Khazanah
Beranda » Berita » Ibnu Hummam : Pemikir Kritis dalam Mazhab Hanafi

Ibnu Hummam : Pemikir Kritis dalam Mazhab Hanafi

Ilustrasi ulama yang sedang membacakan kitab.
Ilustrasi ulama yang sedang membacakan kitab.

SURAU.CO-Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdul Wahid bin Abdul Hamid bin Mas’ud bin Hamid ad-Din bin Sa’duddin. Ia adalah seorang ahli fikih Mazhab Hanafi, teolog, dan ahli nahwu. Masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Ibnu Hummam.

Ayah dan kakek Ibnu Hummam adalah seorang hakim di Siwas, Asia Kecil. Demi kepentingan ilmu pengetahuan, ia kemudian pindah ke berbagai negara untuk mengunjungi dan belajar dari para ulama, sebagaimana tradisi masyarakat pada masa itu. Takdir membawanya untuk menetap di Kairo, hingga ia mendapat jabatan sebagai hakim pengadilan Kairo, lalu Iskandariah.

Pandangan ilmiah Ibnu Hummam

Pandangan-pandangan ilmiah Ibnu Hummam mencerminkan sikapnya yang senantiasa membela kebenaran. Ia selalu menyatakan sesuatu yang sesuai dengan keyakinan hatinya, tanpa memedulikan apakah sejalan atau bertentangan dengan pendapat imam mazhabnya (Abu Hanifah). Bahkan, ia tidak ragu untuk bersikap demikian terhadap mazhab imam lain atau mazhab empat sekalipun.

Sebagai contoh, ia memilih pendapat Imam Malik, dan bukan pendapat imam mazhabnya, Abu Hanifah, dalam persoalan keharusan menggosok-gosok badan ketika mandi wajib. Selain itu, ia juga memilih pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (yang berlawanan dengan pendapat imamnya) mengenai tidak perlunya syarat “merdeka” untuk saksi nikah. Bahkan, berbeda dengan mazhab empat, ia mewajibkan membaca basmalah dalam wudu. Padahal, menurut Hanafiyah, membaca bismillah adalah sunah atau mandub (dianjurkan); menurut Malikiyah adalah mandub; menurut Syafi’iyah adalah sunah; dan merupakan syarat menurut Hanabilah.

Mengingat sikap demikian, para ulama berbeda pendapat dalam menilai Ibnu Hummam. Mereka mempertanyakan apakah ia termasuk mujtahid mutlak (sejajar dengan imam mazhab empat), mujtahid mazhab (seperti Abu Yusuf), mujtahid fi al-masa’il (ijtihad dalam kasus-kasus tertentu yang tidak ditemukan teks para imam) seperti al-Khasshaf dan al-Karkhi, mujtahid takhrij (seperti ar-Razi), mujtahid tarjih (seperti Abu al-Hasan al-Qaduri), mujtahid fi at-tamyiz (yang hanya bisa membedakan pendapat yang kuat dan yang terkuat), atau justru seorang muqallid semata-mata.

Mengenal Matan al-Ajurumiyah: Kitab Nahwu Sepanjang Masa

Termasuk dalam mujtahid tarjih

Ibnu Najih berpendapat bahwa Ibnu Hummam termasuk mujtahid tarjih. Sementara itu, Syekh al-Islam al-Muqaddas berpendapat, Ibnu Hummam jelas merupakan tokoh dengan kualifikasi mujtahid. As-Sakhawi mengatakan, “Ibnu Hummam memiliki argumen-argumen yang akurat dan sejumlah alternatif. Tarjih-nya sangat kuat. Menurut saya, Ibnu Hummam masuk dalam kategori mujtahid fi al-juz’iyyat.”

Dalam sebagian masalah, Ibnu Hummam memiliki pendapat yang berbeda dengan imamnya, dan sebagian lain sejalan. Pandangan ini biasa terjadi pada seorang mujtahid juz’i (parsial). Imam al-Ghazali, Ibnu as-Subki, al-Asnawi, dan lain-lain berpendapat bahwa ijtihad dapat berlaku secara partikular (al-ijtihad yatjazza’).

Murid-murid Ibnu Hummam

Begitulah perspektif ilmiah Ibnu Hummam. Ia pernah menjadi mufti; fatwa-fatwanya populer dan cerdas. Ia juga pernah mengajar pada :Perguruan Shalahiyah (dibangun oleh Raja Shalih Najmuddin Ayyub), Perguruan al-Manshuriyah (didirikan oleh Raja Qalawun al-Manshur di Nahasin), Perguruan al-Asyrafiyah (terletak di arah Muhajjar), di mana ia diangkat sebagai pimpinan, dan Perguruan Khanqah Syaikhu di Shalaibiyah, tempat ia terakhir menjabat sebagai pimpinan.

Ibnu Hummam menghasilkan ratusan ulama. Beberapa yang dapat disebutkan adalah Aqdha al-Qudhah (maha hakim) Badruddin al-Iraqi al-Maliki, Syarafuddin al-Munadi asy-Syafi’i, Jamaluddin bin Hisyam al-Mishri al-Hambali, Zainuddin bin Qathlubagha al-Hanafi, dan Saifuddin bin Qathlubagha yang juga bermazhab Hanafi.

Warisan intelektual

Di samping para murid, Ibnu Hummam juga produktif menghasilkan karya-karya ilmiah yang sangat berharga. Karya-karyanya dipakai sebagai referensi di berbagai kota dan sepanjang zaman. Berikut adalah karya-karya Ibnu Hummam:  At-Tahrir fi Ushul al-Fiqh (Ushul Fikih) , Fath al-Qadir wa Zaad al-Faqir (Fikih), Kitab al-Musayarah fi at-Tauhid (Teologi/Kalam), dan Risalah fi an-Nahwi (Nahwu/Gramatika Arab)

Menjadi “Influencer” Kebaikan: Tafsir Bab Menunjukkan Jalan Kebenaran dalam Riyadus Shalihin

Semua buku tersebut terkenal bermutu tinggi. Siapa pun yang telah membaca buku-buku ini akan  memiliki prestise dalam bidang akademis. Ibnu Hummam wafat pada bulan Ramadan 861 H. Jenazahnya disalati antara lain oleh Sa’duddin ad-Dairi, dan dimakamkan di samping Ibnu Atha’illah al-Iskandari.(St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement