Sosok
Beranda » Berita » Al-Khujandi : Astronom Bangsawan Penemu Sekstan Raksasa

Al-Khujandi : Astronom Bangsawan Penemu Sekstan Raksasa

SURAU.CO – Abu Mahmud Hamid ibn al-Khidir Al-Khujandi adalah seorang astronom dan matematikawan brilian dari Asia Tengah. Ia hidup pada abad ke-10 dan memberikan kontribusi besar bagi ilmu pengetahuan. Al-Khujandi terkenal karena berhasil membangun sebuah instrumen astronomi raksasa yang disebut sekstan mural. Instrumen ini ia gunakan di observatorium yang ia dirikan di dekat Ray, yang kini menjadi bagian dari Teheran, Iran. Inovasinya memungkinkan pengukuran langit dengan tingkat akurasi yang belum pernah tercapai sebelumnya.

Lahir sekitar tahun 940 di Khujand, yang sekarang menjadi wilayah Tajikistan, Al-Khujandi berasal dari keluarga bangsawan. Menurut catatan sejarawan Nasiruddin Al-Tusi, ia merupakan salah satu penguasa dari suku Mongol di wilayahnya. Latar belakang ini memberinya kesempatan untuk mendalami ilmu pengetahuan. Ia mendapat dukungan penuh dari Dinasti Buwaih, khususnya dari penguasa Fakhr ad-Dawlah yang memerintah antara 976 hingga 997. Dukungan inilah yang memuluskan jalannya untuk merealisasikan proyek ambisius dalam hidupnya.

Sekstan Mural: Inovasi Spektakuler di Rayy

Obsesi terbesar Al-Khujandi adalah membangun sekstan mural raksasa. Para ilmuwan pada masanya percaya bahwa semakin besar instrumen, semakin akurat pengamatannya. Dengan dukungan Fakhr ad-Dawlah, ia mendirikan observatorium di Rayy dan membangun instrumen yang ia namai “al-suds al-Fakhri” sebagai penghormatan kepada pelindungnya. Sekstan ini adalah sebuah busur raksasa yang dipasang secara permanen di dinding, digunakan untuk mengukur sudut benda-benda langit dengan presisi tinggi.

Instrumen buatan Al-Khujandi ini merupakan sebuah terobosan. Skalanya dirancang untuk dapat menunjukkan pengukuran hingga ke level detik busur. Ini adalah tingkat akurasi yang belum pernah dicapai oleh para astronom sebelumnya. Dengan alat ini, Al-Khujandi mampu melakukan pengamatan yang sangat detail dan cermat. Keberhasilannya menjadi bukti nyata dari prinsip bahwa inovasi dalam instrumentasi adalah kunci untuk membuka penemuan-penemuan baru di bidang astronomi.

Mengukur Kemiringan Bumi dan Kontroversinya

Pada tahun 994, Al-Khujandi menggunakan sekstan muralnya untuk serangkaian pengamatan penting. Ia mengamati posisi matahari secara saksama selama titik balik matahari musim panas pada bulan Juni dan musim dingin pada bulan Desember.  Tujuannya adalah untuk menghitung kemiringan ekliptika, yaitu sudut kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap bidang orbitnya mengelilingi matahari. Hasil perhitungannya, yang tertuang dalam risalah “Arah Kemiringan dari Ekliptika dan Garis Lintang Kota-kota,” menunjukkan nilai 23° 32′ 19″.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Nilai ini lebih kecil dibandingkan hasil pengukuran sebelumnya oleh para astronom India (24°) dan Ptolemeus (23° 51′). Al-Khujandi dengan berani menyimpulkan bahwa penyebab perbedaan ini bukanlah oleh kesalahan instrumen. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa kemiringan ekliptika sebenarnya tidak konstan, melainkan berubah seiring waktu. Meskipun kesimpulannya benar, perhitungannya sendiri mengandung sedikit kesalahan. Ilmuwan lain, Al-Biruni, kemudian menganalisis bahwa bobot sekstan yang sangat berat mungkin menyebabkan instrumen itu sedikit amblas selama pengamatan, sehingga menghasilkan angka yang dua menit lebih rendah dari seharusnya. Namun, meski ada kesalahan kecil, perhitungannya untuk garis lintang kota Rayy sangat akurat.

Kontribusi dalam Dunia Matematika

Selain seorang astronom ulung, Al-Khujandi juga memberikan perhatian pada matematika. Ia tercatat sebagai salah satu ilmuwan yang berusaha membuktikan Teorema Terakhir Fermat untuk kasus n=3. Teorema ini menyatakan bahwa tidak ada tiga bilangan bulat positif a, b, dan c yang dapat memenuhi persamaan a³ + b³ = c³. Meskipun upaya pembuktian yang ia ajukan ternyata keliru, usahanya menunjukkan kedalaman pemikiran matematisnya.

Al-Khazin, seorang ilmuwan sezaman, menyebut Al-Khujandi sebagai pemikir yang sangat maju. Kegagalannya dalam membuktikan teorema tersebut tidak mengurangi statusnya sebagai ilmuwan yang gigih. Justru, upaya-upaya seperti inilah yang mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Perjalanan Al-Khujandi mengajarkan bahwa setiap penelitian, baik yang berhasil maupun yang keliru, adalah langkah penting dalam tangga peradaban manusia menuju pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta. (dari berbagai sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement