Khazanah
Beranda » Berita » Jangan Jadi Muslim yang Malas Bersih-bersih: Pelajaran dari Kitab Riyadhus Shalihin

Jangan Jadi Muslim yang Malas Bersih-bersih: Pelajaran dari Kitab Riyadhus Shalihin

Muslim sedang membersihkan masjid sebagai simbol iman dan kebersihan.
seorang Muslim sedang menyapu halaman masjid di bawah sinar matahari pagi

Surau.co. Islam selalu menempatkan kebersihan sebagai bagian penting dari keimanan. Dalam kehidupan modern yang serbacepat ini, sering kali kita sibuk menata citra dan karier, tetapi lupa menata ruang dan diri. Padahal, kebersihan bukan hanya urusan sapu dan pel, melainkan ukuran seberapa dalam seseorang memahami makna iman yang sesungguhnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
“Kebersihan itu separuh dari iman.” (HR. Muslim)

Hadis ini tidak sedang membahas soal debu di lantai semata, melainkan mengajak setiap Muslim untuk menyadari bahwa iman dan kebersihan adalah dua sisi dari satu mata uang spiritual. Iman tidak akan bercahaya jika tubuh, rumah, dan lingkungan dipenuhi kotoran dan kemalasan.

Riyadhus Shalihin dan Falsafah Thaharah

Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi adalah salah satu mahakarya yang merangkum inti ajaran Islam dalam bentuk yang ringkas, padat, dan menyentuh. Tidak heran jika pembahasan pertama dalam kitab ini adalah tentang thaharah (bersuci). Imam Nawawi seolah menegaskan bahwa langkah pertama menuju kesalehan bukanlah banyaknya zikir atau panjangnya doa, melainkan kesiapan seseorang menjaga kebersihan diri dan hati.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dalam salah satu penjelasannya, Imam Nawawi menulis:

وَفِي هَذَا الْبَابِ دَلِيلٌ عَلَى فَضْلِ الطَّهَارَةِ وَأَنَّهَا سَبَبٌ لِلتَّقَرُّبِ إِلَى اللَّهِ
“Bab ini menunjukkan keutamaan kebersihan, dan bahwa kebersihan adalah sebab yang mendekatkan diri kepada Allah.”

Kebersihan, dalam pandangan Imam Nawawi, bukan sekadar kewajiban ritual menjelang salat. Ia adalah jalan mendekat kepada Allah. Maka, seorang Muslim yang malas menjaga kebersihan tubuh, pakaian, dan lingkungan berarti sedang menjauh dari rahmat Tuhan.

Muslim yang Malas Bersih-bersih: Cermin Kerapuhan Iman

Kita hidup di zaman yang ironis. Sebagian umat Islam bangga dengan pakaian syar’i, tapi kamar mandi di rumahnya berlumut dan berbau. Ada yang tekun menghadiri kajian, tapi tak pernah peduli menyingkirkan sampah di jalan. Mereka rajin membaca doa, tetapi enggan memungut selembar kertas yang berserakan di halaman masjid.

Padahal, Rasulullah ﷺ memberikan teladan tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya mencintai kebersihan:

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)

Hadis ini mengandung pesan mendalam. Keindahan yang dicintai Allah bukan hanya dalam pakaian atau wajah, melainkan dalam cara kita menjaga kebersihan, kerapian, dan keteraturan. Menyapu lantai dengan niat ibadah, membersihkan kamar mandi agar tidak menimbulkan najis, dan menata rumah agar nyaman—semuanya bagian dari kecintaan kepada keindahan yang dicintai Allah.

Riyadhus Shalihin dan Adab Menjaga Kebersihan Lingkungan

Dalam bab al-Adab, Imam Nawawi mencatat banyak hadis tentang etika dan kebersihan. Salah satunya adalah larangan membuang najis di tempat umum:

اتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ. قَالُوا: وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ
“Jauhilah dua hal yang mendatangkan laknat.” Mereka bertanya, “Apakah dua hal itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang buang hajat di jalan orang atau di tempat mereka berteduh.” (HR. Muslim)

Hadis ini tampak sederhana, tapi mengandung nilai sosial yang besar. Islam tidak hanya mengajarkan kita untuk tidak mengotori diri, tapi juga tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Setiap sampah yang kita buang sembarangan, setiap bau tak sedap yang kita abaikan, bisa menjadi bentuk kezaliman kecil terhadap sesama.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini bukan hanya tentang najis, tetapi semua bentuk gangguan yang mengurangi kenyamanan publik. Maka, menjaga kebersihan lingkungan berarti menjaga martabat umat.

Thaharah dan Spiritualitas Diri

Membersihkan diri bukan hanya perkara fisik, tapi juga spiritual. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)

Ayat ini menegaskan bahwa kebersihan lahiriah dan batiniah berjalan seiring. Orang yang rajin bersuci tapi hatinya masih kotor oleh dengki, sombong, atau malas, berarti belum memahami makna thaharah secara utuh. Kebersihan sejati adalah perpaduan antara tubuh yang suci dan hati yang ikhlas.

Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin mengingatkan:

الطَّهَارَةُ مَطْلُوبَةٌ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا
“Kesucian itu dituntut lahir dan batin.”

Maka, membersihkan diri bukan hanya soal wudu dan mandi, tapi juga membersihkan niat, ucapan, dan perbuatan dari hal-hal yang membuat hati kotor.

Bersih-bersih Sebagai Ibadah Sehari-hari

Bersih-bersih seharusnya bukan beban, tapi ibadah ringan yang menghidupkan hati. Saat seseorang mencuci piring dengan niat membantu keluarganya, ia sedang beramal saleh. Ketika seorang ibu membersihkan rumah agar keluarganya nyaman beribadah, ia sedang menunaikan sunnah Rasulullah ﷺ.

Islam menuntun kita untuk menjadikan kebersihan sebagai budaya, bukan sekadar kebiasaan. Rumah yang bersih mencerminkan ketenangan jiwa penghuninya. Hati yang bersih mencerminkan rumah yang tenteram.

Coba bayangkan, bagaimana mungkin seseorang bisa khusyuk berzikir sementara sajadahnya berdebu dan ruangannya berantakan? Kebersihan adalah kunci kekhusyukan.

Kebersihan dan Martabat Umat

Ketika masjid-masjid kotor, toilet umum berbau, dan tempat ibadah tidak terurus, maka yang tercoreng bukan hanya pemandangan, tapi juga citra umat. Padahal, Rasulullah ﷺ pernah memuji seorang perempuan yang rajin membersihkan masjid. Ketika perempuan itu meninggal, beliau bertanya tentangnya dan kemudian mendoakan di atas kuburnya.

Kisah ini menunjukkan bahwa menjaga kebersihan masjid bukan pekerjaan remeh, tapi amal yang bisa mengantarkan seseorang ke surga. Umat Islam seharusnya dikenal bukan hanya karena adzan dan sajadahnya, tapi juga karena kebersihan lingkungannya. Bila umat lain terkesan dengan keteraturan dan kebersihan, itu sejatinya adalah bagian dari sunnah Nabi yang telah kita abaikan.

Penutup: Bersih Itu Iman yang Berwujud

Jangan jadi Muslim yang malas bersih-bersih. Karena kemalasan itu bukan sekadar kebiasaan buruk, melainkan tanda lemahnya kesadaran iman.

Setiap kali kita menyapu lantai, membersihkan kamar mandi, atau merapikan tempat ibadah, ingatlah bahwa semua itu bukan sekadar urusan domestik, melainkan bentuk cinta kepada Allah.

Kebersihan adalah cahaya iman yang memantulkan keindahan Islam. Ia menghidupkan hati, menenangkan jiwa, dan memperindah dunia.

Maka, mulai hari ini, mari jadikan sapu, pel, dan air sebagai teman dzikir. Karena di setiap gerakan membersihkan, ada doa yang tak terucap: semoga Allah juga membersihkan hati kita dari segala debu dosa.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement