SURAU.CO – Dakwah Islam yang oleh Nabi Muhammad SAW di Mekkah memicu gelombang penolakan hebat dari kaum Quraisy. Para elite Quraisy merasa terancam. Mereka menganggap ajaran tauhid merusak tradisi leluhur dan mengganggu kepentingan ekonomi mereka. Dalam upaya memadamkan cahaya Islam, mereka bersepakat untuk mengambil langkah paling ekstrem: membunuh Muhammad. Namun, rencana tersebut tidak mudah. Nabi Muhammad berada di bawah perlindungan pamannya, Abu Thalib, seorang tokoh yang sangat dihormati dan pemimpin Bani Hasyim. Karena posisi Abu Thalib yang berpengaruh, kaum Quraisy tidak berani bertindak gegabah. Oleh karena itu, mereka memilih jalur diplomasi yang penuh tekanan. Para pembesar Quraisy mendatangi Abu Thalib dengan sebuah ultimatum yang jelas.
Diplomasi Gagal Kaum Quraisy
Para pemimpin Quraisy menemui Abu Thalib untuk menyampaikan keluhan mereka. Mereka merasa dakwah oleh Nabi Muhammad telah keterlaluan. Dengan nada serius, mereka menyajikan tuntutan mereka secara langsung. Tujuan mereka adalah memaksa Abu Thalib agar menarik perlindungannya atau menghentikan aktivitas dakwah keponakannya.
Dengan penuh tekanan, mereka berkata, “Keponakan anda mencaci-maki sesembahan dan agama kami; menyebut kami orang-orang jahil. Dia juga bilang bila nenek moyang kami adalah orang-orang sesat. Sekarang hukum dia atau biar kami yang melakukan. Kami tidak bisa bersabar lagi menghadapinya.”
Ultimatum ini menempatkan Abu Thalib dalam posisi yang sangat sulit.Di satu sisi, ia memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin untuk menjaga harmoni dengan kaumnya. Di sisi lain, ada ikatan kasih sayang dan janji untuk melindungi keponakannya yang telah ia asuh sejak kecil. Ancaman dari para pembesar Quraisy terasa nyata dan berat, membuatnya menyadari gentingnya situasi yang sedang dihadapi.
Ujian Berat dan Jawaban Teguh Sang Nabi
Abu Thalib memahami bahwa ini bukan sekadar keluhan biasa, melainkan sebuah ancaman serius. Ia segera memanggil Nabi Muhammad untuk membicarakan masalah tersebut. Dengan hati yang berat, Abu Thalib menyampaikan semua ancaman oleh para petinggi Quraisy kepadanya. Ia berharap bisa menemukan jalan tengah agar tidak terjadi pertumpahan darah.
Dalam kegundahannya, Abu Thalib berkata kepada Nabi Muhammad, “Jagalah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan sesuatu yang melebihi kemampuanku.”
Permintaan ini menunjukkan betapa besar tekanan yang dirasakan Abu Thalib. Nabi Muhammad melihat keresahan di wajah pamannya. Ia mengira bahwa sang paman mungkin tidak sanggup lagi melindunginya. Namun, dengan ketenangan dan keteguhan hati yang luar biasa, Nabi Muhammad memberikan jawaban yang kelak terukir abadi dalam sejarah. Jawaban tersebut menunjukkan betapa besar keyakinannya pada risalah yang ia emban.
Dengan mantap, Nabi Muhammad menjawab, “Walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku berpaling dari risalah yang aku bawa, aku tidak akan berhenti sampai Allah mengantarkan aku pada kejayaan Islam atau aku binasa karenanya.”
Ikrar Setia Sang Pelindung
Jawaban yang penuh keyakinan dan kepasrahan itu menyentuh hati Abu Thalib. Ia melihat ketulusan dan keberanian yang luar biasa pada diri keponakannya. Semua keraguan dan kekhawatiran yang ada di hatinya sirna seketika. Jawaban itu mengubah kegelisahan Abu Thalib menjadi kekaguman dan memperkuat tekadnya untuk terus melindungi Muhammad, apa pun risikonya.
Tersentuh oleh nada tinggi dari jawaban keponakannya, Abu Thalib dengan tegas menjawab, “Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Demi Tuhan Pemelihara Ka’bah, aku tidak akan menyerahkanmu pada mereka.”
Ikrar ini menjadi titik balik yang krusial. Pernyataan Abu Thalib adalah sebuah deklarasi terbuka bahwa perlindungannya terhadap Nabi Muhammad tidak akan pernah surut. Dengan demikian, upaya diplomasi kaum Quraisy gagal total. Kegagalan ini membuat mereka semakin marah dan beralih ke cara-cara yang lebih keras, seperti pemboikotan total terhadap Bani Hasyim. Namun, perlindungan Abu Thalib tetap menjadi benteng kokoh yang memungkinkan dakwah Islam terus berjalan di tengah badai permusuhan yang dahsyat di Mekkah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
