Khazanah
Beranda » Berita » Zaid ibn Arqam: Saksi Kebenaran dari Madinah hingga Karbala

Zaid ibn Arqam: Saksi Kebenaran dari Madinah hingga Karbala

Ilustrasi pasukan muslim berderap menuju medan perang.
Ilustrasi pasukan muslim berderap menuju medan perang.

SURAU.CO-Zaid ibn Arqam ibn Zaid adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, dari suku Khazraj keturunan Bani al-Harits ibn al-Khazraj. Ia punya banyak nama panggilan, antara lain Abu Umar, Abu Amir, Abu Sa‘d, dan Abu Said. Ia adalah anak yatim yang diasuh oleh Abdullah ibn Ruwahah, sang penyair yang termasuk di antara tiga panglima yang syahid dalam Perang Muktah.

Ibn Jarir, dalam Tarikh al-Thabari, bertutur tentang kaitan antara Zaid ibn Arqam dan Abdullah ibn Ruwahah. Ia meriwayatkan dari Zaid ibn Arqam,

“Aku adalah anak yatim yang diasuh oleh Abdullah ibn Ruwahah. Ketika berangkat menuju medan Perang Muktah, aku ikut serta membawakan perbekalannya.”

Zaid menceritakan, “Suatu malam, ia berjalan sambil bersenandung.” Mendengar lantunan syairnya, aku menangis sedih. Abdullah ibn Ruwahah berkata, “Tak perlu kau menangis dan berduka hai Anak, Allah akan menganugerahkan kesyahidan kepadaku, dan kau akan kembali meneruskan perjalanan.”

Ucapannya itu ternyata menjadi kenyataan: ia pergi dan tak pernah kembali. Allah mengangkatnya sebagai syahid. Zaid pulang dari medan perang tanpa disertai pengasuh setianya. Ia merasa kehilangan sang pelindung.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Membawa Berita dari Si Munafik

Al-Allamah al-Alusi menulis dalam tafsir Ruhul Ma’ani tentang tafsir surah al-Munafiqun. Ia mengutip sebuah riwayat sahih dari Zaid ibn Arqam. Zaid bercerita,

“Aku berperang bersama Rasulullah, dan di antara kami ada sekelompok Arab badui. Saat kami mendekati mata air, orang Arab badui itu mendahului kami. Mereka menguras habis mata air itu lalu memenuhinya dengan batu.”

Tidak lama berselang, seorang Anshar mendatangi kelompok Arab badui itu dan meminta izin mengambil air. Tetapi mereka tak mengizinkan. Sahabat Anshar itu mengambil sebuah batu dan mengangkatnya. Namun, orang badui itu malah mengambil sepotong kayu, lalu memukul kepala sahabat Anshar itu hingga terluka.

Tidak lama berselang, datang Abdullah ibn Ubay, pemuka kaum munafik. Ia memanfaatkan situasi itu dan berkata kepada para pengikutnya, “Demi Allah, jika kita kembali ke Madinah, kita keluarkan yang hina dari yang mulia.”

Zaid berkata, “Saat itu, aku mengikuti pamanku. Ketika aku mendengar ucapan Abdullah ibn Ubay, aku segera menyampaikannya kepada pamanku, yang kemudian melaporkannya kepada Rasulullah.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ayat yang Membenarkan Zaid

Maka, Rasulullah segera mengutus seseorang untuk melihat apa yang terjadi serta menanyakan langsung kepada Ibn Ubay apa maksud perkataannya. Namun, ketika ditanya, Abdullah menyangkal semua yang dituduhkan.

Akibatnya, Rasulullah sepertinya lebih memercayai ucapan Ibn Ubay dibanding ucapan Zaid. Pamannya datang seraya berkata, “Apa yang kaulakukan sehingga kaum Muslim menyangkal omonganmu?”

Tentu saja Zaid merasa sedih dan bingung. Tanpa menjawab pertanyaan pamannya, ia bergegas pergi. Tetapi tiba-tiba Rasulullah datang menghampirinya. Beliau menyentuh telinganya, lalu tertawa.

Keesokan paginya Rasulullah membacakan firman Allah Swt, yaitu Surah al-Munafiqun.

Imam al-Alusi menambahkan dari jalur riwayat lain bahwa Abdullah, putra Abdullah ibn Ubay, marah ketika mendengar kabar itu. Ia menekan dan memaksa ayahnya agar mengatakan kebaikan tentang Rasulullah dan kaum Muslim.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdullah bahwa ketika Rasulullah Saw. mendengar apa yang dilakukan oleh Ibnu Ubay, Umar ibn al-Khattab berkata, “Wahai Rasulullah, biarkan kupenggal leher orang munafik ini.” Nabi Saw. bersabda, “Biarkan saja dia, jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabatnya.”

Zaid mengatakan, “Tidak lama setelah ayat itu turun, Rasulullah membacakannya kepadaku dan kemudian bersabda,

‘Allah sungguh telah membenarkanmu.’ ”

Saksi Peristiwa Karbala

Zaid banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah. Ia termasuk orang yang diperhitungkan di kalangan sahabat. Ia ikut dalam Perang Shiffin di barisan Ali ibn Abu Thalib.

Dan ketika terjadi fitnah Karbala, ketika kepala Husain dipenggal dan diserahkan kepada Ibn Ziyad, kemudian Ibn Ziyad mempermainkan bibir cucu Rasulullah itu dengan sepotong kayu, Zaid ibn Arqam langsung menegurnya dan berkata, “Sungguh, aku telah melihat kedua bibir Rasulullah mencium bibir itu (bibir Husain).”

Zaid menangis, tetapi Ibn Ziyad malah berkata, “Allah membuat matamu menangis. Demi Allah, andai saja kau bukan orang tua, aku pasti memenggalmu karena kau telah berdusta.”

Mendengar perkataannya, Zaid langsung keluar dan berkata kepada semua orang,

“Kalian, wahai orang Arab, setelah hari ini kalian adalah budak. Kalian telah membunuh Husain putra Fathimah. Kalian tunduk kepada Ibn Murjanah saat ia membunuh orang terbaik di antara kalian dan meminta kalian tunduk kepada orang yang paling hina.”

Tidak lama setelah peristiwa terbunuhnya Husain, Zaid ibn Arqam wafat di Kuffah pada 68 H. Semoga Allah merahmatinya.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement