SURAU.CO-Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki lahir pada pertengahan bulan Ramadan 1277 H dalam keluarga terhormat dalam lingkungan Bani Adi, sebuah desa di Manfaluth wilayah Asyut. Ayahnya, seorang tokoh ulama Al-Azhar bernama Syekh Hasanain Muhammad Ali Makhluf, menetap di sana dan beberapa tahun kemudian pulang kembali ke daerahnya untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama, fikih, dan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kakeknya (dari pihak ibu) adalah seorang yang taat beribadah bernama Muhammad Khadhari, seorang tokoh Al-Azhar pada awal abad ke-13.
Menimba ilmu dari Syekh Hasan al-Hawari
Sesudah ayahnya meninggal, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki mulai menghafal Al-Qur’an, kemudian melanjutkannya dengan menghafalkan matan-matan (teks-teks ringkas) berbagai disiplin ilmu. Ia menerima pengetahuan dasarnya dari Syekh Hasan al-Hawari. Setelah itu, ia berangkat ke Al-Azhar, menekuni ilmu-ilmu Al-Azhar, bahkan ilmu-ilmu di luar kurikulum, seperti ilmu hitung, ilmu ukur, astronomi, dan filsafat. Ia memperoleh ilmu ini dari dua gurunya, Syekh Hasan ath-Thawil dan Syekh Ahmad Abi Khatwah. Kemudian, ia mengajarkannya kepada kawan dan murid-muridnya di Al-Azhar dan Masjid Muhammad Bik Abi Dzahab.
Di antara kitab-kitab yang pernah Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki baca adalah sebuah risalah karya Baha’uddin al-Amili yang kemudian ia tulis hasyiyah (catatan kaki)-nya. Buku ini ternyata mendapat sambutan baik dari para mahasiswanya. Ia juga membaca kitab Al-Jughmini tentang astronomi, Rasa’il ar-Rubu’ al-Muqanthar, Al-Mujib, Al-Istirlab, Ath-Thawali’ karya Imam Baidhawi, Al-Mawaqif, dan Al-Isyarat karya Ibnu Sina. Ia begitu menggemari ilmu ini.
Di antara murid Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki yang kemudian menjadi ulama besar adalah Syekh Musthafa al-Maraghi, Syekh Muhammad al-Asyur, Syekh Abdul Fattah al-Makawi, Syekh Abdullah Darraz, Syekh Farghali ar-Raidi, Syekh Abdul Hadi Mahluf, Syekh Ali Idris al-Adawi, Syekh Muhyiddin al-Jabali, Syekh Muhammad Zaid Bik al-Abyani, Syekh Abdur Razaq al-Qadhi Bik, Syekh Muhammad Izzul Arab Bik, dan banyak lagi.
Di antara guru besarnya adalah Syekh ath-Thawil, Abu Khatwah, Ahmad Rifa’i al-Fayyumi al-Maliki, Muhammad Khathir al-Adawi, Hasan Daud al-Adawi, Muhammad antar al-Muthi’i, Arafah, al-Buhairi, dan al-Maghribi. Gurunya dalam ilmu ma’rifat (tasawuf) adalah Abu al-Ma’arif Syekh Ahmad Syarqawi (w. 1916 M). Ia sangat terkesan dengan guru ini dan memberinya predikat Abu al-Futuh (bapak yang membuka hati).
Direktur perpustakaan Al-Azhar
Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki banyak menulis dalam bentuk risalah. Karya-karyanya meliputi bidang ilmu tauhid, tasawuf, dan filsafat. Pada tanggal 5 Sya’ban 1305 H, ia meraih ijazah sarjana ranking pertama dengan penguji Syekh asy-Syams al-Anbabi, Syekh Al-Azhar saat itu.
