SURAU.CO – Di era digital saat ini, media sosial (medsos) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir setiap individu memiliki akun di platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, X (Twitter), WhatsApp, atau Telegram. Media sosial memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, berbagi informasi, mengekspresikan diri, bahkan berdakwah. Namun, di balik manfaatnya, media sosial juga menjadi tempat lahirnya banyak permasalahan seperti ghibah, fitnah, ujaran kebencian, provokasi, aib dibuka secara terang-terangan, hingga konflik yang merusak silaturahmi. Dalam konteks inilah, menjaga adab Islami di sosial media menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap Muslim.
Islam tidak hanya mengatur ibadah yang bersifat ritual seperti shalat dan puasa, tetapi juga akhlak dan adab dalam bermuamalah, termasuk di dunia digital. Meskipun aktivitas di media sosial tidak terjadi secara fisik, setiap tulisan, komentar, gambar, atau video yang disebarkan tetap menjadi bagian dari amal yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, seorang Muslim wajib memperhatikan etika Islami dalam setiap aktivitas digitalnya.
Medsos dalam Pandangan Islam
Islam tidak menolak perkembangan teknologi, termasuk media sosial. Bahkan, dalam perspektif syariat, teknologi adalah alat (wasilah) yang dapat digunakan untuk kebaikan maupun keburukan. Allah SWT berfirman:
“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah: 7–8)
Ayat ini menegaskan bahwa sekecil apa pun perbuatan kita—termasuk yang dilakukan di sosial media—tidak luput dari catatan amal. Setiap status, komentar, pesan, atau unggahan yang membawa kebaikan akan menjadi pahala. Sebaliknya, jika berisi keburukan, maka akan menjadi dosa.
Niat yang Benar dalam Bermedsos
Segala amal dalam Islam dimulai dari niat. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks media sosial, niat seorang Muslim seharusnya untuk menyebarkan kebaikan, membangun silaturahmi, dan memberi manfaat kepada sesama. Jika media sosial digunakan hanya untuk mencari popularitas, pamer (riya), atau menebar kebencian, maka hal itu bertentangan dengan adab Islami.
Menjaga Lisan Digital (Etika Menulis dan Berkomentar)
Jika di dunia nyata kita diperintahkan untuk menjaga lisan, maka di dunia digital kita diperintahkan menjaga “jari” dan tulisan. Tulisan di media sosial ibarat ucapan yang keluar dari mulut. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adab ini berlaku pula saat berkomentar di postingan orang lain, membalas pesan, atau membuat status. Jangan sampai kata-kata yang kita tulis menjadi sumber permusuhan, menyakiti hati orang lain, atau bahkan menimbulkan dosa yang terus mengalir (dosa jariyah).
Menjauhi Ghibah, Fitnah, dan Ujaran Kebencian
Media sosial sering kali menjadi tempat orang mencaci, membuka aib, atau mengomentari keburukan orang lain. Padahal Allah SWT melarang keras perbuatan ghibah:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (QS. Al-Hujurat: 12)
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan (QS. Al-Baqarah: 191). Menyebarkan informasi palsu, menuduh tanpa bukti, atau membuat provokasi bisa menimbulkan kekacauan besar. Setiap Muslim hendaknya memastikan kebenaran informasi sebelum menyebarkannya. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya…” (QS. Al-Hujurat: 6)
Menjaga Privasi dan Tidak Membuka Aib
Banyak orang tanpa sadar membuka aib diri sendiri atau orang lain di sosial media. Padahal Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Begitu pula dengan kebiasaan mengunggah seluruh aktivitas pribadi, urusan rumah tangga, atau masalah rumah tangga untuk konsumsi publik. Ini tidak hanya tidak bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan fitnah dan membuka jalan bagi setan untuk merusak hubungan.
Bijak dalam Mengunggah
Islam mengajarkan kesederhanaan dan menjaga kehormatan diri. Ketika mengunggah foto atau video, seorang Muslim hendaknya memastikan:
- Menutup aurat sesuai tuntunan syariat.
- Tidak menampilkan gaya yang mengundang syahwat atau memancing komentar negatif.
- Tidak memamerkan kekayaan, tubuh, atau kemewahan (tabarruj dan riya).
- Tidak menampilkan anggota keluarga tanpa izin, terutama perempuan yang diwajibkan berhijab.
Allah berfirman:
“Wanita yang beriman hendaklah menjaga pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka…” (QS. An-Nur: 31)
Media sosial bisa menjadi ladang pahala jika untuk berdakwah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sampaikan dariku walau satu ayat.” (HR. Bukhari)
Namun dalam berdakwah melalui media sosial, perlu memperhatikan :
- Bahasa harus santun dan bijak.
- Tidak merendahkan kelompok lain.
- Berdasar ilmu dan sumber yang benar.
- Tidak memaksakan kehendak.
Konten dakwah dapat berupa tulisan, video, kutipan ayat, hadis, atau nasihat singkat. Selama itu bermanfaat dan tidak menyesatkan, pahala akan terus mengalir selama konten tersebut dibaca dan diamalkan orang lain.
Menjaga Waktu dan Tidak Kecanduan Medsos
Salah satu dampak negatif media sosial adalah membuat seseorang lalai hingga melupakan kewajiban seperti shalat, belajar, atau bekerja. Allah SWT berfirman:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh…” (QS. Al-Asr: 1–3)
Gunakan media sosial secukupnya. Jangan sampai waktu berlalu tanpa manfaat hanya karena terlalu sibuk menggulir layar (scrolling).
Etika Bersilaturahmi Dunia Digital
Bersilaturahmi tidak hanya bisa secara langsung, tetapi juga melalui pesan, komentar, atau panggilan video. Namun tetap harus menjaga. etikanya:
- Mengucapkan salam ketika memulai percakapan.
- Tidak mengirim pesan pada waktu yang mengganggu (larut malam tanpa urusan penting).
- Menghargai privasi orang lain.
10. Menyadari Bahwa Malaikat Mencatat Segala Aktivitas Digital
Setiap aktivitas di media sosial, termasuk yang kita anggap sepele, tidak luput dari catatan malaikat Raqib dan Atid. Allah berfirman:
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Bahkan jejak digital (digital footprint) bisa menjadi saksi di akhirat nanti. Konten yang kita buat, baik atau buruk, akan tetap tersebar bahkan setelah kita meninggal dunia.
Penutup
Menjaga adab Islami di sosial media bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban moral dan spiritual bagi setiap Muslim. Media sosial adalah cermin dari hati dan akhlak kita. Jika untuk kebaikan, ia menjadi ladang pahala yang luas. Jika untuk keburukan, ia menjadi sumber dosa yang tidak putus-putus.
Mari kita jadikan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan, memperkuat ukhuwah, dan berdakwah secara santun. Dengan menjaga adab Islami, kita tidak hanya menjaga diri sendiri, tetapi juga menjaga kehormatan umat Islam secara keseluruhan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
