Khazanah
Beranda » Berita » Menjaga Martabat Ulama: Pelajaran dari Muhammad Bakhit al-Muthi‘i

Menjaga Martabat Ulama: Pelajaran dari Muhammad Bakhit al-Muthi‘i

Ilustrasi seorang syekh di tengah-tengah koleksi kitabnya.
Ilustrasi seorang syekh di tengah-tengah koleksi kitabnya.

SURAU.CO-Muhammad Bakhit adalah seorang mufti Mesir, lahir pada tahun 1272 H / 1856 M di daerah al-Muthi’, keturunan Bakhit bin Husein. Ia berasal dari keluarga terpelajar yang mendarmakan hidupnya dalam pendidikan agama. Pada usia empat tahun, ayahnya memasukkan Muhammad Bakhit al-Muthi’i ke sekolah. Setelah hafal Al-Qur’an, sang ayah mengantarkannya ke Al-Azhar. Di Al-Azhar, Muhammad Bakhit al-Muthi’i banyak menimba ilmu dari para ulama besar, antara lain Syekh al-Darastani, Syekh Abdul Ghani al-Halwani, Syekh Abdurrahman al-Bahrawi, Syekh Damanhuri, Syekh al-Abbasi al-Mahdi, dan Syekh Abdurrahman asy-Syarbini. Dalam bidang filsafat, ia berguru kepada Syekh Hasan ath-Thawil dan Sayyid Jamaluddin al-Afghani.

Keterikatan dengan dunia pendidikan

Di tengah kesibukannya sebagai kepala pengadilan, Muhammad Bakhit al-Muthi’i tak pernah memutuskan hubungannya dengan dunia pendidikan. Ia tetap memberikan kuliah pada setiap kesempatan dan tempat yang ia kunjungi. Kuliah-kuliahnya yang ia sampaikan secara kontinu selalu mendapatkan partisipasi yang tinggi dari banyak mahasiswa dan ulama. Sehingga tangannya hampir tak pernah lepas dari kitab, baik kitab lama maupun baru.

Kegiatan ini juga ternyata tidak membuatnya harus meninggalkan dunia mengarang dan menjawab berbagai masalah, baik melalui tulisan-tulisannya atau ceramah-ceramahnya pada lembaga ekonomi, hukum, dan lain-lain.

Murid-muridnya yang menjadi ulama besar

Banyak di antara murid-murid Muhammad Bakhit al-Muthi’i yang kemudian menjadi ulama besar dan tokoh-tokoh terhormat. Di antara mereka adalah para Syekh Al-Azhar, seperti Syekh azh-Zhawahiri, Syekh al-Maraghi, dan Syekh Muhammad Ma’mun asy-Syanawi. Sebagian muridnya yang lain ada yang menjabat sebagai mufti, seperti Syekh Abdul Majid Salim, Syekh Husein Mahluf, dan Syekh Ahmad Husein.

Murid-muridnya yang kemudian menjadi qadhi yang setara dengannya begitu banyak; hampir bisa dikatakan bahwa semua ulama di sana pernah menimba ilmu dari Muhammad Bakhit al-Muthi’i. Di antara teman-teman seangkatannya juga banyak yang menjadi muridnya. Inilah ciri Al-Azhar, teman yang datang kemudian mengambil ilmu dari teman yang lebih senior.

Pentingnya Akhlak Mulia

Mampu mengajarkan kitab level berat

Kelebihan Muhammad Bakhit al-Muthi’i yang lain adalah bahwa ia mampu mengajarkan kitab-kitab yang oleh banyak orang dipandang sangat sulit. Di tangan tokoh ini, semua menjadi mudah sehingga para muridnya bisa mereguk lautan ilmunya. Ia, misalnya, membaca sendiri untuk para mahasiswanya kitab-kitab ushul fikih: At-Tawdhih, Jam’ al-Jawami’, Musalam ats-Tsubut, At-Tahrir, dan Syarh al-Manar. Ia juga tak pernah melewatkan waktunya untuk memberi kuliah dalam bidang tauhid, tafsir, hadis, filsafat, dan tasawuf dengan luas dan lugas.

Kepribadian yang sederhana

Muhammad Bakhit al-Muthi’i termasuk orang yang berkepribadian sangat tenang, lembut, dan ramah. Postur tubuhnya sedang, lapang dada, selalu menjaga diri, selalu memaafkan apa yang patut dimaafkan. Di samping tegas, dia juga tidak pernah belas kasihan kepada orang-orang yang berbuat jahat. Dalam waktu yang sama, dia juga tidak pernah menolak permintaan mereka yang membutuhkan bantuannya. Dia selalu menjaga kehormatan setiap orang, sederhana, selalu berbuat baik, dan selalu memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa suatu saat, Muhammad Bakhit al-Muthi’i mempunyai janji untuk bertemu dengan Rusydi Pasya, Menteri Haqaniyah. Ketika sampai dekat pintu masuk, penjaga pintu melarangnya masuk dari pintu umum dan menyarankan agar menemui Menteri lewat sekretaris. Dia mengerti bahwa semua ini karena kesibukan sang Menteri bersama para penasihatnya. Akhirnya, terpaksa, dia menunggu sebentar dalam ruang tunggu.

Tidak lama, Muhammad Bakhit al-Muthi’i kembali menemui satpam tersebut dengan harapan dia mau menyampaikan kepada Menteri bahwa yang menteri undang telah datang, sementara Menteri sendiri tidak memenuhi janjinya. Ia tak mau menemui sekretaris, meskipun sekretaris buru-buru memberitahukan kedatangan Menteri. Rusydi Pasya menyambutnya dengan penuh penghormatan sambil meminta maaf.

Menjaga kehormatan ulama

Muhammad Bakhit al-Muthi’i juga pernah menolak kebijakan tentang penempatan para ulama di belakang para pejabat negara, baik dalam penyambutan maupun upacara-upacara resmi kenegaraan. Sikap ini disetujui oleh Syekh Salim Basyari, Syekh Al-Azhar waktu itu. Ketika mereka berdua diminta untuk tetap duduk di tempatnya dan membiarkan para ulama lain di tempat mereka, Syekh Salim dengan tegas mengatakan, “Kami para Syekh adalah juga para ulama. Menempatkan mereka seperti itu sama dengan merendahkan kami. Kalau kita dianggap sama, ya sudah, silakan saja.” Setelah kejadian itu, pemerintah menempatkan para ulama pada posisi protokolernya yang sejajar dengan para pejabat tinggi negara.

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Muhammad Bakhit al-Muthi’i juga dikenal zuhud. Ia membagi-bagikan semua gaji dan honornya sebagai mufti (yang jumlahnya waktu itu 800 pound Mesir) kepada para mahasiswa yang miskin dan para ulama yang tidak mendapat gaji atau honor dari pemerintah. Katanya,

“Pengabdian sebagai ulama tidak boleh mengambil upah.”

Demikian pula ketika ia diminta menyampaikan ceramah di hadapan para pejabat Mahkamah Agung. Ketika salah seorang memberinya amplop berisi honor untuk ceramahnya, beliau menolak sambil mengucapkan terima kasih. Kepadanya, dia mengucapkan kata-katanya yang terkenal,

“Bagi kami, ilmu tidak boleh dijual.”

Demikianlah beberapa kalimat yang sempat terekam para muridnya yang terkemuka.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Muhammad Bakhit al-Muthi’i meninggal dunia pada bulan Oktober 1935. Jenazahnya dimakamkan di Qarafah al-Mujawirin, yang kemudian pada tahun 1944 dipindahkan ke Masjid al-Farug al-Awwal.(St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement