SURAU.CO-Abbad bin Bisyr dikenal sebagai pahlawan Badar yang tak takut gelap dan panah. Abbad bin Bisyr menampilkan keberanian yang bersumber dari iman, bukan sekadar dari keberanian fisik. Ia berdiri teguh di tengah kegelapan, menjaga barisan kaum muslim tanpa rasa gentar sedikit pun. Ketika panah menghujam tubuhnya, ia tetap memilih menyelesaikan ayat Al-Qur’an yang sedang ia baca daripada menghentikan shalat malamnya. Sikap ini bukan hanya bentuk keberanian, melainkan ketundukan total kepada Allah.
Sejak muda, Abbad tumbuh di lingkungan Bani Abdu’l Asyhal di Madinah. Ia langsung memeluk Islam setelah mendengar dakwah Mus’ab bin Umair. Ia menghafal Al-Qur’an dengan cepat dan mengajarkan ayat-ayat yang ia pahami kepada kaumnya. Para sahabat mengenal dirinya sebagai sosok yang tekun, teguh, dan selalu hadir di barisan pertama ketika Rasulullah ﷺ memanggil kaum muslim berangkat berperang.
Pada Perang Badar, ia tidak hanya mengayunkan pedang, tetapi juga menjaga ketenangan para sahabat saat malam tiba. Ia menyadari bahwa kemenangan tidak hanya bergantung pada strategi, tetapi juga pada kekuatan hati. Karena itu, ia menghidupkan malam dengan shalat dan zikir di antara suara angin dan ketakutan manusia. Ia percaya bahwa gelap tidak menakutkan jika hati diterangi cahaya iman.
Kisah paling terkenal terjadi saat ia menjaga kemah Rasulullah ﷺ bersama Ammar bin Yasir. Ia membiarkan sahabatnya tidur dan memilih berdiri shalat. Panah pertama menembus tubuhnya, tetapi ia tetap melanjutkan bacaannya. Panah kedua dan ketiga kembali menghujam, namun ia baru berhenti setelah selesai membaca surat yang ia mulai. Ketika Ammar bertanya mengapa tidak memanggilnya lebih awal, ia menjawab, “Aku tidak ingin memutuskan ayat yang sedang kubaca.” Jawaban ini menyentuh banyak hati, bahkan para malaikat mencatatnya sebagai tanda kemuliaan.
Keteladanan Abbad bin Bisyr dan Cahaya Iman
Setelah peristiwa itu, para sahabat memandang Abbad sebagai cerminan iman yang hidup. Rasulullah ﷺ menyebut dirinya termasuk orang yang wajahnya bercahaya karena keimanan. Dalam beberapa riwayat, cahaya itu menerangi jalan ketika ia pulang dari masjid. Walaupun tampak luar biasa, ia tidak pernah membanggakan hal tersebut. Ia tetap rendah hati dan hanya berharap Allah menerima amalnya.
Di medan Uhud dan Khandaq, ia kembali menunjukkan keberanian. Ia tidak hanya mengangkat pedang, tetapi juga membangunkan semangat sahabat lain dengan bacaan Al-Qur’an. Baginya, jihad bukan hanya perang fisik, tetapi juga perang melawan rasa takut. Ia mengajarkan bahwa iman bisa menguatkan tubuh, menenangkan pikiran, dan mengusir kegelisahan.
Selain itu, ia menghayati malam sebagai ruang dialog paling jujur dengan Allah. Ia tidak takut gelap karena ia tahu siapa yang menciptakannya. Baginya, kegelapan hanya latar bagi cahaya iman untuk bersinar. Prinsip itu menjadikannya relevan hingga kini, ketika manusia lebih takut pada sepi dan sunyi dibanding pada kesalahan diri sendiri.
Warisan Keberanian Abbad bin Bisyr bagi Umat
Warisan Abbad bin Bisyr tidak berhenti pada medan perang. Ia mengajarkan cara menghadapi tekanan hidup dengan keberanian dan keikhlasan. Umat Islam zaman modern bisa memetik pelajaran dari sikapnya: berani berkata benar, berani menjaga amanah, dan berani mendekat pada Allah meski dunia menawarkan gemerlap. Ia memperlihatkan bahwa pahlawan sejati bukan hanya yang menang dalam perang, tetapi yang menang melawan dirinya sendiri.
Kini, keteladanannya menjadi cermin bagi siapa pun yang merasa takut gagal atau terhimpit masalah. Jika ia mampu bertahan dari tiga anak panah saat shalat, maka manusia hari ini juga mampu bertahan dari rasa cemas, putus asa, atau tekanan hidup. Selama hati tetap terhubung dengan Allah, keberanian tidak akan padam. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
