kemanusiaan yang mendalam.
Keadilan dan Akhirat: Dua Sisi yang Tak Terpisahkan
Kita percaya bahwa dunia ini bukan akhir dari segalanya. Jika di dunia ini masih ada misteri, ketidakadilan, atau jenazah yang belum diketahui pelakunya, maka di akhirat kelak semua akan diungkap.
Allah berfirman:
> “Pada hari itu manusia akan keluar dari kuburnya dalam keadaan berserak-serak, agar diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.”
(QS. Az-Zalzalah: 6)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa tidak ada satu pun yang luput dari pengawasan Allah. Bahkan tulang yang telah rapuh pun akan bersaksi atas apa yang pernah terjadi.
Antara Dunia Media dan Dunia Nyata
Media seperti Kompas TV menyiarkan kisah ini dengan format “Kilas Kriminal” — berita cepat, informatif, dan visual.
Namun bagi para penonton yang beriman, seharusnya ini bukan sekadar tontonan, melainkan tadabbur kehidupan.
Kita bisa bertanya pada diri sendiri:
Apakah kita sudah siap bila suatu hari nama kita disebut di layar televisi — bukan sebagai pelaku, bukan sebagai korban, tetapi sebagai jenazah tanpa nama?
Mengembalikan Nurani di Tengah Kekerasan
Setiap kali muncul berita tentang pembunuhan, penganiayaan, atau penemuan jenazah misterius, kita seolah diingatkan bahwa dunia sedang kehilangan kasih sayang. Padahal Nabi Muhammad ﷺ datang sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Kasih sayang bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang tidak menyakiti.
Tentang bagaimana kita memelihara nyawa, menghormati jenazah, dan menjaga kemanusiaan hingga ke akar terdalamnya.
Penutup: Ketika Berita Menjadi Doa
Mari jadikan setiap berita tragis sebagai doa:
Doa bagi arwah yang ditemukan, agar Allah memberi ampunan dan tempat terbaik.
Doa bagi pelaku, agar hatinya terbuka untuk bertaubat.
Dan doa bagi kita semua, agar Allah menjaga dari kelalaian yang menjerumuskan pada kejahatan atau ketidakpedulian.
Sebab di balik berita yang menakutkan, selalu ada hikmah yang menenangkan:
Bahwa hidup hanyalah perjalanan singkat menuju pertemuan abadi dengan Allah.
“Kerangka manusia di galian saluran air” bukan sekadar judul berita kriminal — ia adalah panggilan untuk kembali menegakkan nilai kemanusiaan dan keimanan, agar hidup ini tidak berakhir tanpa makna, tanpa nama, dan tanpa amal. (Oleh: Tengku Iskandar –
Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