Pada bulan Februari 1897 M, begitu perpustakaan Al-Azhar berdiri, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki ditunjuk sebagai direkturnya. Ia melaksanakan tugas ini dengan baik sampai akhirnya perpustakaan ini berkembang sempurna. Hubungan baik yang ia jalin dengan Muhammad Abduh mengantarkannya sebagai tangan kanan dalam perbaikan-perbaikan Al-Azhar. Kemudian, ia dipercaya sebagai anggota Dewan Direktur Al-Azhar. Ia juga diangkat sebagai ahli dalam panitia penyusunan Undang-Undang Al-Azhar No. 1 Tahun 1908 dan Undang-Undang No. 10 Tahun 1911. Dialah orang pertama yang dipilih sebagai anggota Dewan Ulama Besar Al-Azhar setelah undang-undang ini berhasil disusun.
Melakukan perbaikan sistem
Selain itu, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki juga diangkat sebagai Inspektur I Al-Azhar dan sekolah-sekolah agama. Struktur keorganisasian dalam kelembagaan seperti ini benar-benar baru. Dengan jabatannya itu, ia segera melakukan perbaikan-perbaikan. Ia juga melakukan hal serupa di Tanta, Dimyath, dan Dasuq. Menyusul kemudian, ia ditunjuk sebagai guru Universitas al-Ahmadi, sambil ikut mendirikan ma’had (akademi) dengan metode pengajaran baru yang peresmiannya dilakukan pada 11 Februari 1911. Inilah satu-satunya ma’had yang ada saat itu dengan menggunakan sistem baru, sebuah terobosan penggabungan antara sistem lama dengan sistem baru. Universitas al-Ahmadi di tangannya tampak berkembang pesat, bahkan melebihi Al-Azhar sendiri.
Pada tanggal 15 September 1913, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki mendapat posisi sebagai Direktur Al-Azhar dan beberapa sekolah agama. Ia segera merealisasikan peraturan-peraturan baru Al-Azhar dan terus berusaha meningkatkannya. Akan tetapi, usaha-usaha ini mendapatkan tantangan keras dari kalangan Al-Azhar sendiri dan orang-orang yang tidak menyukainya. Pada masa Sultan Husein Kamil, tahun 1916 M, ia resmi mengundurkan diri dari semua jabatannya.
Kembali menekuni dunia pendidikan dan penulisan
Setelah mengundurkan diri dari jabatan-jabatan itu, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki kembali menekuni bidang pendidikan dan tulis-menulis. Kuliah yang ia berikan selepas magrib ramai dikunjungi ulama dan mahasiswa yang kebanyakan berminat mengkaji bidang ushul fikih. Bahkan, selama empat belas tahun, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki hanya membaca dua kali kitab Jam’ al-Jawami’.
Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki juga menulis sebuah hasyiyah untuk kitab Jam’ al-Jawami’. Karyanya yang lain: Bulugh as-Suul fi Madkhal ‘Ilm al-Ushul. Kitab ini begitu penting, mengingat banyak sekali bahasan penting yang termuat di dalamnya. Di antaranya, masalah ijtihad, taklid, qiyas, istihsan, dan mashlahah mursalah. Dalam kitab ini juga, ia menjelaskan metode ushul fikih, metode fikih, dan metode perdebatan dalam istinbath hukum syara’. Kitab Al-Baidhawi merupakan kitab terakhir yang dia baca di depan murid-muridnya.
Kepribadian Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki
Sepanjang hidupnya, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki terkenal sebagai orang yang berakhlak mulia, berwawasan luas, penyantun, dermawan, suka menolong kaum lemah dan fakir miskin, kebapakan, tegar, rendah hati, dan berwibawa. Tutur katanya baik, tak pernah menggunjing, mencela, atau menjelekkan orang lain, dan selalu berdoa untuk kebaikan dan akhlak. Ia juga terkenal sebagai orang yang tekun beribadah.
Warisan pemikiran
Selain buku-buku tersebut, Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki juga menulis sejumlah karya ilmiah, antara lain: Hasyiyah Risalah Baha’uddin al-Amili, Hasyiyah Jam’ al-Jawami’ (2 juz), dan Bulugh as-Suul fi Madkhal ‘Ilm al-Ushul. Muhammad Husnain al-Adawi al-Maliki wafat pada tanggal 2 April 1936 ketika membaca tafsir Al-Baidhawi.(St.Diyar)
Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
