Sosok
Beranda » Berita » Syekh Muhammad Thaib Umar : Ulama Pembaru dari Sungayang

Syekh Muhammad Thaib Umar : Ulama Pembaru dari Sungayang

SURAU.CO – Syekh Muhammad Thaib Umar merupakan seorang tokoh ulama pembaru terkemuka. Ia berasal dari Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Sosoknya lahir pada 18 November 1874 dan wafat pada 22 Juli 1920. Banyak kalangan mengenang namanya dalam sejarah sebagai ulama pertama yang menggagas khutbah dengan bahasa Melayu atau Indonesia. Langkahnya ini menjadi sebuah terobosan besar pada zamannya. Syekh Muhammad Thaib Umar juga terkenal sebagai perintis inovasi dalam sistem pendidikan agama di Sumatera Barat. Fokus utamanya dalam berdakwah adalah melalui jalur pendidikan. Ia percaya bahwa umat Islam harus menguasai ilmu agama dan pengetahuan umum secara seimbang.

Perjalanan Menimba Ilmu Hingga ke Makkah

Syekh Muhammad Thaib memperoleh dasar-dasar ilmu agama langsung dari keluarganya. Ia belajar kepada sang ayah, Umar bin Abdul Kadir, dan kakeknya, H. Muhammad Yusuf. Selain itu, ia juga menimba ilmu di surau milik H. Muhammad Yasin. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada ulama-ulama besar. Di antaranya adalah Syekh Haji Abdul Manan di Surau Talago dan Syekh M. Salih di Padang Kandis. Melihat kecerdasan dan semangat belajarnya, sang ayah membawanya ke Makkah. Di kota suci tersebut, ia memperdalam ilmunya selama lima tahun. Guru utamanya di Makkah adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama besar asal Minangkabau yang menjadi imam besar di Masjidil Haram. Pengalaman belajar di pusat keilmuan Islam ini membentuk wawasannya yang luas dan modern. Setelah merasa cukup, ia pun kembali ke kampung halamannya.

Sekembalinya dari Makkah, Syekh Muhammad Thaib Umar mulai mengajar. Ia mengabdikan ilmunya di surau milik sang ayah. Pengajiannya menarik minat banyak umat Islam dari berbagai daerah. Akibatnya, surau tersebut tidak lagi mampu menampung jumlah jamaah yang terus bertambah. Oleh karena itu, ia berinisiatif membangun surau baru di Tanjung Pauh. Saat itu, usianya baru menginjak 23 tahun, usia yang sangat muda untuk memimpin sebuah surau. Meskipun demikian, bekal ilmu agamanya yang mendalam membuat masyarakat luas hormat dan segan kepadanya.

Inovasi dalam Sistem Pendidikan Islam

Syekh Muhammad Thaib Umar menaruh perhatian besar pada kualitas pengajaran agama. Ia melakukan reformasi kurikulum yang signifikan di suraunya. Sebelumnya, pengajaran agama hanya berfokus pada ilmu fiqh, tafsir, nahwu, dan sharaf. Namun, ia memperluas cakupan ilmu yang ia ajarkan. Ia menambahkan bidang-bidang studi penting lainnya. Bidang ilmu tersebut antara lain hadits, ushul fiqh, mantiq (logika), tauhid, badi’, dan bayan (ilmu sastra Arab). Ia juga memodernisasi materi ajar dengan mengganti buku-buku tulisan tangan dengan buku-buku cetak.

Puncak dari pembaruannya di bidang pendidikan adalah pendirian Madras School pada tahun 1909. Sekolah ini menjadi sekolah agama pertama di Minangkabau yang menggunakan sistem modern. Ia memperkenalkan sistem kelas yang lengkapi dengan meja, kursi, dan papan tulis. Sistem ini menggantikan metode tradisional halaqah, di mana murid duduk melingkar mengelilingi guru. Sayangnya, pembaruan ini tidak langsung diterima oleh para murid yang terbiasa dengan sistem lama. Akibatnya, Madras School sempat ditutup dan sistem pengajaran kembali ke metode halaqah. Meskipun demikian, semangat pembaruan itu tidak padam. Para muridnya, seperti Mahmud Yunus, Haji Ishak, Ajuhri Hamzah, dan Muhammad Ilyas, kelak menghidupkan kembali sekolah tersebut dengan nama Diniyah School.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Pelopor Khutbah Berbahasa Indonesia dan Warisan Pemikiran

Salah satu warisan terbesar Syekh Muhammad Thaib Umar adalah gagasannya tentang khutbah berbahasa Melayu/Indonesia. Pada tahun 1918, ia mulai mempraktikkan khutbah Jumat dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat luas di Masjid Lantai Batu. Awalnya, ide ini mendapat banyak tentangan dari ulama lain. Mereka berpendapat bahwa khutbah harus disampaikan sepenuhnya dalam bahasa Arab. Namun, Syekh Muhammad Thaib memiliki argumen yang kuat. Ia berpandangan bahwa pesan khutbah tidak akan sampai jika jamaah tidak memahami bahasanya. Dengan menggunakan bahasa Indonesia, isi dan hikmah khutbah dapat dipahami oleh lebih banyak orang. Akhirnya, gagasannya diterima secara luas dan kini menjadi praktik umum di seluruh Indonesia.

Selain sebagai pendidik, Syekh Muhammad Thaib juga seorang penulis yang aktif. Ia sering menyumbangkan pemikirannya di majalah al-Munir. Dalam tulisan-tulisannya, ia mendorong umat Islam untuk menguasai ilmu pengetahuan umum selain ilmu agama. Baginya, kemajuan hanya bisa dicapai dengan keseimbangan antara keduanya. Pemikiran dan perjuangannya terus dilanjutkan oleh para murid dan sahabatnya setelah ia wafat pada tahun 1920. Warisannya tetap hidup dalam sistem pendidikan Islam modern dan dalam setiap khutbah yang menggema di seluruh pelosok negeri.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement